Survei: Gen Z Paling Banyak Mengalami Gangguan Mental
Banyak yang takut mengakuinya, Ma
30 Agustus 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Gen Z menjadi generasi yang sedang memasuki masa aktif. Faktanya, generasi ini memiliki kelompok yang paling banyak mengalami gangguan mental.
Bukan tanpa alasan kenapa Gen Z merupakan kelompok yang paling banyak gangguan mental. Hal ini dikarenakan, kelompok umur Gen Z ada yang remaja.
Remaja memang merupakan usia transisi dari anak-anak menuju dewasa. Tentu ada banyak perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada mereka. Efeknya, emosinya tidak selalu stabil yang akhirnya dihubungkan dengan gangguan kesehatan mental.
Agar lebih jelas, Popmama.com akan memberikan detailnya untuk Mama.
1. Data survei: Gen Z memiliki persentase paling tinggi
Menurut Data Survey Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, ditemukan bahwa prevalensi depresi penduduk umur lebih dari 15 tahun sebagai berikut:
- 15-24 tahun sebanyak 2%
- 23-34 tahun sebanyak 1,3%
- 35-44 tahun sebanyak 1%
- 45-54 tahun sebanyak 1,1%
- 55-64 tahun sebanyak 1,2%
- 65-74 tahun sebanyak 1,6%
- 75+ tahun sebanyak 1,9%
Dari data yang sama, prevalensi depresi yang pergi berobat adalah:
- 15-24 tahun sebanyak 10,4%
- 23-34 tahun sebanyak 11,7%
- 35-44 tahun sebanyak 13,8%
- 45-54 tahun sebanyak 12,3%
- 55-64 tahun sebanyak 17,7%
- 65-74 tahun sebanyak 15,4%
- 75+ tahun sebanyak 15,4%
2. Kelompok Gen Z paling sedikit pergi berobat
Menurut data di atas, diketahui bahwa kelompok umur 15-24 tahun lah yang paling banyak mengalami depresi. Sayangnya, dari kelompok itulah yang paling sedikit meminta pertolongan profesional.
Sedangkan kelompok yang paling banyak meminta bantuan adalah yang berumur 55 tahun sampai 64 tahun.
Editors' Pick
3. Alasannya, karena masih dianggap tabu
Meski sebenarnya mereka sudah mengetahui bahwa dirinya mengalami masalah mental, namun tetap enggan meminta bantuan profesional.
Hal ini dilandasi oleh banyak faktor. Pertama, ada yang merasa takut bercerita pada orang tua karena merasa masalah kesehatan mental adalah sebuah hal yang tabu.
Anggapan orang tua yang menganggap sakit mental adalah hal yang tabu membuat komunikasi antara anak dan orang tua jadi tidak baik. Pada akhirnya, anak enggan dan takut bercerita jujur pada mereka.
4. Dianggap sebagai gangguan mistik
Kalaupun ada yang mengakui secara jujur dan gamblang kepada orangtuanya, belum tentu diajak berkonsultasi ke tenaga profesional. Ada orang tua yang beranggapan kalau gangguan kesehatan mental merupakan gangguan mistik.
Bukannya diajak ke psikolog, malah diajak ke ahli agama dan diminta meminum air suci dan berbagai kegiatan mistik lainnya.
5. Datang ke psikolog secara mandiri
Bagi mereka yang akhirnya meminta bantuan profesional mengaku banyak yang mendatangi psikolog secara diam-diam dan ada juga yang menggunakan uang sendiri.
Untungnya, berobat ke psikolog bisa menggunakan BPJS asal mengetahui alur yang tepat.
6. Salah satu faktor penyebab datang dari orang tua
Salah satu responden mengatakan kalau masalah mentalnya berasal dari kesalahan asuhan yang didapatkannya dari kedua orang tuanya. Ia dengan jujur berbicara pada kedua orang tuanya dan syukurnya mereka menyadari sehingga membenahi apa yang sudah terlanjur salah.
Akhirnya, orangtua mau mengantar anaknya berobat ke psikolog sampai masalahnya selesai.
Jika memang merasa ada yang salah dengan diri sendiri, segera meminta pertolongan profesional, ya. Semakin lama didiamkan, akan semakin sulit untuk mengembalikan keadaan.
Baca juga:
- Banyaknya Curhatan Gen Z yang Kena Diabetes di Usia Muda
- Jadi Idola Gen Z, Ini Gaya Manggung Baskara Putra yang Parlente
- Gen Z Mendominasi, Ini Cara Mengatur Stres menurut Psikolog