Jokowi Tolak Permintaan Anies untuk Lockdown Jakarta, Ini 3 Faktanya!
Korban semakin berjatuhan, kenapa Jakarta tak boleh di lockdown?
31 Maret 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona atau Covid-19 merevisi data tentang Case Fatality Rate (CFR) atau tingkat kematian akibat virus corona di Indonesia.
Sebelumnya disebutkan, Indonesia berada pada urutan ke-4 negara dengan angka kematian tertinggi di dunia, yakni 8,63 persen. Namun ternyata, Gugus Tugas merevisi data tersebut dan menyatakan bahwa Indonesia menduduki posisi ke-2 negara dengan CFR tertinggi di dunia.
Data tersebut sesuai dengan grafis yang dikeluarkan secara resmi oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona, pada Senin (30/03/2020) pukul 16.45 WIB kemarin.
Fakta menarik lainnya, dari sekian banyak pasien positif corona di Indonesia, ternyata warga Jakarta lah yang paling banyak terinfeksi.
Mengetahui adanya fakta tersebut, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pun mengusulkan dan menyampaikan surat permohonan izin karantina wilayah atau lockdown ke pemerintah pusat sebagai upaya memutus penularan virus corona atau Covid-19.
Namun sayang, permohonan tersebut ditolak mentah-mentah oleh pemerintah. Apa alasan Presiden Joko Widodo? Berikut Popmama.com telah merangkum 3 fakta pentingnya.
Editors' Pick
1. Presiden Joko Widodo menolak permohonan lockdown untuk wilayah Jakarta
Istana Kepresidenan menolak mentah-mentah permintaan Gubernur DKI Anies Baswedan untuk memberlakukan karantina wilayah di Jakarta. Penyebabnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar.
"Tidak diterima, itu otomatis ditolak," tegas juru bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman.
Kendati demikian, menurut Fadjroel, pemerintah daerah masih bisa menerapkan isolasi terbatas di wilayahnya. Isolasi itu diberlakukan di tingkat RT/RW atau desa.
"Walaupun ada kebijakan, sebenarnya bisa dikerjakan nanti oleh pemda dengan istilah isolasi terbatas. Ada tingkat RT, RW, desa atau kelurahan dengan kebijakan gubernur, misalnya. Tapi, kalau tingkatan nasional atau provinsi itu harus di tangan Presiden. Tapi Presiden tidak mengambil karantina wilayah," ujarnya.
Selain itu, PP Karantina Wilayah, yang sebelumnya disebut tengah disiapkan pemerintah, juga tak dibahas dalam rapat terbatas. Pembahasan hanya terkait pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar dan aturan mengenai mudik.
"Otomatis sekarang tidak dibahas. Yang tadi dibahas PSBB pendisiplinan hukum saja, kemudian yang kedua dibahas tadi tentang keppres dan inpres mengenai mudik Lebaran," ujar Fadjroel.
2. Anies Baswedan sebelumnya telah mengajukan surat permohonan lockdown
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengakui dirinya telah mengusulkan dan menyampaikan surat permohonan izin karantina wilayah ke pemerintah pusat sebagai upaya memutus penularan virus corona atau Covid-19.
"Keputusan karantina wilayah ada di kewenangan pusat, kami DKI Jakarta mengusulkan itu dan menyampaikan surat," ujar Anies saat menyampaikan keterangan pers di Balai Kota, Jakarta, Senin (30/03/2020).
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga mengungkapkan bahwa kondisi penyebaran Covid-19 masih amat mengkhawatirkan karena tingkat penyebarannya cukup tinggi.
Lonjakan angka kasusnya pun cukup besar di DKI Jakarta. Oleh karena itu, masyarakat harus serius dalam melaksanakan pembatasan jaga jarak untuk mencegah penularan.
Mengingat angka penularan masih tinggi, Anies pun meminta masyarakat untuk bahu-membahu memutus rantai penyakit menular ini dengan mengikuti arahan dari pemerintah.
Di samping itu, ia juga telah menginstruksikan mulai dari RT/RW hingga kelurahan untuk terus melakukan sosialisasi serta mengidentifikasi kelompok umur yang rentan tertular Covid-19.
"Jadi di situlah awalnya bahwa bila kita berbicara menjaga masyarakat maka deteksi awal dibutuhkan. Ketua RT ketua RW apabila menemukan kasus bisa dilaporkan ke lurah dan wali kota sudah menyiapkan tempat masyarakat yang masuk kategori ODP, PDP, di luar pemukiman," ujarnya.
3. Warga Jakarta paling banyak terinfeksi virus corona
Dari berbagai wilayah di Indonesia, warga DKI Jakarta lah yang paling banyak terinfeksi virus corona atau Covid-19. Terhitung sejak Selasa (31/3/2020), berdasarkan data website corona.jakarta.go.id, jumlah pasien positif meningkat menjadi 727.
Dalam laman tersebut juga dituliskan jumlah pasien yang dinyatakan sembuh sebanyak 49 orang, meninggal 78 orang, yang masih mendapatkan perawatan 449 orang dan isolasi mandiri ada 151 orang.
Selain itu, jumlah yang masih menunggu hasil cek Covid-19 sebanyak 622 kasus. Kemudian sebanyak 477 kasus yang telah diketahui titik penyebaran berdasarkan kelurahannya dan sisanya 250 belum diketahui.
Sebanyak 477 kasus yang telah diketahui tersebut tersebar di lima kota administrasi di Jakarta. Di antaranya, Jakarta Selatan tertinggi menangani positif corona dengan 157 kasus.
Lalu ada Jakarta Barat dengan 128 kasus, Jakarta Timur 101 kasus, Jakarta Utara terdapat 57 kasus, dan Jakarta Pusat menangani 34 kasus.
Meski begitu, jumlah tenaga medis yang menangani pasien terkait virus corona atau Covid-19 di Jakarta meningkat bila dibandingkan Sabtu (28/3/2020).
"Tenaga kesehatan yang positif adalah 81 orang yang tersebar di 30 RS di DKI," ujar Kepala Tim Siaga Covid-19 DKI Jakarta, Catur Laswanto, di Balai Kota, Jakarta Pusat, pada Senin (30/03/2020).
Itu dia beberapa fakta penting terkait alasan pemerintah menolak permintaan lockdown di wilayah DKI Jakarta.
Mengetahui fakta tersebut, sebaiknya kita tetap melakukan karantina mandiri di rumah guna mencegah penyebaran Covid-19 dan tetap menjaga kesehatan dengan mengonsumsi makanan sehat serta rutin berolahraga.
Baca juga:
- Apa Perbedaaan Lockdown dan Karantina Lokal? Cek Faktanya!
- Demi Cegah Corona, 7 Wilayah di Indonesia Ini Terapkan Local Lockdown
- Angin Segar, Ini 10 Kabar Baik Tentang Virus Corona di Indonesia