Mengenal Toxic Masculinity dan Bagaimana Kita Menyikapinya
Sesuatu yang toxic emang gak baik nih, Ma!
5 Juni 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mega series berjudul Suara Hati Istri: Zahra yang tayang di stasiun televisi Indosiar baru-baru ini tuai pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Sinetron tersebut memperlihatkan seorang suami bernama Tirta yang memiliki ketiga istri, dan istri ketiga, bernama Zahra diperankan oleh perempuan berusia 15 tahun.
Belum lagi, di sinetron tersebut menampilkan kekerasan psikis berupa bentakan, makian dan pemaksaan melakukan hubungan seksual.
Tayangan ini pun berisiko memengaruhi masyarakat untuk melakukan pernikahan usia anak, kekerasan seksual dan Tinda Pidana Perdagangan Orang (TPPO) karena diceritakan Zahra dinikahkan dengan alasan untuk membayar hutang keluarganya.
Sontak Deputi Perlindungan Khusus Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan (Kemen PPPA), Nahar khawatir akan menimbulkan toxic masculinity.
Sebetulnya apa itu toxic masculinity ya Ma? Popmama.com sudah merangkum beberapa informasinya dari berbagai sumber.
1. Apa itu toxic masculinity?
Dilansir dari IDN Times, Toxic masculinity atau yang kita sebut maskulinitas beracun adalah kondisi dimana seorang laki-laki harus menganggap dirinya paling dominan dan bagaimana umumnya mereka bertindak, bersikap dan berperilaku.
Secara singkatnya, itu adalah norma yang berkembang di masyarakat bagaimana seharusnya seorang laki-laki berperilaku.
Menurut Very Well Mind, toxic masculinity memiliki tiga komponen inti yang berpengaruh, diantaranya:
Ketangguhan. Ini adalah gagasan atau pemikiran bahwa laki-laki harus kuat secara fisik, tidak begitu emosional bahkan perasa.
Anti terhadap feminin. Hal ini melibatkan pemikiran bahwa laki-laki mesti menolak apapun yang dianggap feminin, seperti menunjukkan emosi atau menerima bantuan.
Kekuasaan. Ini adalah asumsi bahwa laki-laki harus bekerja untuk mendapatkan kekuasaan dan status sosial dan keuangan, sehingga mereka dapat memperoleh rasa hormat dari orang lain.
Editors' Pick
2. Ciri-ciri toxic masculinity
Agar Mama bisa lebih mengetahui lebih lanjut terhadap toxic masculinity, berikut beberapa ciri-ciri yang bisa kita jumpai, meliputi :
Jika laki-laki menangis, ia adalah laki-laki lemah. Hal ini mungkin terjadi di lingkungan kita, padahal sejatinya setiap manusia memiliki porsi untuk meluapkan perasaannya sendiri.
Sejatinya sebagai manusia, mau laki-laki atau pun perempuan, kita semua punya perasaan dan emosi yang bisa kita luapkan. Termasuk menangis.
Menghina laki-laki yang menggunakan skincare atau perawatan. Memang ini selalu kita dengar dimanapun, bahwa laki-laki tidak perlu perawatan.
Padahal, kesehatan tidak melulu melihat gender, jika dirasa ingin merawat bagian tubuh, misal kulit wajah, tidak ada salahnya melakukan perawatan untuk menjaga kesehatan dan lain-lain.
Laki-laki harus keras, jangan lembek. Ada hal yang salah kaprah terjadi, seperti hal ini. Bahwa laki-laki mesti keras, harus dominan dari segala hal dan tidak boleh kalah dari perempuan.
Jelas ini keliru, lebih parahnya jika persepsi ini terus dipelihara, akan mengakibatkan kekerasan psikis ke pasangan, atau pun kekerasan verbal atau pemaksaan hubungan seks.
Dikhawatirkan akan menjadi perilaku ‘normal’ bahwa laki-laki harus diidentikan dengan kekerasan, agresif secara seksual dan merendahkan perempuan.