“Habis liburan, kulit kamu hitam banget ya sekarang.”
“Duh, itu muka apa penggorengan? Berminyak banget!”
Kalimat di atas mungkin sering Mama baca di media sosial, ya. Walau sangat tidak pantas diucapkan, namun sayangnya body shaming ini sudah terlalu sering terjadi. Saking seringnya ini dilakukan (khususnya di media sosial), beberapa orang bahkan menganggap body shaming tidak perlu dipermasalahkan.
Duh, miris!
Jika Mama salah satu orang yang merasa ‘gerah’ dengan body shaming yang semakin merajalela, maka Mama bisa mengingatkan pelakunya untuk berhenti, karena sekarang pelaku body shaming bisa dijerat Undang-Undang ITE, lho!
Baca info selengkapnya yang telah Popmama.comsiapkan di bawah ini yuk, Ma.
q. Pengertian body shaming
Freepik
Mengutip situs Hukum Online, “Secara sederhana body shaming merupakan bentuk dari tindakan mengejek/menghina dengan mengonmentari fisik (bentuk maupun ukuran tubuh) dan penampilan seseorang.”
Walau beberapa pelaku body shaming mengaku hanya bercanda saat melakukannya, namun tetap saja ini merupakan bentuk bullying, Ma.
Editors' Pick
2. Bisa terjerat UU ITE
hukumonline.com
Perlu Mama ketahui, segala penghinaan yang dilakukan di media sosial ternyata termasuk tindak pidana.
Menurut Hukum Online, pelakunya bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 , tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (atau lebih dikenal UU ITE) Pasal 27 ayat 3, sebagaimana yang telah diubah oleh UU No. 19 Tahun 2016.
Dalam Pasal 27 Ayat 3 dengan jelas disebutkan:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
3. Waspada ancaman pidana
Freepik/dooder
Dari Pasal 27 Ayat 3 tersebut, maka pelakunya dapat dipidana dengan pidana penjara paling 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp750juta. Ketentuan ini merupakan delik aduan.
Setelah mengetahui pasal di atas, Mama mungkin bertanya apakah body shaming termasuk penghinaan yang bisa berbuah ancaman pidana. Untuk itu, Mama bisa merujuk pada pasal tentang penghinaan ringan, yaitu Pasal 315 KUHP yang isinya:
“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Dengan begitu, Hukum Online menyebutkan kalau body shaming di media sosial dapat dikatakan sebagai penghinaan ringan, jika komentar tersebut berupa makian yang bersifat menghina.
4. Korban body shaming, lakukan ini:
Freepik/kasipat
Jika Mama merasa menjadi korban body shaming dan merasa terhina, maka Mama bisa melakukan pengaduan. Jika pelaku body shaming memenuhi seluruh unsur pidana dan telah melalui proses peradilan pidana, maka sangat mungkin ia dijatuhkan hukuman pidana.
Namun sebelum itu, semua korban penghinaan di media sosial dapat melayangkan pengaduan ke Layanan Aduan Konten Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Selain itu, Hukum Online juga menyebutkan jika seseorang merasa dihina, maka dapat melakukan upaya pengaduan kepada aparat penegak hukum setempat. Prosedurnya adalah:
Membuat laporan kejadian ke penyidik POLRI, unit Cybercrime.
Selain ke penyidik POLRI, Mama juga bisa melapor ke penyidik PPNS (Pejabat Pegawai Negeri Sipil), Sub Direktorat Penyidikan dan Penindakan, Keminfo.Pelaku body shamming di media sosial bisa dijerat UU ITE
Jika Mama menjadi korban cyberbullying dalam bentuk body shaming ini, jangan ragu untuk melapor ke Layanan Aduan Konten Keminfo ya, Ma.