Penjual Pulsa Kena Pajak? Begini Penjelasan dari Sri Mulyani
Kira-kira kebenarannya apa ya, Ma?
1 Februari 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Informasi mengenai adanya pajak pulsa hingga token listrik menjadi perbincangan masyarakat di media sosial.
Pemerintah memberlakukan aturan mengenai pembaruan pemungutan dan perhitungan pajak terhadap penjualan pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher mulai Senin, (1/2/2021).
Peraturan tersebut berada dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan ajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penghasilan (PPh) atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani angkat suara mengenai peraturan pajak penjualan pulsa hingga token listrik.
Ia memastikan bahwa peraturan ini tidak memengaruhi dengan harga jual pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher.
Berikut ini Popmama.com telah merangkum penjelasan mengenai pajak pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher.
1. Pembaruan pajak ini tidak mempengaruhi harga jual
Adanya pembaruan ini memunculkan rasa khawatir dari para penjual pulsa karena akan menyebabkan kenaikan harga pulsa hingga token listrik yang dijual.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa ketentuan ini tidak berpengaruh terhadap harga pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher.
Sebelum ada pembaruan ini, kebijakan PPN dan PPh terhadap pulsa hingga token listrik sudah berjalan. Untuk itu, peraturan sekarang tidak ada pungutan pajak baru untuk pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher.
Editors' Pick
2. Pembaruan pajak bertujuan untuk menyederhanakan pengenaan PPN dan PPh
Pembaruan pajak pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan penyederhanaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penghasilan (PPh).
Pajak pulsa ini sudah ada sejak 31 Desember 1983 dan berlaku mulai 1 Juli 1984. Peraturan pajak pulsa tertuang dalam UU No. 8 Tahun 1983 dan sudah ditandatangani oleh Presiden Soeharto dan ditandai dengan reformasi pajak Indonesia.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan bahwa Paket Reformasi Pajak 1983 melahirkan UU No. 6 Tahun 1983 tentang KUP, UU No. 7 Tahun 1983 tentang PPh, UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN, dan UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB.
Sejak 1984, sistem dan praktik perpajakan Indonesia berubah signifikan. Reformasi melibatkan para ahli dr AS dan Belanda.