Berikan Dampak Negatif, Ini Alasan Pernikahan Dini Harus Dilarang
Terdapat dampak negatif pada tumbuh kembang anak jika pernikahan dini tetap dilakukan
10 Agustus 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Indonesia merupakan negara yang memiliki masalah pernikahan dini yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, Undang-Undang (UU) yang mengatur batas usia perkawinan mengalami perubahan.
Jika sebelumnya batas usia untuk perempuan berbeda dengan laki-laki, perubahan UU No.16 Tahun 2019 tentang batas Usia Perkawinan menjadi sama yakni pada usia 19 tahun bagi keduanya.
Pernikahan dini bukan saja dapat merenggut hak untuk berkembang mengeksplor diri anak, akan tetapi dapat menyebabkan tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan.
Hal itu disebabkan belum cukup matangnya organ reproduksi yang memiliki resiko besar untuk mengalami kematian pada ibu.
Dalam webinar sosialisasi UU NO.16/2019 dengan tema Batas Usia Perkawinan dalam Berbagai Perspektif yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), berbagai aspek mengenai dampak pernikahan dini bagi anak yang sangat merugikan bagi sang anak.
Berikut rangkumannya bersama Popmama.com
Editors' Pick
1. Hak dasar anak tidak terpenuhi
Dalam webinar yang diselenggarakan pada Jumat (07/08/2020), Giwo Rubiantro Wiyono sebagai ketua umum kongres wanita indonesia (Kowani) menyampaikan pada sambutannya jika dampak negatif pada tumbuh kembang anak akan muncul.
“Akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak dasar anak seperti hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak kesehatan, hak pendidikan sosial”, jelasnya.
Secara psikologis maupun medis, bagaimanapun anak memang masih belum siap untuk menjadi seorang istri dan berperan sebagai Mama yang harus mengurus anak di usianya yang dini.
Dengan adanya sosialisasi UU No. 16 tahun 2019, untuk memberikan pemahaman yang baik
“Semoga dengan kegiatan ini kita semua dapat memenuhi harapan UU No. 16 tahun 2019 dan dapat mengedukasi baik dilingkungan sekitar”, ungkapnya.
2. Perbaikan dari UU sebelumnya
Sosialisasi yang diselenggarakan ini merupakan salah satu acara dalam kegiatan memperingati Hari Anak Nasional tahun 2020.
Salah satu rangkaiannya yakni webinar dengan tema “Anak Terlindungi Indonesia Maju”. Dalam webinar ini, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Bintang Puspayoga menyampaikan bahwa UU No.16 tahun 2019 merupakan revisi dari UU No.1 tahun 1971.
Jika sebelumnya batas usia minimal anak perempuan 16 tahun, terjadi perubahan menjadi minimal 19 tahun. Karena anak juga wajib mendapatkan perlindungan.
“79,55 juta anak wajib mendapatkan perilindungan karena perkawinan anak merupakan pelanggaran Hak Anak yang berarti juga pelanggaran HAM”, jelasnya.
Perkawinan anak dapat mempengaruhi kesehatan secara fisik dan mental pada sang ibu dan anak.
Hal itu menyebabkan putus sekolah karena memiliki tanggung jawab untuk mengasuh anak dan suami, serta menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Dampak tersebut juga menyebabkan kemiskinan dikarenakan pola asuh yang salah terhadap sang anak.