Serial Adolescence, Pengaruh Tekanan Maskulinitas terhadap Mental
Adolescence menyinggung misogini, budaya incel, dan tekanan maskulinitas ekstrem terhadap psikologis
28 Maret 2025

Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Serial Adolescence yang tayang perdana di Netflix pada 13 Maret 2025, kini tengah ramai diperbincangkan di media sosial. Serial asal Inggris, yang hanya terdiri dari empat episode ini mengangkat genre kriminal.
Kisah Adolescence bercerita tentang Jamie Miller (Owen Cooper), seorang anak laki-laki berusia 13 tahun yang diduga membunuh teman perempuannya, Katie. Serial ini mengangkat tema kompleks tentang budaya incel dan misogini ala Andrew Tate.
Menarik untuk dibahas, berikut Popmama.com siap mengulas lebih lanjut terkait serial Adolescence yang berhubungan dengan pengaruh tekanan maskulinitas terhadap kesehatan mental.
Serial Adolescence dan Ideologi Andrew Tate Saling Berkaitan
Adolescence menyoroti bagaimana remaja laki-laki terpengaruh oleh komunitas online yang dikenal sebagai ‘manosphere’, yaitu ekosistem digital yang sering menyebarkan ide misoginis, seperti keyakinan bahwa laki-laki harus lebih dominan atas perempuan.
Keyakinan ini juga percaya bahwa feminisme telah ‘merusak’ masyarakat. Andrew Tate menjadi salah satu publik figur ternama yang memiliki pandangan bahwa seharusnya perempuan tunduk pada laki-laki.
Lantas, apa pengaruh serial Adolesence yang menekankan misogini, budaya incel, dan tekanan maskulinitas ekstrem terhadap kondisi psikologis remaja laki-laki?
Editors' Pick
1. Rasa kesepian dan isolasi sosial
Banyak remaja laki-laki yang merasa terasingkan dari dunia nyata. Mereka mencari jawaban di internet dan justru terpapar komunitas seperti manosphere. Komunitas tersebut sering kali memperkuat keyakinan bahwa dunia tidak adil terhadap laki-laki.
Figur seperti Andrew Tate kerap menekankan pada pengikutnya bahwa laki-laki harus ‘bertarung’ melawan sistem yang menindas mereka. Ketika remaja mulai percaya bahwa mereka adalah korban, mereka bisa merasa semakin frustasi dan terisolasi.
Tanpa disadari, kondisi tersebut dapat meningkatkan risiko depresi dan kecemasan.