KPAI Terima Laporan Para Siswa yang Mengeluh Tugas Terlalu Banyak
Merasa sudah tidak wajar, pelajar mengadukan tugas sekolah ke KPAI
20 Maret 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sedikitnya ada 51 laporan yang diterima oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) hingga pukul 12.00 WIB pada Kamis (19/3/2020) melalui kontak online.
Sejumlah siswa dari berbagai daerah mengadukan keluhan mereka mengenai tugas dari para guru yang sangat berat dan harus dikerjakan dengan deadline yang sempit. Padahal banyak tugas yang harus dikerjakan segera juga dari guru mata pelajaran lainnya.
"Kami kelelahan dan tertekan," ungkap anak-anak pengadu.
Pengadu berasal dari bermacam jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, dan SMA/SMK.
Adapun wilayah para pengadu diantaranya dari DKI Jakarta, Bekasi, Cirebon, dan Kuningan (Jawa Barat), Puwokerto dan Tegal (Jawa Tengah), Kediri dan Surabaya (Jawa Timur), Pontianak (Kalimantan Barat), dan Pangkal Pinang (Bangka Belitung), Tangerang dan Tangerang Selatan (Banten).
Berikut rangkuman Popmama.com selengkapnya.
Editors' Pick
1. Isi pengaduan para pelajar ke KPAI
KPAI melalui info tertulis menyampaikan isi pengaduan dari anak sekolah tersebut.
Pengadu dari Jakarta menceritakan bahwa gurunya memberikan tugas membuat film pendek dengan waktu hanya 2 hari dan harus diupload dengan minimal mendapatkan 200 like.
Sementara membuat film sampai proses edit tidak mungkin 2 hari bagi pelapor, apalagi dengan kondisi guru mata pelajaran lain juga memberikan berbagai tugas yang bahkan wajib di selesaikan hari itu juga.
Ada pengadu menceritakan kalau teman-temannya datang ke rumahnya karena tidak memiliki cukup kuota untuk mendengarkan pembelajaran dari gurunya.
Akhirnya, jadi bertemu banyak orang juga.
Padahal niatnya merumahkan anak-anak agar tidak berkontak dengan banyak orang, yang justru terjadi malah terpaksa belajar berkelompok karena masalah kuota dan akses internet.
Perangkat belajar online dan kuota memang menjadi salah satu masalah yang menjadi kendala bagi para pelajar selama proses belajar di rumah ini membutuhkan metode belajar online.
Pengadu lain menyampaikan bahwa anaknya sudah berada didepan laptop pukul 6 pagi karena ada gurunya yang akan menyampaikan tugas pukul 6 pagi tersebut.
Sementara tugas-tugas lain datang kemudian dan deadlinenya pendek. Akibatnya sang anak bahkan tak sempat sarapan dan baru makan jam 13,00 WIB.
Sang ibu khawatir hal tersebut malah menurunkan imun anaknya gegeara lelah dan telat makan.
Ada orangtua menyampaikan bahwa anaknya masih SD kelas 3 tetapi setiap hari dapat soal yang harus dikerjakan antara 40-50 soal.
Sementara itu, seorang siswa kelas VII SMP menyampaikan bahwa pada selasa (17/3/2020), dia mengerjakan soal dari jam 7 pagi hingga pukul 17 wib. Saat dia hitung total yang dia kerjakan mencapai 255 soal.
“Pak/Bu, maaf mengganggu. Saya hanya ingin mengeluh sedikit, semenjak adanya belajar online kami dituntut mengerjakan tugas yang waktu pengumpulannya tidak efektif. Apalagi setelah sekolah saya membagikan rapot dan para guru' memberikan tugas yang cukup banyak 13 pelajaran 13 LKS (Lembar kerja siswa) harus diisi semua dalam 2 minggu," lapor seorang pengadu.
"Setelah 2 minggu adanya pemberitahuan belajar online itu membuat tugas kita bertambah dan tidak wajar pak/bu. Ini sistemnya lebih parah daripada masuk sekolah, sekolah hanya masuk dari senin-jumat saja kalo ini bisa sampai minggu dan bisa merebut liburan kita,” tambahnya.
Ada siswa yang tensinya sampai naik gegara banyak tugas dan harus menggunakan telepon genggam mengerjakannya.
“Pak/bu, saya salah satu siswa dari Kuningan jawa barat, saya anak SMA kls 10 pak/bu tolong ya tugas sekolah yang saya harus kerjakan tidak seperti biasanya, padahal kalo sekolah lebih enak tugasnya, tapi sejak belajar dirumah tugas nya melebihi seperti sekolah, sampai tensi saya naik pak/bu 180/100, padahal usia saya masih 16 tahun, tapi anak seeumuran saya sudah kena darah tinggi,tensi saya naik karena saya menghadap ke telepon genggam terus selama berjama-jam untuk mengerjakan tugas-tugas”, keluh seorang siswa pengadu.
2. Rekomendasi KPAI
Setelah menerima pengaduan dengan berbagai kondisi, akhirnya KPAI membuat rumusan sebagai rekomendasi untuk para anak dan orangtua yang disampaikan oleh Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan.
1. KPAI mendorong pihak akademisi terkait proses Home Learning
KPAI mendorong para pemangku kepentingan di pendidikan membangun rambu-rambu untuk para guru sehingga proses home learning ini bisa berjalan dengan menyenangkan dan bermakna buat semua, bukan jadi beban yang justru tidak berpihak pada anak, bahkan bisa mempengaruhi kesehatan fisik dan mentalnya.
Hal ini harus diwaspadai karena bisa menurunkan imun anak-anak. Selama para siswa dirumah, jangan terlalu bebani dengan tumpukan tugas yang sangat banyak.
Hal demikian hanya membuat mereka cemas dan terbebani, yang berpengaruh pada melemahnya sistem imun (kekebalan tubuh), yang bedampak pada mudahnya serangan virus.
2. Perhatikan imun dan kesehatan anak
Sebaiknya jadikan pembelajaran daring sebagai sarana untuk saling memotivasi, menumbuhakan rasa ingin tahu anak, mempererat hubungan dan saling membahagiakan.
Ketika kondisi bahagia, maka sistem imun akan menguat.
Dalam kondisi seperti ini, kompetensi akademik bukan merupakan prioritas tapi yang jadi prioritas adalah kompetensi survive (bertahan hidup) dan saling mengingatkan untuk hidup sehat dan selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar.
3. Harapan dari kegiatan Home Learning dan Online Learning
Home Learning dan Online Learning yang diharapkan itu adalah, para guru dan siswa berinteraksi secara virtual. Adanya interaksi seperti hari-hari biasa normal. Bedanya, interaksinya sekarang ini secara virtual. Itu saja.
Bukan sekedar memberi tugas-tugas online. Bukan itu yang diharapkan siswa dan orang tua.
Para guru harus keluar dari kebiasaan bahwa tugas ke siswa sama dengan memberi soal. Banyak kreativitas lain yang justru menimbulkan semangat dan mengasah rasa ingin tahu anak-anak.
Para guru disarankan memberikan tugas tidak melulu dalam bentuk soal, namun bisa penugasan yang menyenangkan, misalnya membaca novel tertentu atau buku cerita apa saja selama 3 hari, kemudian menuliskan resumenya.
Atau penugasan parktik berupa percobaan membuat hand sanitizer dengan guru terlebih dahulu memberikan cara dan bahan-bahan yang dibutuhkan, lalu proses dan hasilnya di foto.
Bisa juga anak-anak SD di minta untuk mengurus satu tanaman dan menceritakan nama tanamannya, bentuk dan warna daun, spesiesnya, dll (bisa di cari di goole), penugasan tsb dapat mengasah rasa ingin tahu anak-anak untuk memcari jawabannya.
Guru harus kreatif dalam memberikan penugasan
4. Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah tidak perlu menekan laporan dari para guru
Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah tidak perlu menuntut setiap hari para guru wajib melaporkan proses pembelajarannya dan hasil dari bekerja dari rumah, karena para guru jadi “menekan” para siswanya juga untuk mengerjakan tugas-tugasnya.
Atasan para guru dan para birokrat pendidikan harus memberikan kepercayaan kepada para guru dalam melaksanakan proses pembelajaran kepada para siswa dan laporan proses tersebut diserahkan pada saat masuk kembali di hari ke-15 nanti.
Kalau guru tidak ditekan maka sang guru juga tidak akan menekan muridnya juga. Guru dan murid harus tetap dijaga agar terus bahagia dan sehat.
3. Peran orangtua dalam mengawal proses belajar di rumah selama virus corona merebak
Demi menjaga kesehatan anak di masa sulit seperti saat ini, orangtua berhak menyampaikan kendala yang dialami anak selama proses belajar di rumah berlangsung.
Nantinya, pihak pengajar dan pimpinan di sekolah akan lebih mengerti mengenai kapasitas anak didiknya.
Tidak bisa memaksakan diri anak, sementara anak juga sedang beradaptasi dengan kondisi seperti sekarang ini.
Kapasitas anak bukan sekadar kemampuan belajar dan mengerjakan tugas saja, tapi bagaimana kondisi dan kemampuan orangtua dalam memfasilitasi perangkat belajar anak.
Semoga rekomendasi KPAI ini dapat menekan jumlah pengaduan anak mengenai jumlah tugas sekolah yang tidak wajar. Sehingga proses belajar-mengajar tetap bisa berjalan secara efektif.
Baca juga:
- Cara Mendidik Anak Laki-laki agar Memperlakukan Perempuan dengan Baik
- Jangan Salah, Ini Perbedaan Social Distancing, Karantina, dan Isolasi
- Prihatin, Wali Kota Bogor Bima Arya Positif Virus Corona