Langkah Konkret Menuju Indonesia Bebas Kusta
Kusta sering dianggap sebagai penyakit mematikan yang tidak bisa disembuhkan
3 Maret 2025

Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kusta masih menjadi permasalahan kesehatan di Indonesia dengan jumlah kasus tertinggi ketiga di dunia. Meskipun penyakit ini dapat disembuhkan, stigma dan diskriminasi terhadap Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) masih menjadi tantangan besar dalam upaya pemberantasannya.
Selain itu, keterbatasan akses layanan kesehatan dan rendahnya kesadaran masyarakat juga menghambat proses eliminasi kusta. Dalam upaya mewujudkan Indonesia bebas kusta, berbagai pihak, termasuk media, pemerintah, dan organisasi kesehatan, memiliki peran penting.
Salah satu inisiatif yang dilakukan adalah media gathering yang diadakan oleh NLR Indonesia dalam rangka Hari Penyakit Tropis Terabaikan (NTDs) 2025 dengan tema “Bersama Media Menuju Indonesia Bebas Kusta”. Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik serta memperkuat kolaborasi dengan media dalam menghapus stigma dan diskriminasi terhadap OYPMK.
Lalu, bagaimana langkah konkret apa yang dilakukan untuk mencapai menuju Indonesia tanpa kusta? Simak penjelasannya yang telah Popmama.com rangkum berikut ini.
Editors' Pick
1. Media berperan untuk menghapus stigma negatif
Media memiliki peran penting dalam menyebarkan informasi dan membentuk pandangan masyarakat. Dalam upaya memberantas kusta, media berkontribusi dalam beberapa hal berikut:
Menyebarkan Informasi yang Akurat
Masih banyak kesalahpahaman tentang kusta, seperti anggapan bahwa penyakit ini adalah kutukan, tidak bisa disembuhkan, atau mudah menular melalui sentuhan. Padahal, kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae dan bisa diobati dengan terapi kombinasi (Multi-Drug Therapy).
Melalui media, informasi yang benar dapat disebarluaskan, sehingga masyarakat lebih memahami bahwa kusta bisa diobati dan tidak perlu ditakuti.
Mengurangi Stigma dan Diskriminasi
Banyak penyintas kusta (OYPMK) yang masih mengalami diskriminasi di lingkungan sosial, sekolah, dan tempat kerja, meskipun mereka sudah sembuh.
Media dapat membantu mengubah pandangan masyarakat dengan menghadirkan pemberitaan yang lebih inklusif dan humanis. Kisah inspiratif dari OYPMK yang berhasil bangkit dan menjalani hidup normal perlu lebih banyak disebarkan agar stigma negatif bisa berkurang.
Mendorong Kebijakan yang Lebih Inklusif
Media juga bisa memengaruhi kebijakan dengan mengangkat isu kusta dalam berita dan liputan khusus. Semakin banyak perhatian yang diberikan, semakin besar kemungkinan pemerintah dan pihak terkait mengambil langkah konkret.
Seperti memperluas akses layanan kesehatan, menyediakan program rehabilitasi bagi OYPMK, dan melindungi mereka dari diskriminasi.
2. Tantangan dalam pemberantasan kusta serta cara mengatasinya
Meskipun sudah ada berbagai upaya, pemberantasan kusta di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Berikut tiga tantangan utama dan cara mengatasinya:
Stigma dan Diskriminasi
Banyak penyintas kusta (OYPMK) yang kehilangan pekerjaan, dijauhi keluarga, atau dikucilkan dari lingkungan sekitar karena stigma negatif. Oleh karena itu, diperlukan solusi seperti kampanye edukasi melalui media dan komunitas perlu terus dilakukan agar masyarakat memahami bahwa kusta bisa disembuhkan dan tidak menular dengan mudah.
Media juga harus lebih banyak menampilkan kisah sukses OYPMK yang kembali menjalani hidup normal untuk mengubah persepsi publik.
Kurangnya Akses ke Layanan Kesehatan
Di daerah terpencil, fasilitas kesehatan yang menangani kusta masih terbatas. Akibatnya, banyak penderita terlambat didiagnosis dan berisiko mengalami disabilitas.
Pemerintah perlu memperluas layanan kesehatan hingga ke pelosok dengan menyiapkan tenaga medis yang terlatih menangani kusta. Program seperti Project Zero Leprosy yang berbasis edukasi dan pemberdayaan masyarakat harus diperkuat agar lebih banyak orang mendapatkan akses pengobatan yang tepat.
Minimnya Kesadaran Publik
Banyak orang belum mengenali gejala awal kusta, sehingga pengobatan sering terlambat dilakukan. Kampanye kesehatan harus lebih masif melalui berbagai media, seperti televisi, media sosial, dan sosialisasi langsung ke masyarakat.
Pelatihan tenaga kesehatan dan kader desa harus diperkuat agar mereka bisa mengenali tanda-tanda awal kusta dan memberikan rujukan medis yang cepat.