Keutamaan Itikaf di Bulan Ramadan, Ibadah Sunah Nabi Muhammad SAW
Cari tahu yuk kekuatan Itikaf untuk menghapus dosa
4 April 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Dalam sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan, sangat dianjurkan untuk melaksanakan itikaf di masjid. Itikaf menjadi salah satu ibadah sunnah yang sering dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW.
Itikaf sendiri ialah berhenti atau berdiam di dalam masjid dengan syarat-syarat tertentu, dengan semata-mata untuk niat beribadah kepada Allah SWT. Jika menurut Bahasa, itikaf berasal dari kata “akafa” yang bermakna “memenjarakan’.
Dikutip dari Rumah Fiqih Indonesia, itikaf merupakan ibadah dengan memenjarakan diri di dalam masjid. Orang yang beritikaf menyibukkan diri dengan pelbagai ibadah baik salat, zikir, maupun membaca Al-Qur'an.
Popmama.com merangkum keutamaan dan pahala itikaf yang dilakukan di Bulan Ramadan.
1. Hukum itikaf
Mengutip Ponpes Al Hasanah, terkait hukumnya, ijmak ulama menyatakan itikaf adalah sunah. Tetapi, masing-masing ulama berbeda pandangan mengenai derajat kesunahan itikaf.
Mazhab Hanafi menghukumi itikaf di 10 hari terakhir sebagai amalan sunah muakkadah. Artinya, ibadah ini sangat dianjurkan.
Mazhab Maliki menghukuminya mandub muakad, bukan sunah. Mandud yaitu segala sesuatu yang dijalankan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan tidak mendapatkan siksa.
Mazhab Syafi’i memandang itikaf dikerjakan kapanpun adalah sunah muakad. Sedangkan Mazhab Hambali memandang itikaf adalah sunah, dan lebih tinggi sunahnya jika dikerjakan di bulan Ramadan.
Editors' Pick
2. Pahala Itikaf
Mengutip dari jurnal Kemenag, Itikaf atau berdiam diri di masjid juga dianggap ibadah. Bahkan pahala orang itikaf sama dengan pahala orang mengerjakan shalat sunnah. Hal itu sesuai dengan Hadist Riwayat Bukhari Muslim:
"Para Malaikat berdo'a untuk salah seorang dari kalian selama dia masih pada posisi shalatnya dan belum berhadats, 'Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia'. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan shalat selama dia menanti palaksanaan shalat. Dimana tidak ada yang menghalangi dia untuk kembali kepada keluarganya kecuali shalat itu." (HR.Bukhari)