NPWP dan KTP Digabung, Semua Orang Jadi Wajib Bayar Pajak?
Ternyata hanya berlaku untuk sekolompok orang
8 Oktober 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pemerintah mengumumkan untuk menggabungkan Nomor Pemegang Wajib Pajak (NPWP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Pro dan kontra pun bermunculan.
Ada sekelompok orang yang beranggapan, itu merupakan kemudahan. Selain itu, administrasi tak lagi repot karena terlalu banyak nomor.
Sementara, ada juga yang menyebutkan NPWP dan NIK digabung justru membuat tak nyaman, Khawatir dengan adanya kebocoran data.
Lalu, bagaimana fakta mengenai NPWP dan NIK yang digabung? Popmama.com akan merangkumnya untuk kamu!
1. Dianggap bisa memudahkan masyarakat
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menyatakan kebijakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan memudahkan wajib pajak untuk menjalankan kewajiban pajak mereka. Jadi, membantu meringankan.
“Hal ini terkait dengan perubahan UU KUP yang ditujukan untuk menuju sistem administrasi perpajakan yang sederhana, mudah, adil, dan memberikan kepastian hukum,” katanya dalam Sidang Paripurna DPR RI di Jakarta, diwartakan Antara.
Editors' Pick
2. Menjadi terobosan baru
Menurut Menkumham Yasonna menjelaskan langkah ini merupakan terobosan baru yang dilakukan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Hal tersebut untuk mengintegrasikan basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan.
"Para wajib pajak akan semakin mudah dalam menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban perpajakan mereka jika NPWP diganti dengan NIK," jelasnya.
3. Tak semua warga Indonesia
Meski demikian, ia menegaskan penggunaan NIK tidak berarti semua WNI wajib membayar PPh. Namun tetap memperhatikan pemenuhan syarat subjektif dan objektif untuk membayar pajak. Dengan kata lain, tak semua warga diminta untuk menggabungkan NPWP dan NIK.
Syarat WNI yang wajib membayar PPh adalah orang pribadi yang mempunyai penghasilan setahun di atas PTKP atau orang pribadi pengusaha mempunyai peredaran bruto di atas Rp500 juta setahun.
Dalam UU HPP, pemerintah menaikkan batas Penghasilan Kena Pajak (PKP) orang pribadi dari sebelumnya Rp50 juta menjadi Rp60 juta dengan tarif PPh sebesar 5 persen.
4. Ubah tarif pajak juga
Di sisi lain, pemerintah turut mengubah tarif dan menambah lapisan pajak penghasilan orang pribadi sebesar 35 persen untuk penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar.
Sementara untuk Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tetap yaitu Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun untuk orang pribadi lajang dan tambahan Rp4,5 juta diberikan untuk WP yang menikah, serta ditambah Rp4,5 juta untuk setiap tanggungan maksimal tiga orang.
Jadi, jangan panik dulu yah, Ma! Penggabungan NPWP dan NIK hanya berlaku untuk orang dengan penghasilan selangit.
Baca Juga:
- Biaya Melahirkan Dikabarkan Kena Pajak, Ini Fakta Sebenarnya!
- Pajak Sembako Hanya Berlaku untuk Produk Premium, Apa Saja?
- Semakin Mahal, Biaya Melahirkan juga Akan Dikenakan Pajak PPN