Kasus Kanker Paru Meningkat, Bukan Perokok Juga Bisa Terkena
Kasus kanker paru di Indonesia meningkat menempati posisi tiga
28 November 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kanker paru merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Melansir World Cancer Research Fund International, terdapat lebih dari 2,2 juta kasus baru kanker paru pada tahun 2020.
Di Indonesia sendiri, Kemenkes mencatat jumlah kasus kanker paru meningkat dengan menempati posisi ketiga sebanyak 8,8%, setelah kanker payudara (16,6%), dan kanker serviks (9,2%).
Mirisnya, kanker paru juga bisa menimpa orang-orang yang bukan perokok termasuk perokok pasif. Mereka merupakan kelompok risiko tinggi untuk kanker paru.
Simak informasi lengkapnya yang telah Popmama.com rangkum seputar kasus kanker paru meningkat, bukan perokok juga bisa terkena.
1. Kasus kanker paru di Indonesia
Kementerian Kesehatan mencatat, kanker paru menjadi jenis kanker dengan kasus kematian paling tinggi di Indonesia. Sebanyak 34.783 orang terdiagnosis dan 30.483 di antaranya meninggal dunia.
Angka kematian dapat mencapai 43.900 kasus pada tahun 2030 jika tidak ada peningkatan terhadap diagnosis dan penatalaksanaan kanker paru. Insiden kanker paru termasuk meningkat pada usia 70 tahun, namun rendah di bawah usia 40 tahun.
"Setiap tahun ada 34 ribu kasus baru, kematiannya menjadi perhatian kita banget karena kematian hampir 88 persen dari 34 ribu, dilaporkan meninggal 30 sampai 31 ribu," ungkap dr. Siti Nadia Tarmizi, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia saat konferensi pers pada Selasa (28/11/2023) di Jakarta.
Editors' Pick
2. Deteksi dini kanker paru
Deteksi dini mejadi langkah awal yang sangat penting. Dokter Siti menjelaskan, Kemenkes terus mengupayakan deteksi dini untuk meningkatkan kualitas hidup pasien kanker paru dan menekan angka kasus kematian.
Lebih lanjut, Prof. dr. Elisna Syahruddin, Ph.D, Sp.P(K) selaku Pakar Onkologi Toraks RSUP Persahabatan dan Ketua Association Study of Thoracic Oncology menjelaskan, kini tersedia deteksi mandiri yang bisa dilakukan pasien kanker paru melalui Puskesmas.
"Ada deteksi dini yang mandiri, jadi pasiennya sendiri bisa deteksi dirinya sendiri. Kemudian, kalau dia punya risiko, dia datang ke Puskesmas, Puskesmas membuat lebih detail. Pertama, datang ke Puskesmas, Puskesmas melihat lagi jika 'iya' maka dirujuk ke dokter spesialis paru," tutur dokter Elisna.
Dokter Elisna juga menyebut saat ini, baru pemeriksaan EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor) yang telah dijamin oleh BPJS Kesehatan, namun terbatas pada jenis sel tertentu. Sementara, pemeriksaan lain seperti ALK, PD-L1, ROS-1 belum dijamin.
3. Faktor risiko tinggi kanker paru
Insiden kanker paru meningkat sampai usia 70-an tahun. Walaupun begitu, pemerintah melalui Kemenkes telah menyediakan program screening yang dijamin oleh BPJS Kesehatan.
"Faktor risiko tinggi usia 45 sampai 71, kita masukkan dalam program screening itu sudah kita masukkin di BPJS, yang kedua, dia itu perokok aktif atau bekas rokok belum sampai 15 tahun berhentinya dan termasuk perokok pasif," ungkap dokter Elisna.
Jika kanker paru rentan untuk orang-orang yang merokok termasuk perokok pasif. Nyatanya, keluarga dengan riwayat kanker paru juga berisiko terkena penyakit ini, namun bukan bersifat keturunan.
"Ternyata dari data, kalau keluarga punya riwayat kanker paru, dia itu berisiko, bukan berarti keturunan tetapi kerentanan. Jika keluarganya ada kanker paru dia lebih rentan, makanya dia harus meng-screening. Jadi, tiga faktor itu yang disebut faktor kelompok risiko tinggi untuk kanker paru-paru," tambahnya.
4. Gejala kanker paru
Gejala kanker paru memiliki kemiripan dengan penyakit gangguan pernapasan pada umumnya. Dokter Elisna menjelaskan, salah satu gejala umum yang dialami pasien kanker paru adalah batuk.
Batuk menjadi gejala awal, namun batuk di sini merupakan batuk yang berkelanjutan atau tidak ampuh diobati. Gejala lain juga berupa batuk berdarah, sesak napas, sakit dada, suara sesak, sulit menelan, hingga benjolan di area pangkal leher.
Jika Mama mengalami gejala-gejala tersebut, segera lakukan pemeriksaan dini ke dokter. Upayakan gaya hidup sehat untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mencegah penyakit kanker paru.
5. Pengobatan kanker paru
Pengobatan kanker paru bergantung pada jenis kankernya, stadium penyakit, kesehatan umum pasien, dan faktor-faktor lainnya. Pengobatan kanker paru biasanya meliputi
- Operasi: Jika kanker terlokalisasi, mungkin dilakukan pembedahan untuk mengangkat tumor atau bahkan sebagian atau seluruh paru-paru.
- Kemoterapi: Digunakan untuk mengobati NSCLC stadium lanjut, ketika sebagian besar kasus terdiagnosis. Pada stadium lanjut ini, kanker telah menyebar ke bagian tubuh lain dan pembedahan bukan lagi pilihan yang tepat. SCLC lebih responsif terhadap kemoterapi, namun ada kemungkinan tumor menjadi resisten.
- Radioterapi: Radioterapi menghasilkan sinar X berenergi tinggi yang dapat menghancurkan sel kanker. Radioterapi dapat dikombinasikan dengan kemoterapi.
- Terapi target: Penggunaan obat-obatan yang dirancang untuk menargetkan spesifik perubahan genetik atau molekuler dalam sel kanker tanpa merusak sel sehat.
Nah, itu dia informasi seputar kasus kanker paru meningkat, bukan perokok juga bisa terkena. Semoga bermanfaat.
Baca juga:
- 5 Cara Sehat Mengonsumsi Makanan untuk Orang dengan Kanker Paru-Paru
- Dampak Polusi Udara bagi Paru-Paru dan Cara Tetap Sehat
- 9 Makanan yang Menyehatkan Paru-Paru di Kala Polusi Udara