Covid-19 Tak Kunjung Reda, 'Herd Stupidity' Menjangkit Indonesia
Banyak yang masih abai dan meremehkan ganasnya serangan virus Covid-19
22 Juni 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tercatat pada Minggu (20/6/2021), Indonesia telah menerima vaksin Covid-19 buatan Sinovac sebanyak 10 juta dosis. Dengan ketibaan vaksin tersebut, Presiden RI Joko Widodo mengharapkan terciptanya herd immunity di mana semua masyarakat menjadi kebal terhadap serangan virus Covid-19 setelah melakukan vaksinasi.
Akan tetapi, seorang pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono, meragukan kondisi tersebut mampu tercipta dalam waktu dekat. Sebab, menurutnya, alih-alih mencapai herd immunity, Indonesia malah berhasil, bahkan sudah lama, mengalami herd stupidity.
Istilah tersebut ia ciptakan karena melihat respon pemerintah dan masyarakat yang sama-sama abai dan meremehkan ganasnya serangan virus Covid-19. Kedua belah pihak tidak serius dalam jalan menghentikan laju infeksi virus yang kian hari semakin parah meskipun 1,5 tahun telah dilalui.
Untuk berita selengkapnya, berikut Popmama.com rangkum informasi mengenai herd stupidity yang tengah menjangkiti kalangan masyarakat dan pemerintahan.
1. Apa itu ‘herd stupidity’?
Kalau diterjemahkan secara harfiah, herd stupidity berarti ‘kebodohan berkelompok/bersama’. Istilah tersebut merupakan kebalikan dari konsep herd immunity dan pertama kali diperkenalkan oleh Pandu Riono, seorang epidemiolog dari FKM UI.
Menurutnya, alasan terbesar Indonesia belum beres menangani masalah virus Covid-19 ini adalah karena baik pemerintah dan masyarakat sama-sama ‘bodoh’ dalam memahami virus Sars-CoV-2 tersebut. Mereka tidak mengerti dan bahkan menyangkal keberadaan virus itu sendiri.
Secara spesifik, Pandu menyentil buruknya contoh yang diberikan sejumlah anggota kepemerintahan. Ia menuturkan bahwa “[manusia-manusia] yang mendapat amanah jadi pejabat” tersebut belum mencerminkan perilaku 5M (Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak, Menjauhi kerumunan, Membatasi pergerakan sosial) dan bahkan menolak untuk divaksin. Tentu saja masyarakat tidak akan mau patuh kepada protokol kesehatan kalau pemerintah saja tidak melakukan hal serupa.
Bukan cuma pemerintah, masyarakat juga ikut andil dalam kebodohan berkelompok ini. Sejak awal kemunculan virus Covid-19, banyak yang menganggap kalau pandemi ini hanyalah ilusi dan konspirasi belaka.
Alhasil, masih banyak dari kalangan masyarakat yang bandel dan malah melakukan mudik seperti saat libur lebaran 2021 kemarin. Hal ini juga diperparah oleh faktor tidak ketatnya kebijakan yang diambil pemerintah.
Editors' Pick
2. Pandu: ‘Lockdown sudah terlambat, fokus pada vaksin saja’
Karena wabah tak kunjung mereda, sempat viral di jagat dunia maya di mana lebih dari 1.500 orang meneken petisi online supaya Indonesia kembali menerapkan lockdown atau karantina wilayah. Namun, Pandu menganggap langkah tersebut sudah sangat terlambat.
Berdasarkan penjelasannya, lockdown sudah tidak relevan lagi di tahun 2021 ini di mana varian baru corona semakin bermunculan di Indonesia. Terlebih lagi, PPKM Mikro yang selama ini dijalankan oleh pemerintah dinilai tidak efektif karena nyatanya, belum berhasil menekan angka infeksi virus Corona.
Maka dari itu, ketimbang penat memikirkan pembatasan sosial berskala besar, Pandu menyarankan agar proses vaksinasi semakin digalakkan. Tanpa perlu memandang domisili, setiap orang yang belum melakukan vaksinasi selama berusia di atas 18 tahun, menurutnya, harus segera disuntikkan vaksin.
Hal ini karena selain mencegah vaksin yang diterima melewati masa berlaku, cara tersebut bisa memberikan informasi apakah merek yang baru mempunyai efek bagi tubuh. Dan nyatanya, pemberian kombinasi vaksin sudah pernah dilakukan di Inggris serta telah menunjukkan hasil yang cukup baik terhadap imunitas tubuh.
“Jadi, kalau saat ini ada vaksin merek Sinovac kasih semua, begitu juga untuk vaksin AstraZeneca dan merek lain. Tak perlu juga memikirkan berapa dosis untuk vaksin kedua,” jelas Pandu.
3. Rumah sakit harusnya hanya memprioritaskan pasien dengan kondisi parah saja
Melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia membuat sebagian besar rumah sakit dipadati oleh pasien. Akibatnya, pasien baru dengan kondisi yang lebih parah tidak bisa diterima dan dilayani.
Menanggapi hal ini, Pandu menyarankan agar rumah sakit semakin lebih selektif terhadap pasien yang masuk. Ia menambahkan bahwa pasien yang mengeluhkan sesak napas dan butuh bantuan alat oksigen harus senantiasa didahulukan.
Di samping itu, ia mengimbau masyarakat agar juga bersikap kooperatif. Apabila gejala Covid-19 yang dialami masih bisa ditangani lewat isolasi mandiri, sebaiknya masyarakat tetap berada di rumah dan tidak langsung pergi ke rumah sakit.
4. Opsi Work from Home dan penyekatan wilayah
Solusi lain yang dipaparkan Pandu ialah untuk semakin serius mengurangi mobilitas di luar rumah. Semua sektor yang memungkinkan untuk melaksanakan work from home (bekerja dari rumah) dianjurkan untuk menerapkannya.
“Kementerian yang berada di Jakarta selama satu pekan ini ya work from home lah. Hal ini bisa untuk mengurangi pergerakan penduduk,” ujar Pandu.
Tidak hanya itu, penyekatan wilayah untuk membatasi keluar-masuknya manusia juga bisa dilakukan. Bandung telah menerapkan hal sedemikian supaya tidak dikunjungi untuk sementara waktu.
Mama sudah baca informasi mengenai herd stupidity yang melanda pemerintah dan masyarakat dalam kiat memberantas Covid-19 di Indonesia.
Mari bantu pemerintah dengan cara tetap berada dalam rumah dan mematuhi protokol kesehatan yang ada. Apabila pandemi ini berhasil dituntaskan, efeknya bukan hanya dirasakan oleh perorangan saja, tapi juga berlaku untuk kita bersama.
Baca Juga:
- Catat, Syarat Penerima Vaksin Covid-19 untuk Usia 18 Tahun ke Atas
- Covidiot, Istilah Baru untuk sang Penyangkal Adanya Virus Corona
- IDAI: Kematian Anak karena Covid-19 di Indonesia Tertinggi di Dunia