Presiden Joko Widodo baru-baru ini menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Salah satu poin yang menarik perhatian publik adalah ketentuan mengenai penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar dan remaja. Kebijakan ini tertuang dalam Pasal 103 yang mengatur tentang upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja.
Meskipun bertujuan baik untuk mengedukasi dan melindungi kesehatan reproduksi remaja, kebijakan ini menuai berbagai tanggapan dari masyarakat. Beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa aturan ini bisa disalahartikan dan berpotensi mendorong perilaku seksual di kalangan remaja.
Nah, kali ini Popmama.comtelah merangkum terkait beberapa fakta penyediaan alat kontrasepsi untuk siswa dan remaja secara lebih detail.
Deretan Fakta Jokowi Sahkan Aturan Penyediaan Alat Kontrasepsi untuk Remaja
1. Bagian dari upaya Kesehatan sistem reproduksi
Freepik
Penyediaan alat kontrasepsi merupakan salah satu komponen dari upaya kesehatan sistem reproduksi untuk usia sekolah dan remaja. Hal ini diatur dalam Pasal 103 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa upaya tersebut paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Selain penyediaan alat kontrasepsi, pelayanan kesehatan reproduksi juga mencakup deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, dan konseling. Semua komponen ini bertujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang kesehatan reproduksi kepada siswa dan remaja.
Editors' Pick
2. Edukasi Kesehatan reproduksi yang menyeluruh
Freepik
PP Nomor 28 Tahun 2024 tidak hanya mengatur tentang penyediaan alat kontrasepsi, tetapi juga menekankan pentingnya edukasi kesehatan reproduksi yang menyeluruh.
Pasal 103 Ayat (2) merinci bahwa edukasi ini mencakup sistem, fungsi, dan proses reproduksi, menjaga kesehatan reproduksi, perilaku seksual berisiko dan akibatnya, keluarga berencana, serta cara melindungi diri dan menolak hubungan seksual.
Edukasi ini dapat diberikan melalui bahan ajar atau kegiatan belajar mengajar di sekolah dan kegiatan lain di luar sekolah. Tujuannya untuk memberikan pemahaman yang komprehensif kepada siswa dan remaja tentang kesehatan reproduksi, bukan sekadar menyediakan alat kontrasepsi.
3. Pelayanan konseling yang menjaga privasi
Freepik
Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi, PP ini juga mengatur tentang pelayanan konseling. Pasal 103 Ayat (5) menegaskan bahwa konseling harus dilaksanakan dengan memperhatikan privasi dan kerahasiaan.
Konseling ini dilakukan oleh tenaga medis, tenaga kesehatan, konselor, dan/atau konselor sebaya yang memiliki kompetensi sesuai dengan kewenangannya. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah berupaya untuk menyediakan layanan yang profesional dan menjaga kerahasiaan informasi pribadi siswa dan remaja.
4. Bertujuan mencegah kehamilan dini dan penyakit menular seksual
Freepik
Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam PP, kebijakan ini dilatarbelakangi oleh upaya untuk mengurangi angka kehamilan di luar nikah serta penyebaran penyakit menular seksual di kalangan pelajar dan remaja. Data menunjukkan bahwa kurangnya pendidikan dan akses terhadap alat kontrasepsi menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan masalah ini.
Dengan menyediakan akses terhadap alat kontrasepsi dan edukasi yang tepat, diharapkan angka kehamilan dini dan penyebaran penyakit menular seksual di kalangan remaja dapat ditekan. Hal ini pada gilirannya dapat membantu mengurangi angka putus sekolah akibat kehamilan dan meningkatkan kesejahteraan remaja secara keseluruhan.
5. Menuai respons pro dan kontra di masyarakat
Freepik
Kebijakan penyediaan alat kontrasepsi untuk siswa dan remaja ini telah menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Beberapa pihak, seperti yang disampaikan oleh anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani Aher, mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini bisa disalahartikan sebagai pembolehan seks bebas di kalangan remaja.
Di sisi lain, pendukung kebijakan ini berpendapat bahwa edukasi dan akses terhadap alat kontrasepsi justru dapat membantu remaja membuat keputusan yang lebih bertanggung jawab terkait kesehatan reproduksi mereka. Perbedaan pandangan ini menunjukkan perlunya sosialisasi yang lebih luas dan diskusi terbuka mengenai implementasi kebijakan ini agar dapat diterima dan berjalan efektif di masyarakat.
Nah, seperti itulah penjelasan terkait beberapa fakta penyediaan alat konstrasepsi untuk siswa dan remaja. Menurut Mama, bagaimana langkah pemerintah dengan kebijakannya yang satu ini?