Teknologi Baru untuk Obati Varises dan Tiroid, Minim Luka atau Sayatan
Metode pengobatan EVLA untuk varises dan RFA untuk penyakit tiroid lebih nyaman untuk pasien
31 Januari 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Semakin berkembangnya zaman, banyak teknologi dalam kehidupan manusia juga terus maju. Apalagi teknologi untuk kesehatan manusia saat ini sudah semakin canggih.
Varises bisa menjadi salah satu penyakit yang sering disepelekan oleh masyarakat. Meski banyak kasus yang dikeluhkan adalah hal ringan atau masalah kosmetik saja tidak menutup kemungkinan ada efek lebih buruk.
Sebab varises sendiri ternyata bisa menimbulkan dampak serius pada kesehatan. Misalnya pembengkakan pada kaki, kaki menjadi lebih berat, kebas, pegal dan kesemutan.
Selanjutnya yang tak kalah luput adalah penyakit tiroid. Sebenarnya penyakit ini adalah masalah umum yang menyebabkan ketidakseimbangan hormon tiroid dalam tubuh.
Namun, saat ini banyak penderita pembesaran tiroid biasanya muncul tanpa gejala sehingga sulit dirasakan oleh pasien. Sebagian besar bersifat jinak dan tidak membutuhkan pengobatan khusus, tetapi jika sudah terjadi gejala penekanan atau masalah kosmetik maka pasien perlu segera mendapat penanganan dokter.
Dulu pengobatan kedua penyakit ini harus dilakukan metode operasi dan sayatan yang cukup besar. Bahkan bekasnya kadang bisa menganggu penampilan.
Kini ada teknologi baru untuk mengobati penyakit ini yaitu EVLA (Endovenous Laser Ablation) untuk varises. Lalu ada Radio Frequency Ablation (RFA) dan Percutaneous Ethanol Injection Ablation (PEIA) untuk penyakit tiroid.
Bagaimana cara kerjanya? Apakah semua penyakit varises dan tiroid bisa disembuhkan dengan teknologi ini?
Berikut Popmama.com rangkum informasi selengkapnya.
1. Faktor-faktor seseorang bisa terkena varises
Selama ini masyarakat umum lebih mengenal varises sebagai masalah kosmetik atau penampilan saja. Padahal komplikasi dari penyakit ini bisa menyebabkan berbagai masalah dan mengganggu aktivitas.
dr. Wirya A. Graha, Sp.BTKV selaku Dokter Spesialis Bedah Toraks, Kardiak dan Vaskular Bethsaida Hospital menjelaskan bahwa varises sebenarnya bisa terjadi tidak hanya di bagian kaki saja.
Ada beberapa faktor seseorang bisa lebih berisiko terkena varises, dari kehamilan hingga aktivitas fisik bahkan keturunan.
"Kehamilan, bisanya perempuan menjadi faktor risiko. Kehamilan makin sering akan membuat kemungkinan varises lebih tinggi. Keturunan, jangan berpikir lansia saja yang bisa kena, karena umur 30 tahun kalau ada faktor keturunan juga punya risiko," tuturnya dalam acara Press Gathering Bethsaida Hospital, Kamis (27/1/2022) di Fairmont Hotel.
Ia lalu menjelaskan faktor risiko lain misalnya sering menggunakan sepatu heels tinggi, kegemukan (ketika ingin berdiet proses latihan fisik ini bisa ada kemungkinan varises), hingga kaki yang ditekuk setelah olahraga juga bisa menjadi faktornya.
"Lalu banyak berdiri, dan banyak jalan sewaktu muda juga bisa meningkatkan kemungkinan (varises)," jelasnya.
Editors' Pick
2. Varises bukan sekedar masalah kosmetik, komplikasinya bisa berbahaya
Ketika varises dengan gejala ringan yang terlihat mungkin masalah kosmetika saja. Namun, jika sudah terjadi komplikasi dan stadiumnya naik ini yang perlu diwaspadai.
Pada fase ini penderita merasa terganggu pada saat melakukan aktivitas fisik. Keluhan pegal sampai kram biasa timbul pada malam hari atau setelah berjalan dan melakukan aktivitas yang berlebihan.
Bahkan pada kondisi yang jauh lebih serius, varises bisa menimbulkan luka yang sulit sembuh hingga bertahun-tahun. Oleh karena itu penanganan varises harus dilakukan dengan metode yang tepat sesuai dengan tingkat keparahannya.
"Gatal menjadi luka, ini pengobatannya harus lebih intensif. Lukanya bahkan bisa 2 tahun tidak sembuh-sembuh," ujar dokter Wirya.
3. Metode EVLA untuk mengobati varises masa kini
Dokter Wirya sendiri membagi dalam beberapa tahap komplikasi penyakut varises. Pada stadium satu gurat-guratnya kurang dari satu milimeter, disini dokter biasanya akan menyarankan untuk suntik dan metode pengobatan varises dasar.
"Stadium 2 varises mulai menonjol. Lalu stadium 3 ada pembengkakan. Pada stadium 4 ada tanda sepertiga kaki menghitam, ini tidak sadar dia varises dan biasanya dialami saat lansia. Lalu pada stadium 5, ada luka dan lukanya khas di bagian sisi dalam kaki dekat mata kaki (fase lanjutan ke fase akhir)," tutur dr. Wirya.
Ia pun menjelaskan metode pengobatan varises terkini yang bisa diambil pasien. Namun, metode ini pun tak bisa sembarang dipilih. Sebab, pertimbangan dokter dan keadaan varises menentukan diambilnya tindakan yang akan diberikan.
Sebagai informasi, dulu pengobatan varises yang cukup parah dilakukan dengan prosedur pembedahan yang memerlukan luka sayatan cukup besar, sekitar 3-4 cm untuk mengambil varisesnya. Namun kini varises bisa diobati dengan prosedur bedah yang minim luka, bahkan hanya dengan sayatan kecil.
"Luka hanya sekitar 1-2 mm yang akan menghilang dalam waktu 1-2 minggu dengan EVLA (Endovenous Laser Ablation) yang merupakan terapi pengobatan varises. Terapi EVLA terbukti aman dan efektif untuk mengobati varises," pungkasnya.
Dengan EVLA, vena yang melebar dan membengkak akan di ablasi dengan energi panas dari laser sehingga vena akan mengecil dan peredaran darah menjadi normal.
Setelah tindakan, pegal dan keram akan berkurang, lalu dalam waktu 3-4 minggu varises akan hilang dan bekas luka pun akan pulih dengan cepat.
"Varises secara kosmetik bermasalah, secara medis bisa iya atau tidak. Ketika membiarkan akan problem, apa? Luka. Oleh karena itu jangan dibiarkan. Operasi dulu dengan sekarang sudah beda. Hari ini tindakan, maksimal besok sudah pulang," ucap dr. Wirya.
Dokter Wirya pun menyebut kemungkinan varises muncul lagi dari metode ini sangat lama. Biasanya dengan metode suntik pasien bisa kembali 1-2 tahun sekali. Metode ini bahkan bisa sampai 15 tahun pasien terhindar dari varises.
"Bisa muncul lagi dalam jangka waktu lama. Biasanya dalam waktu 15 tahun, 15 persen pasien memang bisa muncul lagi," tuturnya.
4. Mengenal lebih dalam mengenai tiroid dan penyakit tiroid
Penyakit tiroid mungkin tidak asing lagi di telinga masyarakat. Sebelum membahas lebih dalam mengenai penyakit tiroid, ada baiknya mengenal dulu mengenai tiroid itu sendiri.
Tiroid adalah kelenjar penghasil dua hormon utama, yaitu triiodothyronine (T3) dan thyroxine (T4). Gangguan fungsinya dapat berupa hipertiroid, ini terjadi jika tubuh membuat terlalu banyak hormon tiroid.
Sebaliknya jika tubuh membuat terlalu sedikit hormon tiroid, disebut hipotiroidisme. Kedua kondisi ini mempunyai dampak yang serius karena mempengaruhi seluruh metabolisme tubuh.
Fungsi hormon tiroid untuk tubuh sangatlah banyak, mulai dari otak, jantung, ginjal, organ reproduksi, liver, saluran cerna, otot dan tulang.
Penyakit tiroid adalah masalah umum yang menyebabkan ketidakseimbangan hormon tiroid dalam tubuh. Saat ini banyak penderita pembesaran tiroid biasanya muncul tanpa gejala, sehingga sulit dirasakan oleh pasien.
Sebagian besar bersifat jinak dan tidak membutuhkan pengobatan khusus, namun jika sudah terjadi gejala penekanan atau masalah kosmetik maka pasien perlu segera mendapat penanganan dokter.
5. Teknologi baru RFA untuk pengobatan penyakit tiroid
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Diabetes, Endokrin dan Metabolik Bethsaida Hospital dr. Rochsismandoko, Sp.PD, KEMD, FINASIM, FACE mengatakan dulu pengobatan tiroid ini bermacam-macam, kebanyakan memang menggunakan obat hingga operasi.
"Namun, saat ini sudah dikembangkan tindakan minimal invasif tanpa operasi untuk menghilangkan pembesaran kelenjar tiroid jinak yaitu dengan Radio Frequency Ablation (RFA) dan Percutaneous Ethanol Injection Ablation (PEIA) tergantung tumornya padat atau berbentuk kista. Dengan prosedur RFA untuk tumor jinak tiroid maka benjolan tiroid dapat berkurang antara 47,7-96,9 persen," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Diungkapkan oleh dr. Rochsismandoko, terapi RFA tidak membutuhkan sayatan dan hanya menggunakan pembiusan lokal. Metode pengobatan ini membuat pasien lebih nyaman, aman dan persiapan untuk tindakan juga jauh lebih sederhana.
Selain itu, lama tindakan kurang lebih 1 jam dengan masa observasi setelah tindakan antara 10-12 jam. Efek samping yang mungkin terjadi adalah rasa nyeri, panas atau bengkak di leher yang sebagian besar akan sembuh sendiri tanpa memerlukan obat.
RFA sendiri pertama kali dilakukan di Korea Selatan sejak tahun 2006, dan diterima di seluruh dunia sejak tahun 2012. Pada metode ini, sebuah elektroda dimasukkan ke dalam leher dengan bimbingan USG sampai mencapai tumor di dalam kelenjar tiroid.
Lalu dialirkan energi termal yang dibangkitkan melalui generator listrik frekuensi tinggi untuk merusak struktur tumor.
"Bantuan energi listrik dan panas yg bisa mematikan sel-sel tumor yang jinak. Tiroid tetap utuh dan yang diabrasi nodule (tumor) saja," pungkas dr. Rochsismandoko.
Itulah tadi informasi mengenai teknologi baru dan kekinian untuk obati varises dan tiroid. Semakin berkembangnya zaman, teknologi kesehatan kini tidak seseram dulu ya, Ma.
Baca juga:
- Ini Alasan Pentingnya Skrining Hipotiroid pada Bayi Baru Lahir
- Fungsi Kelenjar Tiroid yang Punya Peran Penting pada Kesuburan
- Benarkah Sering Menekuk Kaki setelah Melahirkan Bisa Memicu Varises?