Cegah Corona saat Bersalaman, Ini Budaya Selain Jabat Tangan
Cara ini dapat menurunkan risiko transfer segala jenis virus
18 Mei 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Berjabatan tangan sambil bermaaf - maafan. Hilang dendam habis marah di hari lebaran. Minal aidzin wal faidzin. Maafkan lahir dan batin.
Namun, karena lebaran tahun ini kita diminta untuk di rumah saja dan harus melakukan jaga jarak, sepertinya berjabatan tangan sambil bemaaf-maafan harus ditahan dulu mengingat penyebaran virus corona dapat melalui sentuhan tangan.
Sebagaimana diketahui merebaknya wabah Covid-19 atau biasa disebut virus corona telah mencapai fase yang cukup mengkhawatirkan.
Berbagai negara diseluruh dunia telah dengan sangat ketat melakukan aksi nyata agar penyebaran virus tersebut tidak melanda wilayahnya masing-masing.
Sampai begitu besarnya wabah corona ini, hingga membuat beberapa hiburan multi-internasional seperti konser musik, helatan olahraga, dan juga acara lainnya terpaksa mengalamai penundaan jadwal atau tetap dilakukan namun dengan pintu tertutup alias tanpa penonton (untuk sepak bola atau olahraga lainnya).
Selain menutup sementara beberapa akses masuk virus secara internasional, nyatanya berjabat tangan juga menjadi sebuah budaya baik yang mampu menghantar penyebaran virus asal negeri tirai bambu tersebut.
Terlebih di Indonesia jabat tangan kerap diikuti dengan mencium tangan, biasanya dilakukan terhadap orang yang lebih tua dengan maksud penghormatan. Mengapa bisa demikian?
Dari berbagai penelitian mengenai virus ini, telah diketahui beberapa hal. Salah satunya adalah bagaimana cara penularan virus dari manusia ke manusia lainnya.
Setelah dilakukan penelitian, selain menular melalui udara, corona juga mampu mentransfer teman-temannya melalui air liur.
Ketika dua orang berjabat tangan, itu artinya mereka bisa menempelkan berbagai virus, bakteri, maupun kuman yang ada di tangannya ke tangan orang lain yang dijabat.
Menurut berbagai sumber berjabat tangan dapat mentransfer sekitar 124 juta bacterial colony (CFU), high five dapat transfer 55 juta bacterial colony (CFU), dan fist bump dapat transfer 7 juta bacterial colony (CFU).
Mengetahui hal tersebut, berbagai cara dilakukan untuk mengurangi risiko penularan. Salah satu cara untuk mencegahnya adalah dengan tidak berjabat tangan untuk sementara waktu.
Mama juga tentunya tidak ingin anggota keluarga terjangkit hal yang sama pastinya. Oleh karena itu tidak ada salahnya untuk memberikan edukasi berupa alternatif lain dari budaya jabat tangan dan hal ini biasa dilakukan di beberapa penjuru dunia sebagai gantinya. Sekaligus juga dapat memberikan edukasi budaya kepada orang rumah.
Simak ulasan khas Popmama.com yuk.
Editors' Pick
1. Namaste dari India
Namaste berasal dari bahasa sansekerta yakni 'namah' yang berarti membungkukkan badan, hormat, atau sembah, dan 'te' yang bermakna seperti 'kepadamu'.
Salam ini merupakan salam Hindu yang umum digunakan di wilayah India. Salam ini menjadi tradisi yang dilakukan saat bertemu satu sama lain, dan juga menjadi salam perpisahan ketika hendak pergi atau berpisah sementara. Namaste dilakukan tanpa ada kontak fisik, salam ini dilakukan dengan cara mengatupkan dua tangan di depan dada.
Salam yang populer di negeri Bollywood ini dapat juga dilakukan dengan cara mengatupkan tangan di depan dada kemudian diikuti dengan gestur badan membungkuk sambil mengucap 'namaste'.
Dengan salam ini Mama dapat mengurangi kontak fisik, yakni berjabat tangan dengan orang lain.
2. Salam Wai dari Thailand
Meskipun ada sedikit perbedaan, cara melakukannya hampir sama atau bahkan bisa dibilang mirip dengan salam Namaste secara umum. Hanya yang membedakan pengucapan dan beberapa gestur saat membungkuk.
Dimulai dari mengatupkan kedua telapak tangan. Persis seperti saat kita berdoa dengan kepala menunduk dan sentuhkan ujung-ujung jari ke hidung.
Khusus untuk perempuan, saat menunduk, lutut harus sedikit ditekuk ke bawah. Setelah itu ucapkanlah 'Sawatdi'.
Salam Wai di negeri gajah ini terbagi dua. Yang pertama digunakan untuk ritual keagamaan Buddha, yang kedua digunakan untuk menghormati atau menyapa dengan sopan oleh orang muda kepada yang lebih tua. Untuk salam Wai bagi ritual keagamaan ada perbedaan dalam penerapannya.