Meninggal Ketika Tidur, Ketahui Penyebab Sindrom Langka Berikut!

CCHS (Congenital Central Hypoventilation Syndrome) dapat sebabkan penderitanya meninggal saat tidur

30 Agustus 2020

Meninggal Ketika Tidur, Ketahui Penyebab Sindrom Langka Berikut
YouTube.com/cullen&katie

Congenital Central Hypoventilation Syndrome (CCHS), juga dikenal sebagai sindrom Ondine, adalah gangguan yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bernapas. 

Penderita CCHS mengalami kesulitan bernapas dengan benar, terutama saat ia tidur.

Alih-alih bernapas secara teratur, penderita CCHS justru sulit untuk bernapas sehingga dapat menurunkan jumlah oksigen dalam darah dan meningkatkan kadar karbon dioksida.

Diperkirakan CCHS diidap oleh sekitar 1.000 orang di dunia.

Namun, jumlah ini mungkin lebih tinggi karena peneliti percaya bahwa beberapa kasus sindrom kematian bayi mendadak (SIDS) mungkin tidak terdiagnosis sebagai CCHS.

Orang-orang dengan CCHS menderita cacat bawaan pada pernapasan mereka. Biasanya, hanya ada satu orang yang mewariskan gen tersebut di dalam keluarga.

Namun saat ini 90% kasus berasal dari mutasi baru, yang artinya CCHS terjadi bukan disebabkan oleh keturunan atau genetik.

Mengetahui bahaya tersebut bisa saja terjadi pada keluarga kita, berikut Popmama.com telah merangkum beberapa faktanya.

Editors' Pick

1. Gejala CCHS dapat terjadi sejak seseorang lahir ke dunia

1. Gejala CCHS dapat terjadi sejak seseorang lahir ke dunia
mednews.am

CCHS dapat terjadi sejak seseorang lahir ke dunia. Bayi yang lahir dengan gejala CCHS dapat berkisar dari ringan hingga parah.

Untuk mengetahui gejalanya, berikut beberapa hal yang dapat diperhatikan:

  • Pernapasan yang buruk atau tidak spontan saat bernapas, terutama saat tidur
  • Pupil mata yang tidak normal, hal ini terjadi pada 70% kelahiran di dunia
  • Kesulitan makan akibat refluks asam dan penurunan motilitas usus
  • Menderita penyakit Hirschsprung atau gangguan usus yang menyulitkan buang air besar, hal ini terjadi pada 20% individu
  • Menurunnya kemampuan untuk merasakan sakit
  • Keringat berlebih
  • Suhu tubuh rendah
  • Wajah berbentuk kotak, pendek dan lebar
  • Kesulitan kognitif

2. Cara mengatasi CCHS

2. Cara mengatasi CCHS
wrongdiagnosis.com

Jika salah satu anggota keluargamu dicurigai menderita CCHS, maka saat tidur merupakan waktu yang tepat untuk menentukan seberapa parah ia mengalami kesulitan bernapas.

Setelah observasi barulah medis bisa mengetahui perawatan seperti apa yang akan dibutuhkan. 

Tes fungsi pernapasan khusus, pemeriksaan jantung dan saraf lengkap juga dapat dilakukan untuk mengetahui seberapa parah CCHS yang diderita.

Diagnosis dan pengobatan dini penting dilakukan untuk mencegah komplikasi serius yang berakibat kematian.

Untuk itu, berikut beberapa cara mengatasi penderita CCHS:

  • Perawatan berfokus pada pemberian dukungan pernapasan, biasanya melalui penggunaan respirator (ventilator)

Kebanyakan orang dengan CCHS akan membutuhkan trakeostomi. Bahkan beberapa anak penderita CCHS akan membutuhkan ventilator 24 jam per hari. 

Pada beberapa individu, implan bedah pada otot diafragma dapat dilakukan untuk menstimulasi otot agar dapat mengontrol pernapasannya.

  • Anak-anak dengan CCHS mampu menjalani kehidupan yang aktif

Meskipun mereka dapat menjalani kehidupan seperti biasa, namun mereka tetap perlu pengawasan ketat saat berenang ataupun hanya bermain di kolam renang.

Pasalnya tubuh mereka mungkin akan lupa untuk bernafas saat berada di bawah air.

CCHS adalah kondisi seumur hidup yang membutuhkan pemantauan dan perawatan yang ketat terhadap obat.

Dengan menjaga keadaan mereka dan mengikuti protokol pengobatan, maka bukan tidak mungkin jika penderita CCHS dapat memiliki harapan hidup.

3. Kasus-kasus CCHS

3. Kasus-kasus CCHS
metro.co.uk

Kasus pertama terjadi pada Charlie Wagstaff, bocah 1 tahun yang tak bisa mengatur sistem saraf pusat dan tak bisa mengatur napas saat tertidur.

Ia didiagnosa menderita sindrom genetik Congenital Central Hypoventilation. Sejak lahir, Charlie dirawat di rumah sakit hingga ia berusia 4 bulan.

Saat tidurpun ia harus menggunakan masker untuk membantunya bernapas. Setiap malam, Charlie terus dipantau kadar oksigen dan karbon dioksida yang ada dalam tubuhnya.

Selain Charlie, kasus kedua menimpa bayi berusia 2 bulan yang bernama Riley Richardson juga didiagnosa mengidap CCHS. 

Dia telah menghabiskan sebagian besar hidupnya di ventilator di Royal Victoria Infirmary di Newcastle ketika dokter berusaha menemukan apa yang ia derita.

Riley lahir pada 15 Agustus di Cumberland Infirmary di Carlisle. Ketika lahir ia tidak menjerit atau menangis sama sekali.

Mengetahui hal tersebut, tim dokter segera melakukan pertolongan pada Riley dengan bantuan elektromagnetik hingga akhirnya ia berhasil bertahan hidup.

Namun seiring waktu berjalan, Riley tetap kesulitan untuk bernafas terutama saat tidur.

Kedua orangtuanya terus mencoba segala hal, termasuk 'skin to skin', tetapi hal itu tidak berhasil dan semakin menegaskan bahwa Riley membutuhkan perawatan khusus yang lebih dari itu. 

Kasus terakhir terjadi pada remaja 12 tahun bernama Liam Derbyshire, asal Gosport, Inggris yang harus terhubung dengan mesin sepanjang malam untuk menopang hidupnya agar tetap bisa bernapas saat ia tidur.

Ketika lahir ia hanya divonis berusia enam hari oleh dokter, karena menderita penyakit langka CCHS. Tapi hingga usia 12 tahun Liam masih bisa bertahan hidup karena rajin menggunakan mesin penopang hidup saat tidur.

Keluarganya di Gosport, Hants, harus menghabiskan banyak uang untuk tagihan listrik demi menyalakan peralatan mesin penopang hidup dan juga sejenis mesin diesel untuk keadaan darurat bila listrik padam.

Kini, Liam bersekolah di sekolah khusus Heathfield di Fareham, Hants, dan harus tetap memakai tabung pernapasan trakeostomi (lubang pada dinding depan anterior trakhea untuk bernapas) di tenggorokannya.

Baca juga:

The Latest