Hindari Rasisme, WHO Rencana Ganti Nama Penyakit Cacar Monyet
Akibat dari penamaan suatu penyakit, sekelompok orang bisa terkena diskriminasi
15 Juni 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Demi menghindari stigma dan rasisme pada kelompok tertentu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mempertimbangkan untuk mengubah nama cacar monyet atau monkeypox.
Hal tersebut dikarenakan saat ini banyak yang menyebut cacar monyet sebagai virus orang Afrika.
Sebelumnya, WHO juga mengganti nama SARS-CoV-2, setelah orang-orang di seluruh dunia menyebutnya sebagai virus China, atau virus Wuhan tanpa adanya panduan resmi.
Nah, kali ini Popmama.com telah merangkum beberapa fakta terkait rencana perubahan nama penyakit cacar monyet oleh WHO.
Editors' Pick
1. Rekomendasi dari ilmuwan internasional
Ilmuwan internasional menilai penamaan cacar monyet bisa dikategorikan diskriminatif. Bisa dibilang bahkan tidak sesuai dengan pedoman WHO yang merekomendasikan untuk menghindari wilayah geografis dan nama hewan.
Selain itu, sumber hewan yang menyebabkan penyakit cacar monyet belum diketahui secara pasti. Walau pada kenyataannya, cacar monyet ditemukan pada sejumlah hewan mamalia.
Maka dari itu, penamaan cacar monyet dianggap diskriminatif serta menimbulkan pelabelan kepada kelompok tertentu yang dianggap sebagai sumber penyakit.
2. Menyoroti penamaan penyakit lainnya
Asosiasi ilmuwan internasional kini berkonsultasi dengan ahli orthopoxvirus (keluarga virus monkeypox) untuk memberikan nama yang tepat dan tidak diskriminatif.
Ilmuwan juga turut menyoroti nama penyakit lain seperti flu babi yang bertentangan dengan pedoman WHO, Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE), serta Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).
Menurut mereka, penamaan penyakit harus menghindari munculnya pelanggaran terhadap kelompok budaya, sosial, nasional, regional, profesional atau etnis.