KPPPA Ingatkan Orangtua untuk Menjaga Anak dari Paparan Pornografi
Paparan pornografi dapat merusak otak anak
17 Februari 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Seringkali orangtua memberikan gadget dengan muatan teknologi tinggi kepada anaknya dengan alasan tuntutan sebagai alat penunjang belajar anak.
Di sini ada hal yang perlu dijaga yaitu komunikasi antara orangtua dan anak dalam pendampingan agar anak bisa memanfaatkan teknologi dengan tepat.
Setelah anak memiliki gadgetnya sendiri, maka mereka akan bereksplorasi.
Editors' Pick
1. Dampak paparan pornografi pada anak
Ketika anak-anak terpapar konten pornografi saat menggunakan teknologi, maka hal tersebut akan merusak otak bagian depan anak atau Pre Frontal Cortex.
Biasanya ini terjadi pada anak-anak yang memiliki ponsel pribadi.
Oleh karena itu, peran orangtua untuk aktif berkomunikasi dan menumbuhkan kontrol diri pada anak ketika menggunakan teknologi menjadi sangat penting.
2. Data pengguna smartphone anak-anak
Faktanya, berdasarkan data dari Safer Internet Day 2017, sebesar 75 persen anak-anak berumur 10-12 tahun telah menggunakan smartphone dan memiliki media sosial.
Lebih miris lagi, berdasarkan data ECPAT (End Child Prostitution, Child Pornography & Trafficking Of Children For Sexual Purposes ) Indonesia, dari 504 korban Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) pada September 2016 – September 2017 sekitar 78 persen terjadi dari aktivitas online.
“Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa, maka kita harus memberikan perlindungan kepada anak, salah satunya dari paparan pornografi. Pada Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi menyebutkan adanya pelarangan melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek eksploitasi seksual online. Maka, orang tua dan guru di lingkungan pendidikan mereka wajib melindungi anak mereka dari paparan pornografi. Orangtua harus menjadi tauladan bagi anak-anaknya untuk mengurangi penggunaan gawai dengan memperbanyak komunikasi dengan anak,” ujar Plt Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dalam kegiatan “Sosialiasasi Pencegahan dan Penanganan Korban dan / atau Pelaku Pornografi” di Yayasan Bethesda, Tangerang (15/02/2019).
3. Macam-macam bentuk pornografi anak
Dermawan menambahkan, terdapat beberapa macam bentuk pornografi anak, diantaranya:
- Child Sexual Abuse Material (CSAM),
- Grooming Online untuk Tujuan Seksual, Sexting,
- Sextortion (Pemerasan Seksual),
- Siaran Langsung Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Pendiri Kakatu, Muhamad Nur Awaludin atau yang akrab disapa “Kak Mumu” bercerita bahwa saat ini teknologi telah merubah pola hidup masyarakat, termasuk anak-anak.
Hal ini bisa kita lihat, ketika anak-anak baru bangun tidur, yang mereka lihat adalah gawai mereka.
Ia juga mengatakan bahwa pornografi dapat merusak bagian depan otak anak atau Pre Frontal Cortex yang berfungsi untuk mengontrol diri dan merencanakan masa depan. Tahapan pornografi adalah dari melihat, meningkatkan level pornografi, dan akhirnya meniru apa yang mereka lihat.
Mungkin sulit untuk bisa melakukan sterilisasi konten pornografi, namun kita bisa memberikan imun kepada anak kita. Hal tersebut bisa kita lakukan dengan cara menumbuhkan edukasi dan kontrol diri pada anak dari gawai.
Contohnya adalah ketika anak secara tiba-tiba melihat konten pornografi pada gawai, maka ajarkan mereka untuk menekan tombol back, home, scroll, atau menutup mata mereka.
Senada dengan Dermawan dan Muhamad, seorang Psikolog, Mona Sugianto mengatakan bahwa orang tua merupakan terapis terbaik bagi anak – anak ketika mereka terpapar pornografi.
Ketika anak telah terpapar pornografi, berikan mereka kegiatan alternatif agar mereka tidak melakukan pelarian ke konten pornografi.
“Janganlah memarahi anak-anak ketika mereka terpapar konten pornografi. Namun buatlah kesepakatan antara orang tua dan anak terkait penggunaan gawai atau teknologi lainnya. Berikanlah mereka kepercayaan, namun tetap diiringi dengan komunikasi antara orang tua dan anak yang baik,” tutup Darmawan.