Lawan Herd Stupidity untuk Menekan Penyebaran Varian Virus Covid-19
Sama-sama belajar dan memahami, yuk ketahui bahwa Covid-19 belum usai
24 Juni 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Dengan tercatatnya 10 juta dosis vaksin Covid-19 buatan Sinovac yang telah diberikan kepada masyarakat Indonesia per Minggu (20/06/21), Presiden RI Joko Widodo mengharapkan terciptanya herd immunity di mana semua masyarakat menjadi kebal terhadap serangan virus Covid-19 setelah melakukan vaksinasi.
Namun kenyatannya, pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono justru meragukan kondisi tersebut mampu tercipta dalam waktu dekat.
Alih-alih mencapai herd immunity, Pandu menyebutkan bahwa Indonesia sudah lama mengalami herd stupidity yang berarti ‘kebodohan berkelompok/bersama’.
Bukan tanpa alasan adanya istilah herd stupidity disebutkan. Hal ini lantaran menurut Pandu, baik pemerintah maupun masyarakat, masih sama-sama acuh dalam memahami virus corona, bahkan masih banyak yang menyangkan keberadaan virus itu sendiri.
Melalui obrolan santai yang dilakukan dr. Devina Natsaya melalui Instagram Live pada Rabu (23/06) malam bersama dr. Hunied Kautsar (Master of Public Health & Postdoc Fellow Johns Hopkins Bloomberg SPH), keduanya mengajak masyarakat Indonesia untuk sama-sama melawan herd stupidity.
Lantas, apa saja yang bisa dilakukan guna melwan istilah yang ramai diperbincangkan tersebut? Berikut Popmama.com telah merangkum informasi selengkapnya.
1. Mengenal varian virus corona Delta
Dalam sesi obrolan yang dilakukan dr. Devina Natasya dan dr. Hunied Kautsar, keduanya memulai dengan membahas varian terbaru virus corona yakni Delta. Di mana varian baru tersebut saat ini disebut sebagai varian yang lebih mengkhawtirkan.
Dalam penjelasannya, dr. Hunied menyebutkan, "Jadi memang varian Delta ini sempat disebut triple mutasi. Sifat virusnya juga mutasi, jadi macam-macam, makanya (lebih) mengkhwatirkan dari varian lain."
Menurutnya, berdasarkan data penelitian yang ada, varian Delta disebut jauh lebih cepat menularkan infeksi dibandingkan dengan virus corona awal yang datang pertama kali dari Wuhan, China.
Tak hanya itu, varian lainnya yakni varian Alfa yang pertama kali muncul di Inggris juga menurutnya tetap lebih berinfeksi varian Delta.
"Tipe Alfa 40-90% lebih berinfeksi dari pada varian corona yang pertama kali di Wuhan. Delta itu bisa 40-60% lebih befinfeksi dari pada varian Alfa," tambahnya.
Adapun data lain yang disampaikan dr. Hunied menunjukkan bahwa pasien dengan infeksi varian Delta jauh lebih banyak masuk rumah sakit atau kasus parahnya lebih tinggi dari varian corona lainnya.
2. Varian Delta menular lebih cepat, benarkah?
Seperti penjelasan dr. Hunied sebelumnya, jika ditarik logika dan kesimpulan dari bahayanya kasus varian Delta dari varian lainnya, ia menyebutkan, "Delta tingkat penularannya jauh lebih tinggi dari varian lain, jadi bisa diilustrasikan lebih cepat menular."
Menanggapi hal tersebut, dr. Devina pun menambahkan bahwa semakin cepat penularan varian Delta membuat masyarakat diharapkan untuk tetap memerhatikan protokol kesehatan yang ada. Ia menekankan, "Berarti intinya di mana pun kita, harus (tetap) menerapkan prokes sama 5M itu."
Editors' Pick
3. Penggunaan double masker
Saat ini, penggunaan double masker mulai digalakan oleh para tenaga medis. Bahkan, dr. Devina dan dr. Hunied juga menyebutkan bahwa WHO dan CDC menganjurkan penggunaan double masker untuk menekan penyebaran kasus baru.
Penggunaan dua masker sekaligus mungkin membuat banyak orang merasa tidak nyaman. Namun hal ini perlu diperhatikan, sebagaimana penjelasan dr. Hunied, "Memang engap, makanya nggak disarankan dua masker medis sekaligus, (baiknya) masker medis di-double masker kain, kemudian masker medisnya diikat."
Ikut menggalakan penggunaan double masker, dr. Devina menegaskan, "Efektifitasnya (penggunaan double masker) bisa 80 persenan jika masker medis atau masker tiga lapis kemudian dilapisi lagi dengan masker kain. Kalau cuma masker medis, efektifitasnya hanya 30 persen, jadi masih kurang."
4. Permasalahan vaksin di kalangan masyarakat
Dalam penjelasannya, dr. Hunied juga menyampaikan bahwa jika virus lebih hebat dari imun tubuh seseorang, maka bisa saja imun tubuh akan kalah. Itulah mengapa imun tubuh perlu dilatih dengan adanya vaksinasi.
Namun nyatanya, masih banyak masyarakat yang menolak pemberian vaksin Covid-19. Hal ini karena banyaknya testimoni efek samping yang dirasakan, serta dapat membuat hasil Swab atau tes usap menjadi positif.
"Itu bisa terjadi (hasil Swab positif setelah vaksin), tapi bukan karena vaksinnya, karena coronanya. Bisa saja karena masih terlalu dekat jaraknya dari penyuktikan, sehingga antibodi di tubuh belum terbentuk dengan baik, akhirnya corona bisa masuk. Bisa juga karena corona sudah ada dari sebelum divaksinasi. Jadi sebelum divaksinasi itu masih fase inkubasi, virusnya sudah ada tapi belum cukup banyak dalam tubuh, akhirnya belum muncul," ungkap dr. Hunied.
5. Efek vaksinasi yang membuat cemas masyarakat
Adapun efek samping dari vaksin yang dirasakan seperti demam, nyeri pada bagian yang disuntik, menurut dr. Hunied dan dr. Devina itu adalah efek yang wajar terjadi. Menurut keduanya, itu pertanda tubuh sedang bereaksi terhadap vaksin dalam membentuk antibodi.
dr. Hunied pun menegaskan, "Jadi, hanya karena ada atau tidak adanya efek samping, nggak bisa kita jadikankan patokan ini vaksin jelek atau bagus, nggak. Memang sifatnya aja yang berbeda."
Menambahkan penjelasan tersebut, dr. Devina menyebutkan, "Tiap imunitas tubuh orang berbeda, jangan mundur untuk vaksin karena saat ini (melihat) kondisi negara kita seperti ini, jadi salah satu usaha untuk melawan corona ini ya salah satunya yaitu vaksinasi."
6. Mengingatkan untuk tidak acuh dengan pandemi
Guna melawan herd stupidity, keduanya kembali mengingatkan kepada seluruh masyarakat untuk tidak acuh. Dimulai dengan memerhatikan diri sendiri, jika merasa kontak dengan pasien terinfeksi dan bergejala, disarankan untuk lakukan pemeriksaan.
"Kalau nggak di Swab memang nggak ketahuan (terinfeksi atau tidak). Kalau memang ada riwayat kontak (dengan pasien positif), juga bergejala, periksalah. Kalau kita acuh, semuanya akan lebih buruk, nggak akan lebih mending. Karena kita acuh, orang lain justru bisa kena," ujar dr. Hunied.
Selain dengan menerapkan protokol kesehatan, serta melakukan vaksinasi sebagai pencegahan, dr. Devina pun menegaskan untuk tetap menjaga gaya hidup dengan olahraga teratur dan makan bergizi seimbang.
"Bagi yang masih ingin banget diet, tetap makan tiga kali sehari dengan kuantitas karbohidrat dan gula dikurangin. Kualitas ditingkatin dengan makan sayur, buah, minum air putih yang cukup," tambah dr. Devina.
Dengan memerhatikan hal-hal di atas, masyarakat diharapkan dapat membantu menekan penyebaran virus Covid-19 yang semakin bertambah setiap harinya.
Yuk, sama-sama lawan herd stupidity dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan yang ada, serta mulai menerapkan pola hidup sehat guna meningkatkan kekebalan imunitas tubuh.
Baca juga:
- Covid-19 Tak Kunjung Reda, 'Herd Stupidity' Menjangkit Indonesia
- Yuk Jangan Jadi Covidiot, Pahami Varian Virus Corona Delta!
- Mi Instan Hingga Apartemen Mewah, Ini 10 Imbalan Unik Vaksin Covid-19