Ini 5 Fakta tentang Keluarga Pengebom Surabaya
Sedih, empat orang anak menjadi korban paham terorisme orangtuanya
14 Mei 2018
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Orangtua adalah panutan untuk anak-anaknya. Anak-anak pun diwajibkan patuh pada perintah orangtuanya.
Tapi entah apa yang dipikirkan oleh sepasang suami istri ini yang mengajak keempat anaknya melakukan aksi terorisme di hari Minggu, 13 Mei 2018.
Ini fakta mengenai keluarga pelaku bom bunuh diri Surabaya.
1. Keluarga ini berbagi tugas melakukan pengeboman
Dita Oepriarto adalah kepala keluarga yang membawa istri dan keempat anaknya melakukan aksi bom bunuh diri. Puji Kuswati, sang istri, berusia 43 tahun. Anak mereka, Yusuf Fadhil (17 tahun), Firman Halim (15 tahun), Fadhila Sari (12 tahun), dan Famela Rizqita (8 tahun).
Mereka berbagi tugas untuk melakukan teror di 3 gereja di Surabaya. Sang ayah bergerak sendiri melakukan teror di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuno. Ibu dan kedua anak perempuannya melakukan bunuh diri di Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro. Sementara kedua anak laki-laki mereka menuju ke Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Ngagel.
Bom meledak pukul 06.15 di Ngagel, bom di Jalan Diponegoro meledak pukul 07.15 dan yang di Arjuno meledak pukul 07.53.
Menurut keterangan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian, Dita diketahui membawa bom di dalam mobil. Sebelum menuju GPPS, Dita mengantarkan istri dan kedua anak perempuannya ke Jalan Diponegoro. Sementara itu, kedua anak laki-laki Dita diketahui membawa bom dengan mengendarai motor.
Bom menyebabkan 9 orang meninggal dunia dan 45 orang terluka.
Editors' Pick
2. Bom dililit di pinggang anak-anak perempuan
Hasil pemeriksaan pihak kepolisian, berdasarkan bukti yang ditemukan, diketahui bahwa bom yang dibawa Puji dan kedua anak perempuannya, dililitkan di bagian pinggang. Tito Karnavian menjelaskan mengapa dugaan itu terjadi. “Karena tubuh bagian tengah pelaku ditemukan hancur sementara bagian atas dan bawah tubuh mereka relatif utuh,” jelasnya.
Sementara itu, kedua anak laki-laki mereka melakukan pengeboman dengan cara memangku bom. Mereka mengendarai motor yang menerobos masuk ke halaman gereja. Seketika setelah melintasi pagar gereja, bom tersebut meledak.