Perempuan Idap Skoliosis Sampai 70 Derajat, Pernah Coba Kretek Abal

Belajar mengenai penyakit skoliosis dari pengalaman Gitarani. Jangan mengulur waktu!

23 Oktober 2023

Perempuan Idap Skoliosis Sampai 70 Derajat, Pernah Coba Kretek Abal
Tiktok.com/gitaranisofia

Tulang menjadi salah satu organ tubuh yang sangat berharga. Selain memberikan bentuk pada tubuh manusia, tulang memungkinkan pergerakan, kemampuan motorik, melindungi organ vital, memfasilitasi pernapasan, dan menghasilkan berbagai sel di sumsum yang penting untuk kelangsungan hidup.

Tapi apa jadinya, jika tulang tidak dapat berperan sesuai fungsinya? Faktor apa yang menyebabkan tulang tidak dapat berperan dengan seharusnya?

Berikut, Popmama.com bagikan cerita perempuan idap skoliosis sampai 70 derajat.

 

1. Mengenal skoliosis, penyakit tulang yang banyak menjerat masyarakat

1. Mengenal skoliosis, penyakit tulang banyak menjerat masyarakat
medicalnewstoday.com

Skoliosis merupakan kelengkungan tulang belakang ke samping yang paling sering didiagnosis pada remaja. Meskipun skoliosis dapat terjadi pada orang dengan kondisi seperti palsi serebral dan distrofi otot, penyebab sebagian besar skoliosis pada masa kanak-kanak tidak diketahui.

Dalam penelitiannya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pernah mencatat bahwa sekitar 3% penduduk dunia memiliki risiko mengidap skoliosis. Di Indonesia, tingkat kejadian skoliosis sedikit lebih tinggi daripada rata-rata dunia, yakni berkisar antara 3% hingga 5%.

Menurut dr. Omar Luthfi, seorang Spesialis Bedah Orthopaedi Spine, skoliosis dapat dianggap sebagai gangguan ringan yang sering tidak menimbulkan gejala dan perubahan bentuk tubuhnya tidak selalu terlihat dengan jelas.

2. Gejala awal terkena skoliosis

2. Gejala awal terkena skoliosis
Tiktok.com/gitaranisofia

Di tingkat kelas tiga SMP, pada usia 15 tahun, Gitarani pertama kali mengetahui bahwa dirinya menderita skoliosis.

"Ketika saya sedang di sekolah, saya tiba-tiba merasakan rasa sakit dan ketidaknyamanan di bagian punggung. Saya bahkan merasa sedikit sesak. Akhirnya, saya pulang ke rumah,” sebut Gitarani.

Ia mengakui bahwa pada saat itu, dirinya belum memiliki pengetahuan tentang skoliosis, jadi hanya beranggapan kalau dirinya mengalami masuk angin. Tapi, tidak lama kemudian, dia sadar bahwa ada tonjolan di tulang punggungnya. 

Setelah berkonsultasi dengan seorang dokter, Gitarani didiagnosis menderita skoliosis. Gitarani mengakui bahwa rasa sakit dan kekakuan yang ia alami sangat mengganggu kegiatan sehari-harinya.

Editors' Pick

3. Rasa sakit yang dialami tubuh

3. Rasa sakit dialami tubuh
Freepik.com/shayne_13

Anak-anak pada umumnya memiliki tumbuh kembang tulang yang menghasilkan dirinya menjadi lebih tinggi, secara postur. Namun, orang yang mengidap skoliosis tulangnya akan semakin bengkok jika tidak ditangani secara tepat.

"Dengan tulang yang bengkok mungkin beban di punggungnya jadi nggak seimbang ya jadinya tuh kita gampang pegel. Jalan sedikit pegel. Kalo misal aktivitasnya udah banyak banget, tiap malam suka ngerasa sesak, kayak tertekan dari belakang. Kalau tiduran atau rebahan terus, maka akan merasa pegal. Apapun posisinya jadi serba salah," curhat Gitarani di media sosialnya.

4. Keputusan untuk lakukan operasi skoliosis

4. Keputusan lakukan operasi skoliosis
Tiktok.com/@gitaranisofia

Gitarani mengakui bahwa dia merasa sangat takut ketika pertama kali didiagnosis dengan skoliosis pada usia 15 tahun.

Saat itu, dokter menyarankannya untuk menjalani operasi karena tingkat kelengkungan tulangnya mencapai 40 derajat, yang dianggap cukup parah. 

Meskipun demikian, operasi ini memiliki berbagai risiko, termasuk risiko kelumpuhan, yang membuatnya merasa cemas dan akhirnya memilih untuk mencari alternatif lain. "Pada waktu itu, pengetahuan saya tentang skoliosis sangat terbatas, jadi saya merasa sangat ketakutan,” sebut Gitarani. 

Menurutnya, dokter juga tidak memberikan penjelasan rinci, sehingga Gitarani semakin khawatir dan bingung mengenai kondisinya. Akhirnya, ia memutuskan untuk tidak mengikuti saran dokter, baik itu operasi maupun penggunaan brace.

5. Mencoba terapi non-medis

5. Mencoba terapi non-medis
Freepik.com/freepik

Gitarani pernah mencoba berbagai terapi non-medis, termasuk metode “Kretek” tubuh. Namun, hasilnya tidak mencapai perubahan yang signifikan, dan dia merasa kelelahan serta akhirnya menghentikan terapi ini setelah tiga tahun mencobanya.

Setelah itu, ia membiarkan kondisi skoliosis yang diidapnya berkembang selama sepuluh tahun tanpa intervensi medis. Baru pada awal 2023, Gitarani menemukan seorang dokter yang cocok untuknya dan memutuskan untuk menjalani operasi.

6. Bertemu dokter yang cocok

6. Bertemu dokter cocok
Tiktok.com/@gitaranisofia

Gitarani bersyukur karena akhirnya dapat bertemu dengan dokter yang memberikan penjelasan yang positif, tidak membuatnya merasa takut.

Ia mengetahui bahwa operasi skoliosis memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi, dan meskipun ada risiko cedera saraf, risiko tersebut sangat kecil, hampir mendekati nol persen. Selain itu, teknologi medis telah berkembang, termasuk alat deteksi saraf, yang akan membantu dalam proses operasi.

Pada saat Gitarani memutuskan untuk operasi, tingkat kelengkungan tulang punggungnya telah mencapai 70 derajat, yang jika dibiarkan akan memberi tekanan pada paru-paru, jantung, dan organ pencernaan.

Ini berpotensi menimbulkan masalah atau gangguan pada organ-organ tersebut. Gitarani merasa menyesal karena tidak mengambil tindakan operasi skoliosis saat masih dalam usia pertumbuhan. 

7. Berbagi pengalaman untuk sesama pengidap skoliosis

7. Berbagi pengalaman sesama pengidap skoliosis
Tiktok.com/@gitaranisofia

Melalui pengalaman pribadinya, ia ingin menyampaikan pesan kepada mereka yang mengalami gejala serupa dan ragu untuk menjalani pemeriksaan atau operasi. "Ada anggapan bahwa skoliosis selalu memerlukan operasi, tetapi sebenarnya tidak selalu demikian. Hanya kasus skoliosis yang sudah parah yang memerlukan operasi,” kata Gitarani.

Ia lalu menjelaskan kalau seseorang masih dalam masa pertumbuhan dan tingkat kelengkungan tulang punggungnya kurang dari 40 derajat, masih ada cara untuk menjaga kondisi tersebut agar tidak semakin buruk. Dokter biasanya merekomendasikan perawatan berupa olahraga, seperti berenang.

Gitarani juga memberikan pesan positif kepada orang-orang yang mengalami skoliosis untuk tidak merasa rendah diri. Ia menekankan bahwa mereka tidak sendiri, dan banyak orang lain di luar sana yang berjuang melawan skoliosis mereka sendiri. 

Sekarang, ia justru mendorong pengidap skoliosis untuk tidak menunda perawatan dan berani mencari bantuan medis yang sesuai dengan kondisi masing-masing.

"Jangan biarkan skoliosis menghentikanmu. Ingatlah bahwa kamu bukan satu-satunya yang menghadapinya, dan banyak orang lain yang sama-sama berjuang melawan skoliosis. Buktikan, meskipun dengan skoliosis, kita tetap bisa produktif dan mencapai apa yang kita impikan," tutup Gitarani.

Itulah, cerita perempuan idap skoliosis sampai 70 derajat. Belajar dari pengalaman Gitarani, janganlah menunda untuk melakukan perawatan pada tulangmu. Dengan perawatan yang baik, kamu bisa mendapatkan hasil yang optimal. Aktivitas juga akan semakin produktif dengan tubuh yang lebih sehat!

Baca juga:

The Latest