Bullying Akibatkan Indonesia Sulit Cetak Generasi yang Tangguh
Angka perundungan di Indonesia menyentuh angka 66 persen, atau pada setiap 1.187 anak
26 Juli 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Perundungan terhadap anak masih merupakan masalah yang serius dalam lingkungan pendidikan. Salah satu penyebab meningkatnya kasus perundungan pada anak adalah kurangnya kesadaran akan bahayanya. Demikian disampaikan oleh Save The Children Indonesia dalam analisis mereka tentang situasi perundungan yang masih berlangsung saat ini.
Berdasarkan riset yang dilakukan pada akhir tahun 2022 tentang Pemulihan Pembelajaran di 4 kota/kabupaten di Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur, ditemukan bahwa 66 persen atau 1.187 anak mengalami berbagai bentuk perundungan.
Berikut, Popmama.com sudah merangkum informasi selengkapnya, mengenai Bullying akibatkan Indonesia sulit cetak generasi tangguh.
Editors' Pick
1. Data perundungan anak di Indonesia
Menurut Selina Patta Sumbung, CEO Save the Children Indonesia, bentuk perundungan yang paling umum terjadi adalah ejekan, mencakup sekitar 92 persen dari total kasus. Bahkan, sekitar 37 persen anak pernah mengalami pemukulan.
Hasil riset yang sama juga mengungkapkan bahwa hanya 1 dari 4 anak atau sekitar 24 persen yang berani melaporkan pengalaman perundungan kepada orangtua mereka.
Sementara itu, ada 1 dari 3 anak atau sekitar 33 persen yang tidak melapor kepada siapa pun ketika mereka mengalami perundungan.
Selina menekankan, "Temuan kami mengenai kekerasan pada anak, terutama perundungan, sangat mengkhawatirkan karena menunjukkan bahwa anak-anak berada dalam lingkungan yang tidak aman, dan beberapa dari mereka bahkan takut untuk melapor kepada siapa pun. Hal ini mengancam keselamatan mereka!"
2. Dampak dari perundungan
Menurut Selina Patta Sumbung, dampak perundungan terhadap kesejahteraan dan pertumbuhan anak sangat signifikan. Jika tidak ditangani dengan baik, hal ini dapat menghambat upaya Indonesia menciptakan generasi tangguh dan berkualitas untuk Indonesia Emas 2045.
Selina menyatakan bahwa perundungan juga berkontribusi pada kegagalan pembentukan karakter anak yang tangguh dan adaptif. Temuan dari riset Save the Children menunjukkan bahwa 47 persen anak yang mengalami perundungan cenderung tidak memiliki teman.
"Sebanyak 28 persen bahkan mengaku tidak memiliki teman untuk belajar kelompok, dan hal ini menyebabkan motivasi anak untuk belajar menurun. Beberapa di antaranya bahkan terpaksa harus pindah sekolah atau putus sekolah," ujar Selina.
Penyebab meningkatnya angka perundungan ini, menurut Selina, termasuk kurangnya kesadaran atau pengetahuan mengenai perundungan dan dampaknya pada anak.
Selain itu, riwayat kekerasan seperti pengasuhan kasar, lingkungan sosial masyarakat, dan budaya yang permisif juga menjadi faktor penentu meningkatnya kasus perundungan.