Menikahkan Korban Pelecehan Seksual dengan Pelaku Bukan Solusi!
Dampak psikis terhadap korban akan terus membayangi
31 Mei 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pemerkosaan adalah bentuk serius dari kejahatan seksual, sehingga perkosaan yang telah ditetapkan sebagai bentuk tindak pidana seksual. Kasus pemerkosaan di Indonesia menduduki peringkat ke-62 dari 194 negara di dunia yaitu 0.00567003 per 1.000 orang
Kekerasan seksual di Indonesia yang cukup tinggi yakni dalam waktu tiga belas tahun terakhir kasus kekerasan seksual berjumlah hampir seperempat dari seluruh total kasus kekerasan, atau 93.960 kasus dari seluruh kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan yaitu 400.939 kasus. Hingga kini, pemerintah dan masyarakat berusaha menekan masalah tersebut.
Salah satu yang terjadi baru-baru ini, anak anggota DPRD Kota Bekasi yang berusia 21 tahun. Dia melakukan pelecehen seksual teradap gadis 15 tahun.
Solusi yang dikemukakan yaitu menikahkan pelaku dengan korban pelecehan seksual. Benarkah pilihan itu yang terbaik?
Simak informasi selengkapnya di Popmama.com:
1. Bukan solusi masalah
Menikahkan korban pelecehan seksual dengan pelaku bukan solusi masalah. Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati menilai, menyebutkan tindakan yang tidak sejalan dengan prinsip perlindungan hak anak.
"Menikahkan anak korban dengan pelaku kekerasan seksual dalam hal ini perkosaan selain tidak sejalan dengan prinsip perlindungan hak anak juga bertentangan dengan komitmen pencegahan perkawinan anak," sebutnya dalam siaran pers yang diterima Popmama.com, baru-baru ini.
Editors' Pick
2. Anak masih di bawah umur
Perikahan tersebut juga menyalahi aturan. Seperti yang tertulis dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak secara nyata menyatakan orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan anak.
Dalam UU Perlindungan Anak juga telah dinyatakan anak korban kejahatan seksual memerlukan perlindungan khusus yang terdiri dari upaya edukasi tentang kesehatan reproduksi, nilai agama, dan nilai kesusilaan, rehabilitasi sosial.