Stunting masih menjadi permasalahan bagi Indonesia. Dilansir dari website resmi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), awal tahun 2021, Pemerintah Indonesia menargetkan angka Stunting turun menjadi 14 persen di tahun 2024. Presiden Joko Widodo menunjuk Kepala BKKBN, Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG. (K) menjadi Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting.
Menurut Dokter Hasto, angka stunting tersebut disebabkan berbagai faktor kekurangan gizi pada bayi. Ia mengatakan diantara 5 juta kelahiran bayi setiap tahun, sebanyak 1,2 juta bayi lahir dengan kondisi stunting.
Stunting disebabkan karena kurangnya gizi sejak masa kehamilan. Saat ini, bayi lahir saja sudah 23% prevalensi stunting. Kemudian setelah lahir, banyak yang lahirnya normal tapi kemudian jadi stunting hingga angkanya menjadi 27,6%. Artinya dari angka 23% muncul dari kelahiran yang sudah tidak sesuai standar.
Dilansir dari bkkbn.go.id, hal lain yang menyebabkan stunting adalah sebanyak 11,7% bayi terlahir dengan gizi kurang yang diukur melalui ukuran panjang tubuh tidak sampai 48 sentimeter dan berat badannya tidak sampai 2,5 kilogram.
Tingginya angka stunting di Indonesia juga ditambah dari bayi yang terlahir normal akan tetapi tumbuh dengan kekurangan asupan gizi sehingga membuat anak menjadi stunting. "Yang lahir normal pun masih ada yang kemudian jadi stunting karena tidak dapat ASI dengan baik, kemudian asupan makanannya tidak cukup," ungkap Hasto.
Melihat permasalahan stunting, peran keluarga terlihat sangat penting untuk membuat anak tumbuh normal dan cukup gizi.
Dalam merayakan Hari Keluarga Nasional 2021 (Harganas 2021) yang bertema Keluarga Keren Cegah Stunting, Ikatan Psikolog Klinis Indonesia, BKKBN, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia mengadakan talkshow berjudul Peran Keluarga dalam Penanggulangan Stunting pada Selasa (29/6).
Dalam acara ini, dihadiri oleh Prof. Dr. dr. Hartono Gunardi , Sp.A (K) selaku Ketua Satgas Stunting IDAI. Dalam presentasinya ia menjelaskan mengenai pengertian Stunting.
Apa Itu Stunting?
Menurut Dr. dr. Hartono stunting adalah isu nasional bahkan hingga dunia. Stunting merupakan permasalahan pada anak dimana tinggi atau panjang badan anak terhadap usianya itu kurang dari yang ditentukan WHO (kurang dari 2SD median kurve).
"Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan karena malnutrisi kronis artinya gangguan kurang gizi yang menahun, infeksi kronis, dan psikososial tak memadai yang ditandai dengan tinggi/panjang terhadap usia. Kita bisa mengetahuinya bedasarkan kurve pertumbuhan yang direkomendasikan WHO, jika terdapat minus 2SD," ungkapnya.
2. 1000 Hari pertama sangat penting dalam pertumbuhan anak
Dok. Youtube Ikatan Psikolog Klinis Indonesia
Dr. dr. Hartono menjelaskan bahwa periode emas bagi anak sangat penting untuk diperhatikan oleh orangtua demi menumbuhkan anak bebas stunting dan gizi terpenuhi.
"Dari berbagai penelitian, 1000 hari pertama kehidupan menjadi periode emas anak. Dimulai dari terbentuknya janin hingga anak usia 2 tahun," ujarnya.
Dr. dr. Hartono menambahkan, jika pada 1000 hari pertama tidak diasupi gizi yang baik maka terdapat gangguan yang memengaruhi hal yang bisa berefek jangka pendek dan panjang.
"Efek jangka pendeknya seperti perkembangan otak, pertumbuhan fisik, perkembangan organ metabolik tidak akan optimal. Sedangkan efek jangka panjangnya adalah kemampuan kognitif menurun, bisa stunted fisiknya, dan karena perkembangan organ metabolik tidak akan optimal bisa membuatnya memiliki diabetes, obesitas, sakit jantung, hingga stroke saat ia tumbuh dewasa kelak," tambahnya.
Editors' Pick
3. Dampak psikologis jika anak perkembangan kognitifnya tak optimal
Freepik/senivpetro
Dr. Indria L Gamayanti, M.Si., Psikolog Ketua IPK Indonesia mengatakan permasalahan perkembangan kemampuan kognitif yang dialami anak saat 1000 hari pertama akan menimbulkan permasalahan lainnya.
"Permasalahan emosi, kemampuan anak dalam bersosialisasi, masalah motorik, saya kira semua akan mengikuti. Ketika anak bermasalah, maka akan memengaruhi keadaan psikologis orangtuanya, seperti Papa dan Mamanya."
"Di Indonesia menganut extended family, maka tidak bisa dipungkiri keluarga besar juga akan bermasalah. Artinya, hubungan dalam keluarga akan terganggu seperti munculnya permasalahan bersalah dan ada juga yang merasa disalahkan, hal ini membuat situasi yang kurang menyenangkan," ujarnya.
4. Kekurangan zat gizi akan membuat anak bisa berpotensi stunting
Freepik
Dalam 1000 hari pertama perkembangan anak, keluarga menjadi garda terdepan dalam menumbuhkan anak agar bebas stunting.
Prof. Dr. dr. Hartono mengatakan hal yang harus diperhatikan dalam sisi medis adalah pemenuhan gizi bagi anak. "Sebelumnya kita mengenal 4 sehat 5 sempurna, pemenuhan gizi seperti protein, karbohidrat, lemak, menjadi gizi yang penting untuk anak."
Disamping itu, Zat gizi mikro atau mikronutrien menjadi unsur penting yang dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah yang bervariasi sepanjang hidup untuk mengatur berbagai fisiologis untuk menjaga kesehatan.
"Mikronutrien begitu penting dalam mendukung kemampuan kognitif kita. Selanjutnya pemenuhan makanan dengan kandungan Zinc, seperti dalam ikan laut," katanya. Zat gizi yang kurang bisa membuat anak tumbuh tidak optimal.
5. Waspada jika anak mengalami infeksi menahun
Freepik/pvproductions
Prof. Dr. dr. Hartono ungkap kebutuhan lainnya yaitu keluarga harus mewaspadai infeksi yang menahun terjadi pada anak seperti TBC, diare berulang, dan penyakit lain.
"Ketika melihat anak diberi makan muntah terus, kita orangtua harus waspada, tandanya ada masalah yang membuat gizinya tak masuk dengan baik," tambahnya.
6. Faktor psikologis yang bisa memengaruhi anak bisa tumbuh stunting
Freepik
Berbicara mengenai stunting, tidak terlepas dari proses memberikan makan. Menurut Dr. Indria L Gamayanti, M.Si., melihat berbagai faktor dari perilaku makan adalah ada 4 faktor:
1. Faktor Makanan
Jika bayi masih diberikan ASI, maka kualitas ASI menjadi hal yang utama yang harus diperhatikan. "Ketika anak sudah makan, makanan selain ASI, komposisi gizi menjadi sesuatu yang penting," kata Prof Gama.
2. Kondisi Anak
Untuk mengetahui kesehatan anak, kondisi fisik dan psikologis perlu diperhatikan. "Bukan hanya memeriksa anak secara fisik, orangtua juga harus perhatikan psikologisnya. Saat masa pengasuhan, apakah anak merasa bahagia, senang, dan ini menjadi indikasi perilaku proses pemberian makan."
3. Kondisi orangtua
Kembali lagi, ketika orangtua dihadapkan dengan berbagai tekanan yang menginginkan anak tumbuh sempurna seringkali penerimaan dari berbagai pakar gizi menjadi salah kaprah. Tak sedikit orangtua yang menelan bulat-bulat berbagai saran dari keluarga mengenai pemenuhan gizi anak. Padahal, belum tentu itu yang terbaik. "Kadang pengetahuannya bagus, tapi proses pemberian makannya kurang tepat karena saking ingin anak bisa makan, bisa jadi terdapat permasalahan saat memberikan makan."
4. Faktor lingkungan/sosial
"Lingkungan dan sosial sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Apalagi ketika orang-orang sekitar memberikan saran yang mungkin baik niatnya, tapi belum tentu sesuai dengan keadaan anak kita. Lingkungan fisik, polusi udara, polusi suara, dan keadaan air juga akan memengaruhi stunting pada anak," kata Dr. Indria.
Melihat faktor kesehatan dan psikologis sangat berkaitan erat dalam mengupayakan anak tumbuh optimal dan stunting, keluarga bukan hanya orangtua, nenek, kakek, paman, dan bibi ternyata punya peran berharga.
Meski berada dalam extended family, Papa dan Mama menjadi orang paling penting yang menentukan anak bisa mencapai masa emasnya dengan baik.
Lakukan konsultasi pada ahlinya, selalu ingat untuk memantau perkembangan anak sesuai kurva WHO, dan cobalah untuk menjalani pengasuhan dengan rasa bahagia untuk membuat anak tumbuh bahagia. Ingat, anak adalah titipan Tuhan, maka maksimalkanlah kasih sayang dengan baik!