Resmi! WHO Ubah Nama Cacar Monyet Menjadi Mpox
Hindari rasisme, WHO akan mulai gunakan istilah mpox untuk gantikan penggunaan kata cacar monyet
29 November 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Setelah melalui serangkaian konsultasi dengan para ahli global, Badan Kesehatan Dunia (WHO) akhirnya secara resmi akan mulai menggunakan istilah baru untuk penyakit monkeypox atau cacar monyet. Istilah yang akan digunakan tersebut ialah 'Mpox'.
Dikutip dari laman WHO, istilah ini akan digunakan secara bersamaan untuk satu tahun ke depan sambil menghapuskan nama monkeypox atau cacar monyet.
Pergantian nama cacar monyet yang dilakukan oleh WHO rupanya bukan tanpa alasan. WHO menjelaskan secara detail terkait alasan perubahan nama tersebut melalui pernyataan resmi yang dirilis belum lama ini.
Untuk mengetahui kabar WHO ubah nama cacar monyet menjadi mpox lebih jelas, berikut Popmama.com telah merangkum informasinya.
Yuk, disimak!
Editors' Pick
1. Pergantian nama disebabkan adanya rasisme
Melalui pernyataan di laman resmi, WHO menjelaskan bahwa pergantian nama ini dilakukan karena adanya bahasa yang rasis dan menstigmatisasi di dunia maya pada awal wabah penyakit monkeypox.
Dalam beberapa kali pertemuan, publik dan swasta, sejumlah individu dan negara menyuarakan keprihatinan mengenai hal tersebut.
Mereka pun meminta WHO mengusulkan cara untuk mengubah nama penyakit monkeypox.
2. WHO lakukan berbagai pertimbangan saat menentukan pergantian nama
Sebelum merumuskan istilah baru untuk penyakit cacar monyet, WHO mengadakan konsultasi untuk mengumpulkan pandangan dari berbagai pakar, serta negara dan masyarakat umum. Mereka diundang oleh WHO untuk mengajukan usulan nama baru.
Selain konsultasi, WHO melakukan diskusi lebih lanjut dengan Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Dalam menentukan pergantian nama istilah baru untuk penyakit monkeypox, WHO juga tak lupa melakukan berbagai pertimbangan lainnya.
Pertimbangan untuk rekomendasi itu meliputi alasan, kesesuaian ilmiah, tingkat penggunaan saat ini, pengucapan, kegunaan dalam bahasa yang berbeda, tidak adanya referensi geografis atau zoologi, serta kemudahan pengambilan informasi ilmiah sejarah.