Penting! Lakukan Ini Saat Melihat Gejala Skizofrenia pada Anak
Skizofrenia, salah satu bentuk penyakit mental ini juga bisa terjadi pada anak. Begini gejalanya!
15 Januari 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Skizofrenia adalah salah satu bentuk gangguan mental yang ditandai dengan adanya gangguan dalam pemikiran, emosi dan perilaku. Gejalanya sendiri dapat dibagi 3, yaitu gejala positif, gejala disorganisasi dan gejala negatif.
Banyak sekali gejala yang bisa menunjukkan, apakah seseorang menderita skizofrenia. Apakah si kecil mengalami ini?
Lebih lanjut Mama mesti mengetahui penjelasan seputar 3 tipe gejala skizofrenia yang telah Popmama.com rangkum berikut ini, data orang yang terkena penyakit ini dan berikut ini.
1. Gejala positif dari skizofrenia
Gejala positif skizofrenia tidak bisa diartikan bahwa ini membawa manfaat atau bersifat adaptif. Gejala positif skizofrenia karena ini ditandai dengan adanya respon menyimpang seperti mendengar suara yang kenyataannya tidak ada. Hanya penderita skizofrenia saja yang merasa mendengarnya.
Gejala positif dari skizofrenia yang perlu diketahui antara lain:
- Delusi: adalah sesuatu yang diyakini dan dianggap benar, tetapi umumnya sangat tidak mungkin dikatakan benar. Delusi bersifat personal, tidak dibagikan dengan orang lain. Selain itu delusi juga tidak koheren antara satu sama lain.
- Halusinasi: Halusinasi adalah pengalaman persepsi yang tidak nyata. Melihat suatu bentuk, sementara sebenarnya tidak ada apapun yang bisa terlihat.
2. Gejala disorganiasasi skizofrenia
Gejala disorganisasi dari skizofrenia yang perlu diketahui antara lain:
- Disorganisasi pikiran dan perkataan: yakni kecenderungan untuk berkata atau berpikir secara tidak koheren dan tidak berkaitan antara satu topik dengan topik yang lainnya.
- Disorganisasi perilaku: menampilkan perilaku yang tidak sesuai atau tidak biasa.
Editors' Pick
3. Gejala negatif skizofrenia
Gejala negatif dari skizofrenia adalah kehilangan atau penuruna fungsi pada beberapa domain diantaranya:
- Affective flattening: Seorang dengan kondisi ini berbicara dengan nada yang monoton, menghindari kontak mata dengan orang lain, ekspresi wajah tidak berubah. Biasanya bahasa tubuhnya juga tidak responsif.
- Alogia: Seorang dengan kondisi ini tidak memulai pembicaraan dengan orang lain dan ketika ditanya secara langsung tidak akan menjawab.
- Asociality: Seseorang dengan skizofrenia mungkin tidak memiliki banyak teman, keterampilan sosialnya buruk dan umumnya memiliki sedikit minat untuk bersama orang lain.
- Avolition: Seorang dengan kondisi ini memiliki masalah dalam menyelesaikan tugas, tidak terorganisir, tidak hati-hati atau ceroboh, juga sulit untuk bisa termotivasi.
- Unhedonia: Seseorang dengan skizofrenia memiliki kemampuan yang minim dalam mengantisipasi kesenangan dan kurang pintar dalam menikmati kesenangan.
4. Data penderita skizofrenia di Indonesia
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, dan Indonesia tidak luput dari kondisi yang sama.
Menurut data WHO (2016), tercatat 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 47,5 juta terkena dimensia, serta 21 juta terkena skizofrenia.
Menurut penjelasan depkes.go.id, di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial yang penuh dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa masih terus bertambah. Ini dapat berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia dalam jangka panjang.
Menurut data dari Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Sementara itu prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.
Baca juga: Ma, Cegah Stunting Pada Anak dengan Datang Ke Pekan Koseling Gizi Yuk!
5. Apakah orang dengan skizofrenia bisa dibilang gila?
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menyebut gangguan mental yang secara awam dikenal dengan kata “gila”.
Namun, kata “gila” juga tidak tepat untuk menyebut seseorang dengan gangguan mental sehingga diharapkan untuk tidak mengatakan hal demikian. Cukup dikatakan sebagai orang dengan penderita skizofrenia atau penyandang gangguan mental saja dalam menyebutnya.
Skizofrenia sendiri ditandai dengan adanya gangguan dalam pemikiran, emosi, dan perilaku bahkan bagi yang belum parah hanya terlihat di salah satunya saja.
Pikirannya tidak teratur karena banyaknya ide-ide yang tidak berhubungan secara logis. Persepsi dan perhatiannya salah fokus, kurangnya ekspresi emosional atau kadang-kadang ekspresi yang tidak pantas, dan gangguan dalam gerakan dan perilaku, seperti penampilan yang kusut adalah beberapa gejala skizofrenia.
6. Apa yang perlu dilakukan jika melihat anak kita mengalami gejala skizofrenia?
Skizofrenia ini tidak hanya bisa terjadi pada orang dewasa, melainkan juga pada anak-anak. Jika Mama melihat gejal ini pada anak mama, sebaiknya segera konsultasikan ke dokter terkait.
Bagi penderita skizofrenia, pengobatan yang akan diberikan adalah dengan memberikan obat-obatan yang dibarengi dengan terapi psikologis. Penderita skizofrenia akan diberi terapi multi tersebut selama beberapa waktu berikut pendampingan berupa konseling.
Selain konseling dengan dokter untuk memperbaiki keadaan mental penderita skizofrenia, dibutuhkan dukungan penuh dari keluarga.
Adapun obat yang biasa diresepkan dalam kasus skizofrenia adalah antipsikotik.
Antipsikotik bekerja dengan cara memengaruhi zat neurotransmiter di dalam otak yang memengaruhi serotonoin dan dopamine. Pada penderita penyakit ini, obat jenis ini bisa menurunkan agitasi dan rasa cemas, menurunkan atau bahkan mencegah halusinasi dan delusi, serta membantu menjaga kemampuan berpikir dan mengingat.
Semua diberikan dengan takaran dosisi tertentu sesuai hasil observasi dokter setelah menjalani pemeriksaan panjang dan sesi wawancara ke penderita skizofrenia.
Antipsikotik bisa digunakan dalam dua cara, yaitu oral yang dalam bentuk pil dan satunya lagi berupa suntik.
Pada pasien yang mudah diatur, dokter akan memberikan pil antipsikotik. Namun pada pasien yang menolak diberikan obat dan memberikan perlawanan pada pengobatan, terpaksa harus disuntik.
Pada pasien yang mengalami agitasi, dokter biasanya akan memberikan benzodiazepine terlebih dahulu sebelum menyuntikkan antipsikotik. Ini dilakukan untuk memberi efek menenangkan pada pasien.
Jika tingkat skizofrenia sudah parah, biasanya penderitanya akan melakukan perilaku tidak terduga seperti bentuk perlawanan saat proses pengobatan. Mereka juga tidak mengakui jiwanya sakit dan perlu menjalani pengobatan.
Untuk menghadapi ini, bersikaplah lebih tenang. Jika ada kekerasan maka penderita skizofrenia akan semakin melawan dan sulit dikendalikan.
Baca juga: Stres dan Komplikasi saat Hamil Sebabkan Skizofrenia pada Anak?