World Mental Health Day: Jaga Kesehatan Mental saat Pandemi itu Perlu
Riset mengungkapkan banyak orang merasa cemas, stres hingga gejala depresi selama pandemi Covid-19
10 Oktober 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Untuk bisa melewati pandemi Covid-19, tidak hanya membutuhkan fisik yang kuat. Ternyata kesehatan mental juga perlu mendapat perhatian. Dalam rangka Hari Kesehatan Jiwa Sedunia pada tahun lalu, Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJ) merilis hasil temuan lapangan dan riset tentang potensi masalah psikologis selama Covid-19.
“Sejak ditemukan kasus Covid-19 pertama kali, PDSKJI segera meluncurkan Swaperiksa Web guna mencegah kepanikan massal dalam suasana batin yang mencekam, sekaligus untuk membantu masyarakat dalam menangani perasaan tidak nyaman,” ujar Ketua Umum PDSKJI DR. Dr. Diah Setia Utami, Sp.KJ, MARS beberapa waktu lalu.
Memang seperti apa kondisi kesehatan mental masyarakat Indonesia selama pandemi Covid-19 di Indonesia? Berikut Popmama.com rangkum informasi lengkapnya.
1. Banyak orang mengalami cemas hingga gejala depresi
Diungkapkan oleh riset dari PDSKJ dan IPK Indonesia bahwa dari 5661 submit swaperiksa di web yang disediakan. Sejumlah 2606 swaperiksa mengalami gejala cemas. Gejala Kecemasan terbanyak ditemukan pada kelompok usia kurang dari 30 tahun.
Kemudian, selanjutnya dari 2294 swaperiksa yang mengisi mengalami gejala depresi. Hampir dari setengah responden atau 48% berpikir lebih baik mati atau ingin melukai diri dengan cara apapun. Pikiran kematian terbanyak pada rentang usia 18-29 tahun.
“Tim Satgas IPK Indonesia untuk Penanggulangan COVID-19 telah memberikan layanan penanganan psikologis sejak Maret 2020 hingga sekarang, baik melalui layanan tatap muka dengan mengikuti protokol kesehatan, layanan telekonseling, hingga layanan teks,” jelas Diah.
Editors' Pick
2. Layanan psikologi klinis banyak diakses orang dewasa dan remaja
Tim Satgas IPK Indonesia untuk Penanggulangan COVID-19 dibentuk sejak tanggal 27 Maret 2020 dan beranggotakan 734 psikolog klinis dari seluruh Indonesia.
Tim ini melakukan pendataan terkait layanan yang diberikan oleh psikolog klinis selama periode Maret hingga Agustus 2020, sesuai dengan diagnosis masalah, dibagi menjadi beberapa periode. Data ini diperoleh dari 194 psikolog di 27 wilayah yang telah memasukkan laporan data layanan.
Sekitar 67.8% dari penerima layanan individual adalah orang dewasa (sebanyak 9428 orang dewasa), klien anak atau remaja sebanyak 4690, sedangkan lansia merupakan kelompok usia yang paling sedikit mengakses layanan oleh psikolog klinis sebanyak 501 orang.
3. Masalah belajar dan stres banyak dikeluhkan
Bagi yang mengakses layanan psikologi klinis, IPK Indonesia merangkum ada enam masalah psikologis tertinggi yang ditemukan berdasarkan keluhan dan hasil diagnosis.
Keluhan tertinggi adalah hambatan terkait dengan masalah belajar, khususnya pada klien anak dan remaja sebesar 27.2%. Secara umum, ada beberapa masalah psikologis yang secara konsisten banyak ditemukan pada semua kelompok usia, yakni:
- Keluhan stress umum sebesar 23.9%
- Keluhan kecemasan sebesar 18.9%
- Keluhan mood swing (suasana hati yang berubah-ubah) 9.1%;
- Adanya gangguan kecemasan 8.8%
- Keluhan somatis 4.7%
Diungkapkan jika masalah-masalah tersebut jika tidak segera mendapat penanganan dapat berlanjut menjadi gangguan lebih serius.
4. Menjaga agal mental tetap sehat selama pandemi Covid-19
Tentunya kesehatan fisik adalah hal penting saat ini, tapi bukan berarti kesehatan mental bisa dianggap remeh. Pandemi Covid-19 bisa membuat orang stres. Ketakutan dan kecemasan tentang penyakit baru dan hal yang mungkin terjadi bisa luar biasa dan menyebabkan gejolak emosi yang kuat pada orang dewasa dan anak-anak.
Protokol kesehatan bisa menciptakan stigma kepada beberapa orang dan membuat orang merasa terisolasi dan kesepian serta dapat meningkatkan stres dan kecemasan. Meski, protokol ini diperlukan untuk mengurangi penyebaran Covid-19. Dikutip dari Unicef berikut beberapa hal yang bisa membantu mengurangi gejolak emosi agar mental tetap sehat selama pandemi.
- Mengakui bahwa merasa cemas adalah hal normal
- Mencoba mengalihkan perhatian dengan melakukan kegiatan baru
- Tetap terhubung dengan teman/ keluarga
- Fokus pada diri sendiri
- Berusaha untuk mengenali dan terhubung dengan emosi diri
- Mengapresiasi diri sendiri
Wah, ternyata kesehatan mental ini jadi hal yang tidak hanya dialami oleh segelintir orang ya, Ma. Ingat merasa cemas dan takut adalah hal wajar mengingat tidak ada yang memprediksi pandemi Covid-19 akan terjadi. Kita harus terus berusaha untuk tetap sehat dengan menjaga kondisi mental dan fisik tetap prima.
Baca juga:
- 5 Usaha untuk Menjaga Kesehatan Mental Selama Masa Karantina di Rumah
- 5 Makanan yang Baik dan Buruk untuk Kesehatan Mental
- Bahas Kesehatan Mental, BTS Beri Semangat Lewat Pidato Menyentuh