5 Cara Membedakan Count the Blessing dengan Toxic Positivity
Count the blessing lebih sehat daripada toxic positivity
2 Oktober 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Salah satu hal yang ternyata berbahaya bagi kesehatan mental adalah toxic positivity. Namun ada juga yang mirip bernama count the blessing. Popmama.com akan menjabarkan bedanya.
Kedua hal ini adalah sama-sama melihat sisi baik sebuah kejadian. Bedanya, ada di cara mensyukurinya.
Analisa Widyaningrum, Psikolog & CEO Analisa Personality Development Center memberikan penjelasan dalam acara Inspiring Glow Session Be Productive and Less Stress During Crisis oleh Wardah.
Menurutnya, ada perbedaan mendasar antara count the blessing dan toxic positivity. Yuk cari tahu!
1. Apa itu count the blessing
Dalam respon menerima stres, ada tahapan count the blessing atau menghitung syukur. Pada tahap ini, kamu diajak melihat sisi terang sebuah kejadian yang dianggap sebagai pemicu stres.
"Seperti contoh, pasti sedih ditinggal orang terkasih, namun lihat lagi siapa yang masih ada di sekitar kita. Syukuri bahwa mereka masih sehat dan selamat," tutur Ana.
Ini bisa berlaku pada hampir semua aspek. Saat mengalami sesuatu yang buruk atau tidak menyenangkan, hibur diri sendiri dengan melihat sisi yang lebih baik.
"Meski sedih, kita tetap bersyukur. Kemudian, lihat lagi tujuan yang lebih besar. Ini sudah ada di tahap penerimaan," kata Ana.
Dengan begitu, harapan bisa muncul dan kamu bisa merasa lebih beruntung serta mampu melangkah melanjutkan hidup.
Editors' Pick
2. Sedangkan toxic positivity adalah...
Toxic positivity adalah sebuah istilah populer yang mengacu pada situasi ketika seseorang terus-menerus mendorong orang lain untuk melihat sisi baik dari kehidupan. Sangat mirip dengan count the blessing, ya?
Hal ini dirasa begitu berat bagi orang yang mendapatkannya. Ini dikarenakan orang yang disuruh positif sebenarnya diajak untuk mengabaikan perasaannya sendiri.
Pada akhirnya, sumber stres tetap bersemayam di alam bawah sadar dan akan menjadi mimpi buruk yang takkan selesai.
3. Cara membedakannya adalah dengan ada tidaknya empati
"Perbedaannya ada di empati," ujar Ana.
Dalam konsep count the blessing, seseorang sudah menyadari bahwa dirinya tidak baik-baik saja. Dari sini, hal krusial dalam menyelesaikan stres sudah ditangani.
Menurut Ana, hal penting saat menghadapi stres adalah mengetahui sumbernya. Serta, mengetahui bahwa dirimu sedang dalam keadaan yang tidak baik.
Sedangkan dalam toxic positivity, kamu diajak untuk merasa baik-baik saja padahal tidak. Di sini, kamu dipaksa untuk abai dengan perasaan dan ini bukanlah hal yang menyehatkan.
4. Bagaimana caranya melakukan count the blessing pada diri sendiri dan orang lain?
Saat mengalami stres, pasti ada perasaan yang ingin dikeluarkan. Jika terjadi pada diri sendiri, keluarkan segalanya.
Jika ingin menangis, menangislah sampai merasa lega. Namun jangan sampai terlarut dan melangkah maju dengan menghitung syukur.
Sedangkan jika terjadi pada orang lain, kamu bisa membantu mereka untuk menyadari apa yang sedang dirasakannya.
"Seperti contoh ya, kamu pasti sedih ya kehilangan pekerjaan, aku paham perasaanmu, tapi kamu punya banyak kemampuan lain yang aku yakin kamu bisa bertahan," ujar Ana memberi contoh kasus.
Dengan berempati, orang lain merasa diperhatikan dan disayangi. Kemudian, kamu bisa bantu mereka untuk bangun dengan menghitung syukur.
5. Setelah count the blessing, saatnya melangkah maju
Count the blessing bukanlah tahapan terakhir. Selanjutnya ada pengembangan diri.
"Yang terakhir adalah improvement. Jika sayang dengan diri sendiri, atau orang lain, kamu takkan membiarkan diri atau orang lain berlarut-larut dalam kesedihan, kamu akan membantu agar ia bisa keluar dari kesedihan itu," lanjutnya.
Jika sayang dengan diri sendiri, kamu tidak akan membiarkan diri berlama-lama menangis dan terseret dalam kesedihan. Jika dibiarkan, maka akan semakin dalam merasakan kesedihan dan semakin stres.
"Kalau sayang diri sendiri, kamu akan mencari cara bagaimana caranya untuk keluar dari kesedihan itu, tanpa mengabaikan emosi yang sedang dirasakan," tuturnya.
Hal ini bisa dilakukan pada diri sendiri maupun ke orang tersayang lainnya. Dengan begitu, kamu bisa saling mendorong maju tanpa abai dengan perasaannya.
Jadi mulai sekarang, alih-alih melakukan toxic positivity, lebih baik ajak untuk count the blessing.
Baca juga:
- Cara Menghadapi Toxic People. Penting untuk Anak Ketahui
- Orangtua Hati-Hati, Pelajari 5 Hal Ini agar Tak jadi Toxic Parents
- Yuk Hindari! 6 Tipe Toxic People yang Tanpa Disadari Ada di Sekitarmu