Kapan THR Lebaran 2022 Cair?
Ketahui juga sejarah terkait THR di Indonesia, yuk!
1 April 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
THR atau tunjangan hari raya merupakan pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan di Indonesia. Tentunya Mama pasti sudah tidak asing mendengar hal ini, ya.
Menurut Peraturan Menaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, THR wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.
Namun, bagaimana sebenarnya sejarah THR di Indonesia? Kali ini Popmama.com telah merangkum informasi sejarah THR di Indonesia secara lebih detail yang telah dilansir dari berbagai sumber.
Simak juga aturan perihal THR di tahun 2022 ini!
1. Dulu hanya PNS yang mendapat THR
Awalnya THR pertama kali diusung pada era Kabinet Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi pada tahun 1950-an.
THR sendiri diberikan sebagai salah satu program dari pemerintah guna meningkatkan kesejahteraan pada aparatur sipil negara yang pada saat itu disebut pamong praja.
Di tahun 1950-an, jumlah besaran THR yang diberikan sebesar Rp 125-Rp 200 per orang atau setara dengan Rp 1,1 juta-1,75 juta saat ini.
THR tersebut akan diberikan kepada pegawai pada akhir bulan Ramadan.
Editors' Pick
2. Buruh memprotes minta THR
Pada 13 Februari 1952 silam, para buruh melakukan aksi protes dengan cara mogok kerja dan menuntut pemerintah untuk memberikan uang THR bagi para buruh.
Saat itu, awalnya pemerintah masih mengabaikan suara buruh. Akan tetapi, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) terus berjuang meminta buruh mendapat THR sebesar satu bulan gaji.
Kemudian, kabinet Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri kedelapan Indonesia, mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1954 tentang Pemberian Persekot Hari Raja kepada Pegawai Negeri.
Sementara itu, buruh gencar menuntut pemerintah. Dikarenakan ada tekanan tersebut, Menteri Perburuhan S.M. Abidin mengeluarkan Surat Edaran nomor 3676/54 mengenai “Hadiah Lebaran”.
Pemerintah juga mengeluarkan surat-surat edaran tentang THR pada rentang tahun 1955-1958. Namun karena hanya berupa imbauan saja, surat edaran ini belum memberi jaminan THR bagi buruh.
Para buruh terutama SOBSI terus menuntut pemerintah. Suara buruh justru baru didengar ketika Soekarno menerapkan “Demokrasi Terpimpin”. Menteri Perburuhan Ahem Erningpraja di bawah Presiden Soekarno mengeluarkan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 1/1961.
3. THR baru diatur secara resmi pada tahun 1994
Pemerintah akhirnya secara resmi mengatur tentang THR secara khusus pada tahun 1994 silam. Aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) RI No. 04/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.
Dalam Permenaker tersebut, dijelaskan bahwa pengusaha wajib memberikan THR kepada para pekerja yang telah bekerja selama tiga bulan secara terus-menerus atau lebih. Besaran yang diterima pun disesuaikan dengan masa kerja.
Pekerja yang telah mempunyai masa kerja selama 12 bulan secara terus-menerus atau lebih, menerima sebesar satu bulan gaji.
Di sisi lain, pekerja yang mempunyai masa kerja tiga bulan secara terus-menerus tapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerjanya, yakni dengan perhitungan masa kerja dibagi 12 dikalikan 1 bulan gaji.
4. Aturan ini direvisi pada 2016
Kementerian Ketenagakerjaan merevisi peraturan mengenai THR pada tahun 2016 lalu. Perubahan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan.
Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa pekerja yang memiliki masa kerja minimal satu bulan sudah berhak mendapat THR. Tak hanya sampai disitu, kewajiban pengusaha untuk memberikan THR tidak hanya diperuntukkan bagi karyawan tetap, tetapi juga untuk pegawai kontrak.
Hal ini pun termasuk yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) ataupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Besaran THR yang diterima akan ditentukan berdasarkan masa kerja yang telah mereka lalui di sebuah perusahaan atau institusi.
Bagi pekerja yang sudah memiliki masa kerja minimal 12 bulan atau lebih secara berturut-turut, maka akan memperoleh THR sebesar upah atau gaji satu bulan yang terakhir diterima.
Sementara bagi mereka yang memiliki masa kerja di bawah itu akan menerima THR yang besarannya bersifat proporsional.
Jika terlambat melaksanakan kewajiban tersebut kepada para pekerjanya, perusahaan akan dikenai sanksi administrasi sebagaimana telah diatur dalam Permenaker Nomor 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif dan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan.
5. THR 2022 wajib dibayarkan
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan bahwa aturan THR 2022 akan dikembalikan ke masa sebelum pandemi Covid-19.
Perekonomian dalam dua tahun terakhir memang berdampak akibat pandemi, sehingga pembayaran THR menjadi optional bagi pengusaha. Sekarang karena kegiatan ekonomi berangsur pulih, maka pembayaran THR tahun 2022 akan dikembalikan ke aturan semula. Selambat-lambatnya ialah H-7 Idulfitri.
Semoga informasi ini bisa menambah pengetahuan tentang THR di Indonesia, ya.
Baca juga:
- 5 Cara Jitu Mengelola Dana THR agar Tak Mubazir Ala Prita Ghozie
- Agar THR Tak Ludes Cuma-Cuma, Ini Tips Belanja Lebaran saat Pandemi
- Dampak Pandemi, THR Terancam Mundur? Mama Bisa Panen THR 10 Miliar!