DVI: Identifikasi Korban Meninggal saat Bencana yang Harus Dipahami
Keluarga korban Sriwijaya Air harus menyerahkan data ke petugas DVI untuk identifikasi, apa saja?
11 Januari 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Akhir-akhir ini pasti mendengar kata DVI atau Disaster Victim Identification. DVI adalah prosedur identifikasi korban yang mengacu pada ketentuan Interpol.
Proses DVI ini biasanya digunakan untuk keperluan identifikasi korban bencana dan kecelakaan. Setidaknya ada 5 fase yang dilakukan dalam DVI.
Data-data unutk proses DVI tidak bisa didapatkan oleh petugas sendiri. Data ini harus diserahkan keluarga terduga korban untuk bisa identifikasi jenazah yang ditemukan petugas. Oleh karenanya, keluarga terduga korban wajib tahu hal-hal seperti ini.
Berikut Popmama.com rangkum informasi lengkapnya.
1. Fase dalam DVI untuk idenfitifikasi korban
Dikutip dari jurnal berjudul Identifikasi Korban Bencana Massal dalam Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences tahun 2012 menyebut ada 5 fase dalam indentifikasi DVI, yakni:
- The scene, yang merupakan fase pertama di mana tim awal yang datang ke TKP melakukan pemilahan antara korban hidup dan korban mati. Tim juga mengamankan barang bukti yang dapat mengarahkan pada pelaku apabila bencana yang terjadi merupakan bencana yang diduga akibat ulah manusia.
- Post mortem examination, di mana para ahli identifikasi, dokter forensik dan dokter gigi forensik melakukan pemeriksaan untuk mencari data post mortem sebanyak-banyaknya. Sidik jari, pemeriksaan terhadap gigi, seluruh tubuh, dan barang bawaan yang melekat pada mayat. Dilakukan pula pengambilan sampel jaringan untuk pemeriksaan DNA.
- Ante mortem information retrieval, yakni fase pengumpulan data ante mortem dimana ada tim kecil yang menerima laporan orang yang diduga menjadi korban. Tim ini meminta masukan data sebanyak-banyaknya dari keluarga korban. Data yang diminta mulai dari pakaian yang terakhir dikenakan, ciri-ciri khusus (tanda lahir, tato, tahi lalat, bekas operasi, dan lainlain), data rekam medis dari dokter keluarga dan dokter gigi korban, data sidik jari dari pihak berwenang (kelurahan atau kepolisian), serta sidik DNA apabila keluarga memilikinya. Apabila tidak ada data sidik DNA korban maka dilakukan pengambilan sampel darah dari keluarga korban.
- Reconciliation yakni fase ditemukannya kecocokan antara data Ante Mortem dan Post Mortem dengan kriteria minimal 1 macam ante mortem primer atau 2 macam ante mortem sekunder Di sini bilang dibilang proses identifikasi berhasil dilakukan baik dengan maksimal atau tidak.
- Debriefing adalah fase yang dilakukan 3-6 bulan setelah proses identifikasi selesai. Pada fase debriefing, semua orang yang terlibat dalam proses identifikasi berkumpul untuk melakukan evaluasi terhadap semua hal yang berkaitan dengan pelaksanaan proses identifikasi korban bencana, baik sarana, prasarana, kinerja, prosedur, serta hasil identifikasi.
Editors' Pick
2. Keluaraga korban disarankan menyerahkan data ante mortem primer
Ada beberapa hal penting yang dibutuhkan pertugas DVI dalam identifikasi korban bencana. Agar petugas bisa identifikasi korban dengan sigap melalui 5 fase di atas, salah satunya adalah fase ante mortem di mana tim DVI akan mengumpulkan data data fisik khas korban sebelum meninggal.
Jika ada kerabat atau keluarga yang menjadi korban bencana, maka ada hal-hal yang bisa dilakukan untuk membantu proses identifikasi lebih cepat. Pertama, bawa data ante mortem terduga korban yang berupa satu data primer atau dua data sekunder.
Data primer ante mortem bisa berupa tiga hal yaitu gigi, friction ridge analysis (sidik jari, telapak tangan/kaki) dan DNA. Banyak yang tak menyadari bahwa data-data rekam medis sangat mendukung identifikasi korban bencana. Salah satunya adalah gigi yang merupakan anggota tubuh manusia yang tak mudah terbakar atau ikut membusuk. Gigi bisa didapatkan dari informasi dokter gigi atau tempat praktek gigi yang biasa didatangi terduga korban (jika pernah).
Kemudian sidik jari bisa didapatkan dari riwayat mengurus berkas-berkas pribadi seperti SKCK, E-KTP, paspor dan catatan kepolisian. Bisa juga dari data biometrik (absen fingerprint kantor), barang-barang pribadi terduga korban. Atau sidik kaki biasanya digunakan pada korban bayi.
Terakhir adalah tes DNA jika korban ditemukan dalam potongan tubuh. DNA bisa diambil dari sampel darah atau biopsi dan objek personam terduga korban. Akan dicocokkan dengan sampel dari keluarga yang diambil dari sekaan pipi dalam dan darah. Namun, hal ini tidak bisa dilakukan pada korban yang tidak memiliki relasi seperti anak adopsi.