KPAI: Pramuka Bisa Ajarkan Anak Kenali Berita Hoax di Internet
Ketahui juga 5 cara ampuh lain yang dapat membantu anak membedakan berita hoax dan berita faktual
14 Agustus 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Seiring dengan dinamisme teknologi dan informasi dewasa ini, hoax, fake news dan false news menjadi tantangan faktual.
Produksi hoax, berita palsu dan bohong terus terjadi dan dibagikan ke berbagai media sosial.
Meski ribuan berita hoaxsudah diblokir oleh Kominfo, namun tetap saja masih terus bertumbuhan.
Fenomena ini memang tak lepas dari post truth, di mana kebenaran tidak lagi bersandar pada fakta melainkan emosi dan pandangan subyektif.
Akibatnya tak sedikit masyarakat bahkan usia anak percaya terhadap berita viral tanpa memastikan kebenarannya.
Jika anak tak memiliki kemampuan untuk menfilter berita maka kerentanan anak terpapar berita hoax sangatlah tinggi.
Padahal hoax berdampak negatif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk dapat melemahkan kualitas kepribadian anak bangsa.
Untuk menghadapi masalah ini sejatinya spirit gerakan pramuka dapat menjadi jawabannya.
Menyambut Hari Pramuka yang ke-58, KPAI mengatakan bahwa gerakan pramuka sebenarnya mampu membumikan dasa darma pramuka dengan baik.
Sebut saja dasa darma pramuka yang ke 10 yakni suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Pribadi yang suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan dapat dipastikan ia tak akan memproduksi hoax, justru ia akan memproduksi informasi-informasi positif yang baik untuk masyarakat.
Hal ini merupakan nilai-nilai luhur dan luar biasa jika gerakan pramuka dapat terus dikembangkan.
Selain dari pramuka, Popmama.com juga telah merangkum beberapa cara lain yang dapat Mama ajarkan pada anak untuk membantunya mengenali berita hoax yang ada di Internet.
1. Ajukan pertanyaan kritis pada anak
Berikan pertanyaan berikut ketika anak menerima broadcast dari grup yang biasanya ada di WhatsApp maupun berita-berita online yang bombastis.
- Siapa yang membuat berita ini?
- Siapa target pembaca?
- Siapa yang membayar jika kamu mengklik ini?
- Siapa yang akan diuntungkan atau dirugikan oleh pesan ini?
- Apa yang tersisa dari pesan ini yang mungkin penting?
- Apakah media ini dapat dipercaya dan apa yang membuat kamu berpikir bahwa media ini layak dipercaya?
Dengan memberinya pertanyaan kritis tersebut, secara tidak langsung anak pun akan berpikir dua kali untuk mempercayai berita yang ia dapatkan.
Editors' Pick
2. Bantu anak memeriksa sumber berita
Ketika anak mendapatkan berita hoax di Internet, hal pertama yang perlu Mama lakukan adalah memeriksa alamat sumber maupun url berita.
Misalnya, apakah berita tersebut berasal dari laman dengan alamat yang valid. Misalnya, ajarkan anak untuk membedakan akun berita yang asli maupun blog. Perhatikan alamat situs, apakah itu dari blogspot, .com, .io, dsb.
3. Bantu anak menentukan kualitas berita
Selanjutnya, Mama juga dapat membantu anak untuk mencari tanda-tanda berita berkualitas rendah. Misalnya seperti judul berita maupun isi berita dengan huruf kapital semua, berita utama dengan kesalahan mencolok soal tata bahasa, klaim berani tanpa sumber, dan gambar sensasional (gambar editan).
Ini adalah petunjuk bahwa Mama harus skeptis dari sumber. Periksa bagian 'Tentang Kami' pada bagian situs. Cari tahu siapa yang mendukung situs atau yang terkait dengan hal tersebut.
Jika informasi tidak tersedia dan jika situs mengharuskan mereka untuk mendaftar sebelum dapat mempelajari apa-apa tentang para pendukungnya, maka anak harus bertanya-tanya mengapa mereka tidak transparan.
4. Bantu anak mengecek ulang berita
Periksa di Google mengenai berita lengkapnya sebelum mempercayai atau berbagi berita yang tampaknya terlalu bagus untuk dibaca namun terlalu buruk untuk menjadi kenyataan.
Hal itu dilakukan untuk mempertimbangkan apakah media utama lainnya melaporkan berita yang sama. Jika mereka tidak, itu tidak berarti berita tersebut tidak benar atau tidak faktual.
5. Ajari kepekaan emosi pada anak
Berita pencari klik dan hoax selalu berusaha untuk memberikan reaksi ekstrim. Jika berita yang anak baca membuat ia benar-benar marah atau super puas, itu bisa menjadi tanda bahwa emosi anak sedang dimainkan.
Oleh karena itu, lagi-lagi periksalah beberapa sumber sebelum mempercayainya.
Metode ini bisa juga diajarkan dari orangtua kepada anak dalam komunikasi verbal agar anak tak menelan mentah-mentah gosip dari teman yang ia dengar. Jadi tahap ini tak hanya berlaku soal berita di media.
Nah, itulah kelima tips membantu anak mengenali berita hoax yang ada di internet, media sosial, dan media televisi.
Menjalankan tahap itu memang tak mudah.
Hal ini juga hanya bisa diterapkan pada anak yang benar-benar sudah menjadikan internet sebagai sumber informasinya.
Misalnya, anak usia 9 tahun sampai remaja. Mengajarkan anak berpikir kritis dalam bermedia agar dapat mendeteksi berita hoax pada anak juga dapat menjadi pengingat bagi orangtua.
Sekalipun sudah berhati-hati, kadang kita pun masih termakan oleh berita palsu, apalagi yang berhubungan dengan isu kesehatan maupun politik.
Sekali lagi, selamat Hari Pramuka yang ke-58.
Semoga kualitas anak Indonesia ke depan semakin lebih baik!