Fakta Badai Sitokin yang Dialami Deddy Corbuzier, Bisa Bikin Kritis!
Deddy mengalami badai sitokin setelah dinyatakan negatif dari Covid-19
23 Agustus 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Deddy Corbuzier memposting video yang menceritakan kesehatannya memburuk akibat Covid-19. Ia pun mengalami serangan badai sitokin. Kondisi itu membuat Deddy harus berhadapan dengan situasi hidup atau mati.
"Saya sakit.. kritis, hampir meninggal karena badai Cytokine. Lucunya dengan keadaan sudah negatif," ujar Deddy dikutip dari Instagramnya, Senin (23/8/2021).
Ia menjelaskan, salah satu alasan rehat dari media sosial beberapa waktu ke belakang adalah untuk recovery. Sebab, dampak dari badai sitokin itu sampai berpengaruh ke kondisi paru-parunya sekarang.
Papa dari Azka Corbuzier itu bisa selamat setelah kritis karena kebiasaan hidup sehatnya. Sebenarnya, istilah badai sitokin kerap muncul selama pandemi Covid-19. Namun faktanya, Covid-19 bukan satu-satunya pemicu badai sitokin ini.
Lantas apa badai sitokin dan seberapa bahanyanya penyakit ini? Berikut Popmama.com rangkum fakta badai sitokin yang dialami Deddy Corbuzier pasca negatif Covid-19.
1. Apa itu badai sitokin?
Cytokine storm atau badai sitokin adalah kondisi saat tubuh terus menerus memproduksi sitokin sehingga kerja sitokin pun tak terkendali. Sitokin sendiri sebenarnya protein pembawa pesan pada sistem kekebalan tubuh. Saat virus corona yakni SARS-CoV2 menyerang tubuh, sel darah putih akan merespons dengan memberikan pesan melalui produksi sitokin ini.
Pada kondisi normal, sitokin akan bergerak menuju jaringan yang terinfeksi, misalnya paru-paru dan bekerja sama dengan sel darah putih untuk melawan virus. Namun, kondisi ini akan berbeda saat badai sitokin terjadi.
Harusnya melawan virus, badai sitokin justru menyerang organ atau jaringan. Padahal virus sudah mati atau tak ada di tubuh. Inilah yang menjadi alasan badai sitokin kerap terjadi saat seseorang dinyatakan sudah sembuh dari Covid-19.
Pada kasus Deddy Corbuzier, ia menceritakan kalau ia mengalami badai sitokin setelah negatif dari Covid-19. Podcaster ini mengaku kalau paru-paru rusak hingga 60% dalam dua hari.
"Tanpa gejala apapun tiba tiba saya masuk ke dalam badai Cytokine dengan keadaan paru paru rusak 60% dalam dua hari. Jendral Lukman Waka RSPAD, dr. Wenny Tan hingga dr. Gunawan turun tangan semaksimal mungkin tuk menstabilkan keadaan saya keluar dr masa kritis," tutur Deddy di Instagramnya.
Editors' Pick
2. Penyebab badai sitokin
Dikutip Nature, salah satu penyebab badai sitokin muncul karena berkaitan erat dengan perubahan pantogen utama Covid-19.
Gejala medis yang muncul akibat badai sitokin yakni demam, sindrom kebocoran kapiler, koagulasi intravaskular diseminata, sindrom gangguan pernapasan akut, dan kegagalan multiorgan, yang pada akhirnya pada kasus yang paling parah bisa menyebabkan kematian.
Oleh karena itu, secara klinis penting untuk memahami jalur inisiasi dan sinyal badai sitokin untuk mengembangkan strategi pengobatan yang lebih efektif untuk Covid-19.
Badai sitokin juga erat kaitannya dengan berbagai kondisi kesehatan lain. Mulai dari sindrom genetik, penyakit autoimun, hingga infeksi seperti Covid-19.
Dikutip dari Very Well Health, selain Covid-19 ada jenis infeksi tertentu juga dapat memicu badai sitokin pada beberapa orang. Ada beberapa orang yang terkena badai sitokin karena infeksi bakteri yang berbeda dari virus Covid-19.
Salah satu yang cukup umum diteliti adalah cytokine storm akibat virus influenza A (penyebab flu biasa). Jumlah protein sitokin yang berlebihan bisa menyebabkan tingginya angka kematian selama pandemi influenza seratus tahun lalu.
Lalu, ada pula efek samping dari transplantasi organ dan sel induk, serta terapi leukemia dengan CAR-T yang berpotensi menghasilkan badai ini.
3. Gejala badai sitokin
Gejala badai sitokin tebrilang mirip seperti gejala Covid-19 yaitu sesak napas dan demam. Namun, badai sitokin bisa lebih parah. Beberapa orang memberikan gejala yang beragam tergantung dari kondisi tubuh seseorang tersebut.
Dikutip dari Very Well Health, berikut adalah beberapa gejalanya:
- Demam hingga menggigil.
- Kelelahan.
- Pembengkakan ekstremitas.
- Mual dan muntah.
- Nyeri otot dan sendi.
- Sakit kepala.
- Ruam.
- Batuk.
- Sesak napas.
- Pernapasan cepat.
- Kejang.
- Tremor.
- Kesulitan mengkoordinasikan gerakan.
- Kebingungan dan halusinasi.
- Kelesuan dan respon yang buruk.
Tekanan darah yang sangat rendah dan peningkatan pembekuan darah juga bisa menjadi ciri khas sindrom badai sitokin yang parah.
Jantung tidak bisa memompa darah seperti biasanya. Akibatnya, badai sitokin dapat mempengaruhi beberapa sistem organ yang berpotensi menyebabkan kegagalan organ dan kematian.
4. Pengobatan badai sitokin
Perawatan suportif adalah bagian penting dari pengobatan untuk badai sitokin. Jika mengalami gejala parah (seperti kesulitan bernapas) perawatan di unit perawatan intensif seperti ventilator mungkin dibutuhkan.
Dikutip dari Very Well Health, dalam beberapa situasi, badai sitokin bisa diobati dengan antibiotik. Hal itu bisa dilakukan jika badai sitokin disebabkan oleh infeksi bakteri.
Ada beberapa terapi yang berbeda untuk mengobati sindrom ini. Namun, para ilmuwan saat ini tidak setuju tentang cara tertentu dan terbaik untuk mengobati badai sitokin dalam segala keadaan. Pilihan terbaik tergantung pada penyebab spesifik dari badai sitokin.
Di masa lalu, beberapa perawatan telah dicoba untuk badai sitokin dengan beberapa keberhasilan campuran, diantaranya:
- Aspirin.
- Kortikosteroid.
- Obat-obatan yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, seperti cyclosporine.
- Terapi biologis yang memblokir sitokin tertentu.
- Pertukaran plasma (plasmapheresis).
- Obat statin.
5. Penanganan badai sitokin pada pasien Covid-19
Karena virus Covid-19 terhitung baru, para peneliti masih mengeksplorasi banyak jenis terapi berbeda untuk mengobati sindrom badai sitokin. Ada beberapa terapi yang sudah diterapkan.
Terutama yang memengaruhi sistem kekebalan untuk melihat apakah ada jenis perawatan yang dapat membantu pasien Covid-19 dari serangan sitokin yang berlebihan.
Misalnya, terapi biologis Kineret (anakinra) yang biasa digunakan untuk mengobati orang dengan rheumatoid arthritis dan kondisi medis lain yang dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh.
Dikutip dari Very Well Health, terapi ini bekerja dengan cara memblokir aktivitas sitokin spesifik yang dikenal sebagai interleukin 1 (IL-1). Terkadang, terapi ini dapat membantu pasien dengan badai sitokin dari kondisi autoimun.
Saat ini, para peneliti juga sedang mempelajari apakah terapi tersebut dapat membantu orang sakit kritis dengan sindrom badai sitokin dari Covid-19.
Contoh lain adalah Actemra (tocilizumab), terapi biologis yang dapat digunakan untuk rheumatoid arthritis dan kondisi lainnya. Terapi ini memblokir aktivitas sitokin lain, interleukin 6 (IL-6).
Menurut jurnal yang diterbitkan oleh ASH Publications, terkadang Actemra digunakan untuk mengobati badai sitokin yang dihasilkan sebagai efek samping terapi (seperti pada penyakit leukemia).
Itulah tadi informasi mengenai fakta badai sitokin yang dialami Deddy Corbuzier. Semoga ini bisa menjadi informasi yang berguna bagi kita ya, Ma.
Baca juga:
- Mengenal Badai Sitokin yang Bisa Sebabkan Kematian Pasien Covid-19
- Kondisi Badai Sitokin yang Berakibat Fatal pada Pasien Covid-19
- 5 Fakta Mundurnya Deddy Corbuzier dari Podcast dan Sosmed