Daftar UU soal Perlindungan Kekerasan terhadap Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran serius yang tidak boleh dibiarkan!
7 Desember 2024

Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kekerasan terhadap perempuan adalah masalah serius yang masih menjadi perhatian di banyak negara, termasuk Indonesia. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan sejumlah undang-undang untuk melindungi hak-hak perempuan dan mencegah terjadinya kekerasan.
Di Indonesia, terdapat sejumlah undang-undang kekerasan terhadap perempuan, termasuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Sementara itu, undang-undang pelecehan terhadap perempuan juga diatur dalam beberapa pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau Permen PPPA Nomor 2 Tahun 2022 tentang Standar Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak.
Namun, perlu diingat bahwa undang-undang hanyalah salah satu bagian dari solusi, dan diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak untuk menciptakan lingkungan yang aman dan setara bagi perempuan.
Berikut Popmama.com rangkum daftar UU soal perlindungan kekerasan terhadap perempuan.
Perlindungan kekerasan terhadap perempuan dalam revisi KUHP
KUHP mencakup sejumlah pasal tentang kekerasan terhadap perempuan. Dalam revisi yang disahkan pada 6 Desember 2022, definisi perkosaan telah disesuaikan dengan hukum internasional dan dihubungkan dengan UU TPKS untuk memastikan hak korban lebih terpenuhi.
Namun, Komnas Perempuan mengkritik revisi ini karena masih menghadirkan isu HAM, termasuk potensi overcriminalization yang bisa merugikan perempuan, terutama pembela HAM.
1. Pasal 172 KUHP
Pasal 172 KUHP tentang Kekerasan Terhadap Perempuan mendefinisikan pornografi sebagai segala bentuk representasi, seperti gambar, sketsa, ilustrasi, foto, suara, video, animasi, kartun, percakapan, gerakan tubuh, atau pesan suara lainnya, yang disampaikan melalui berbagai media komunikasi atau pertunjukan di tempat umum.
Konten pornografi ini mengandung unsur kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesopanan masyarakat. Eksploitasi seksual tersebut juga telah dijelaskan secara rinci dalam UU TPKS.