BFA 2024: Psikolog Ingatkan Tak Boleh Self Diagnosis Kesehatan Mental
Meski sudah jadi hal biasa, self diagnosis kesehatan mental ternyata tak boleh
3 Mei 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Beautyfest Asia 2024 by Popbela.com telah dibuka pada Jumat (3/5/2024) di The Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta. Acara tersebut juga turut dihadiri oleh Samanta Elsener, Psikolog Anak dan Keluarga.
Dalam sesi talkshow bertajuk Breaking The Stigma: Open Converstations About Mental Health, Samanta turut membahas soal self diagnosis atau diagnosis sendiri terhadap kesehatan mental. Ternyata, diagnosis sendiri tak boleh dilakukan, Ma.
Informasi soal tak boleh self diagnosis kesehatan mental sudah Popmama.com rangkumkan secara detail lewat artikel kali ini.
Yuk, disimak!
Editors' Pick
1. Pemikiran masyarakat tentang kesehatan mental telah terbuka
Dalam kesempatan itu, Samanta menjelaskan kalau saat ini pemikiran masyarakat tentang kesehatan mental sudah terbuka. Dengan demikian, stigma yang selama ini ada tentang kesehatan mental tampak mulai berkurang.
Samanta pun mengatakan bahwa saat ini tidak hanya kalangan Gen-Z saja yang penasaran tentang kesehatan mental, tetapi kalangan orangtua juga kini penasaran dan merasa bahwa kesehatan mental itu ternyata penting.
"Jadi, sebenarnya sudah bagus sih kesadaran dari masyarakatnya, stigmanya udah nggak sekencang kayak dulu lagi. Saat ini, kondisinya bahkan orang-orang tua pun penasaran. Jadi bukan cuma generasi Z yang penasaran, tapi yang udah tua-tua sepuh-sepuh tuh juga, 'Oh ternyata penting, ya'," ucap Samanta.
2. Psikolog ingatkan tak boleh self diagnosis soal kesehatan mental
Samanta menilai bahwa mendiagnosis diri sendiri tentang kesehatan mental memang sudah menjadi hal yang kerap terjadi saat ini. Fenomena itu menurutnya dipicu oleh rasa penasaran banyak orang dan sumber informasi yang kini sudah terbuka.
Akan tetapi, Samanta mengingatkan bahwa jangan sampai akhir dari rasa penasaran tentang kesehatan mental malah berujung pada mendiagnosis keadaan diri sendiri maupun orang lain.
"Tapi ending-nya tetap nggak boleh diagnosis. Ending-nya kalau kita penasaran, kita tanya ke profesionalnya. Kita datangi, 'Aku tuh punya keluhan,' keluhannya apa? Nanti akan dicoba untuk identifikasi masalahnya kayak gimana," sambungnya.