Psikolog: Teror Pelemparan Sperma, Impulsif atau Ekshibisionisme?
Semakin marak kasus ekshibisionisme, begini penjelasan psikolog!
19 November 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Teror pelemparan sperma yang dilakukan oleh seorang pria berinisial SN membuat sejumlah perempuan di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat resah. Dari pengakuan korban, pelaku teror sperma ini mengincar perempuan yang tengah sendirian di pinggir jalan.
Pemilik akun Facebook Izal Firmansyah Batalipu SKM yang merupakan suami korban, menceritakan pelecehan yang dialami istrinya pada Rabu (13/11/2019) pukul 14.45 WIB, di Jalan Letjen Mashudi, Kota Tasikmalaya, dengan memposting foto pelaku dan surat laporan ke Polresta Tasikmalaya.
Dalam unggahan Izal, ia menceritakan peristiwa yang dialami sang Istri dialami saat di jalan ketika sedang menunggu temannya. Tiba-tiba pelaku pun datang menggunakan sepeda motor untuk mendekati korban sambil bertanya tujuan korban.
Menurut ceritanya, pelaku memasukkan tangan ke dalam celana sambil memegang kemaluan dan menggesekan ke jok motor. Beberapa saat kemudian pelaku langsung membuang sperma ke arah korban.
Usai unggahan Izal viral dan menjadi pemberitaan, akhirnya Polres Kota Tasikmalaya menahan tersangka bernisial SN terkait tindakan asusila terkait teror sperma. Dalam kasus tersebut SN pun dijerat Pasal 36 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan atau Pasal 281 ayat 2 KUHP.
Pemeriksaan terhadap SN masih dilakukan secara intensif dengan melibatkan psikolog untuk mengungkap motif yang mendasari tindakan asusila tersebut karena telah meresahkan masyarakat.
Terkait kejadian yang sedang menjadi pembicaraan banyak orang, kali ini Popmama.com telah mewawancarai Psikolog Alexandra Gabriella A., M.Psi, C.Ht secara eksklusif untuk mengetahui pandangannya sebagai seorang yang lebih profesional mengenai kesehatan mental.
Simak pandangan kejadian teror pelemparan sperma dari sisi psikologis ya, Ma!
Editors' Pick
1. Pelaku teror pelemparan sperma perlu diusut lebih lanjut
Alexandra mengaku prihatin dengan keresahan yang terjadi pada sejumlah perempuan di Kota Tasikmalaya. Menurut pandangannya yang paham mengenai kesehatan mental seseorang, pelaku pelemparan sperma ini perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut karena bisa ada dua kemungkinan yakni gangguan perilaku impulsif atau sudah masuk ke penyimpangan seksual bernama ekshibisionisme.
"Sebenarnya untuk fenomena atau kejadian ini memang perlu pemeriksaan lebih lanjut. Bisa saja orang tersebut memiliki perilaku seksual yang menyimpang atau bisa juga ada gangguan perilaku impulsif, sehingga dia benar-benar merasa harus melakukan hal tersebut. Yang jelas, motif paling terlihat adalah pelecehan seksual karena telah merendahkan dan meresahkan kaum perempuan," jelas Alexandra.
Setelah melihat pemberitaan yang beredar, Alexandra pun melihat memang ada arah kalau pelaku mengalami gangguan ekshibisionisme.
"Bisa jadi memang arahnya ekshibisionisme. Intinya ia senang melihat reaksi orang khususnya perempuan ketika merasa kaget, jijik bahkan takut terhadap organ seksual atau hal yang berbau seksual dari pelaku," tambahnya.
2. Ada beragam faktor yang memicu gangguan ekshibisionisme
Kelainan ekshibisionisme yang terjadi di masyarakat Indonesia terbilang cukup sering dialami oleh masyarakat. Perlu dipahami bahwa seseorang dengan ekshibisionisme tentu ada faktor pemicunya, sehingga begitu meresahkan orang sekitar.
Alexandra mengatakan bahwa ekshibisionisme sebagai masalah psikologis tentu sudah ada faktor pemicunya. Hal ini bisa dikarenakan faktor bawaan atau faktor lingkungan, sehingga membentuk perilaku seksual yang menyimpang.
"Pada dasarnya sudah ada kendali atas perilaku seksual yang menyimpang tersebut. Di sisi lain, pengaruh dari lingkungan dapat membentuk persepsi seksual yang baru seolah mengartikan bahwa mungkin saja interaksi seksual akan menarik jika mengandung unsur paksaan. Selain itu, bisa mungkin saja terbentuk sebuah persepsi bahwa ekspresi takut atau jijik itu dapat merangsang hasrat seksual mereka," jelas Alexandra.
Tak hanya itu, ekshibisionisme sebagai sebuah kelainan yang dimiliki beberapa orang juga dapat dipicu dari hal sehari-hari misalnya saja gambar di televisi, komik atau video tertentu. Rasa penasaran ekshibisionisme yang mereka lihat pun terekam di dalam otak, sehingga perilaku tersebut membuatnya penasaran untuk mencoba secara langsung.
3. Pelaku dan korban ekshibisionisme perlu mendapatkan bantuan dari profesional
"Biasanya orang dengan gangguan perilaku seksual menyimpang tidak mau mengakui bahwa ada yang salah pada diri mereka, bahkan ada juga yang menganggap bahwa tindakan tersebut tidak akan merugikan mereka sendiri," kata Alexandra.
Alexandra pun menyarankan bahwa psikoedukasi sangatlah penting dilakukan untuk membantu setiap individu dalam membentuk insight termasuk menyadarkan akan perasaan berasalah, sungkan, malu dan lainnya.
"Kalau memang sudah menyadari ada di antara orang terdekat yang mengalami gangguan perilaku seksual menyimpang, maka ada baiknya segera dibawa ke pertolongan yang lebih profesional," tambahnya.
Selain itu, Alexandra sebagai seorang psikolog pun menaruh perhatian kepada orang-orang yang telah menjadi korban atas perilaku penyimpangan seksual. Tak jarang korban pun merasa trauma atau bahkan mulai menjauh dari kehidupan sosial, sehingga perlu sekali mendapatkan pertolongan yakni berkonsultasi dengan psikolog.
Perlu diingat ketika bercerita dengan orang yang tepat atau lebih profesional, setidaknya dapat membantu perasaan-perasaan yang mungkin saja tersimpan atau belum tersampaikan setelah menjadi korban.
Semoga teror pelemparan sperma dan tindakan pelecehan seksual lainnya tidak kembali terulang ya, Ma.
Baca juga:
- Hindari Pelecehan Seksual Terhadap Anak dengan Cara Ini
- Jangan Diremehkan, Ciri-Ciri Orang Pedofil Ini Perlu Orangtua Ketahui!
- Waspada, 5 Simbol Ini Menyimpan Makna Berbahaya dari Pelaku Pedofil