5 Pengakuan Nia Ramadhani dalam Sidang, Pakai Sabu saat Merasa Sedih
Ia juga mengaku bahwa menjadi dirinya seperti sebuah kutukan
17 Desember 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Nia Ramadhani ditangkap polisi atas penyalahgunaan narkoba. Ia ditangkap bersama suami dan sopirnya. Kini, sidang ketiganya baru digelar.
Jadwal sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (16/12/2021) adalah menghadirkan terdakwa. Dalam kehadirannya, Nia ditanya banyak hal oleh hakim. Jawabannya pun kadang membuat orang makin bertanya-tanya.
Apa saja pernyataannya dalam sidang kali ini? Popmama.com akan merangkumkannya untuk Mama.
1. Pemicunya adalah saat ia kehilangan sosok Papanya
Dalam sidang, Nia mengaku bagaimana awalnya ia memutuskan untuk mau menggunakan sabu. Menurut pengakuannya, ia mulai mengonsumsi sabu saat mengingat mendiang sang Papa.
"Di awal tahun 2014 itu bapak saya meninggal, dari saat itu dan saya baru mengenal dia (sosok ayah) tiga tahun belakangan. Sampai April 2021 belum pernah cerita sama orang. Benar-benar kehilangan," tuturnya dalam sidang.
Puncaknya diakui terjadi pada bulan April 2021 saat ia ulang tahun dan ingin kado ulang tahun dari sang Papa namun hal itu tentu sudah tidak mungkin diwujudkan.
Hakim sempat bertanya kenapa baru menggunakan di tahun 2021 sedangkan sang Papa berpulang sejak tahun 2014.
"Karena di April 2021 sedihnya sampai bikin saya sesak, saya benar-benar breakdown, saya mau cerita tapi nggak bisa," jawab Nia.
Di sanalah ia mulai memutuskan pakai sabu.
Bagi sebagian orang, hal ini terasa mengada-ada. Namun jika seseorang tidak menyelesaikan rasa sedihnya, hal itu akan terus ada di hidup dan pikirannya, meski sudah bertahun-tahun berlalu, demikian jika dilansir dari Psychology Today.
Masih dari sumber yang sama pun disebutkan bahwa seseorang mungkin saja terjun ke dunia obat-obatan terlarang saat memendam kesedihannya sendiri dan tidak menemukan cara untuk menghadapi kehilangan tersebut.
Editors' Pick
2. Merasa dirinya adalah sebuah kutukan
Sebenarnya, Nia sudah sempat menceritakan kesedihannya ini kepada temannya. Sayangnya, respons yang didapat kurang tepat.
"Saya pernah cerita ke teman saya bilang saya seolah-olah meratapi nasib saya tapi jawabannya mereka adalah 'Nia malulah untuk sedih karena hidup kamu itu banyak yang pengin, saya terkenal, saya punya suami, saya punya anak, saya hidup di keluarga terpandang', katanya nggak patut untuk sedih. Di saat itu saya terpuruk, karena saya merasa sebagai seorang Nia itu kutukan, saya sedih, saya bener-bener kehilangan belahan jiwa saya, Papa saya itu," ungkapnya.
Respons yang didapat oleh Nia dari cerita di atas termasuk dalam toxic positivity. Menurut penelitian, mengecilkan masalah orang lain dan menganggap mereka kurang bersyukur bisa mengacu pada tertekannya emosi, demikian jika dilansir dari Psychology Today.
Hal ini bisa berujung pada rasa tidak bahagia, sedih terus-menerus, dan depresi. Merasa terisolasi juga jadi faktor utama lainnya saat orang yang sedang ingin berkeluh kesah malah dipaksa bersyukur.