Menteri Yohana Menitikan Air Mata Saat Bertemu Anak Pelaku Kekerasan
Tak tahan, Menteri Yohana menangis saat bertemu pelaku kekerasan anak di Pontianak
16 April 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise menegaskan kasus kekerasan anak di Pontianak harus diupayakan diversi. Tagar #JusticeForAudrey seakan dipertanyakan mengingat para pelaku juga masih berusia di bawah umur. Mereka, 3 orang anak yang diduga sebagai anak pelaku kekerasan tentu juga berhak mendapat keadilan atas kasus yang sedang dihadapi.
Melansir laman Hukumonline, Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Melalui diversi diharapkan dapat memperkecil dampak buruk yang bisa dialami anak karena berhadapan dengan proses hukum.
Menurut UU SPPA dalam menangani kasus anak dapat dilakukan pendekatan keadilan restoratif dan dilaksanakan melalui cara diversi. Proses peradilan terhadap anak harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya karena mereka adalah penerus bangsa yang diharapkan tumbuh berkualitas.
Inti dari keadilan restoratif adalah penyembuhan, pembelajaran moral, partisipasi dan perhatian masyarakat, rasa memaafkan, tanggungjawab serta membuat perubahan yang semua itu merupakan pedoman bagi proses restorasi.
Sebelumnya Rita Pranawati, Wakil Ketua KPAI mengingatkan masyarakat untuk menahan diri dalam kasus kekerasan anak di Pontianak ini terhadap apa yang dialami AU, termasuk bagaimana bersikap di media sosial dan komentar untuk anak pelaku kekerasan.
Baca juga:
- Tak Tinggal Diam, KPAI Tetap Mengawasi Kasus Penganiayaan di Pontianak
- KPAI Mengimbau Masyarakat untuk Menahan Diri pada Kasus Kekerasan AU
Berikut Popmama.com telah merangkum informasi selengkapnya.
Editors' Pick
1. Hukum untuk anak berbeda dengan orang dewasa dengan adanya UU SPPA
Menteri Yohana Yambise berkunjung langsung ke Pontianak pada Senin (15/04/2019). Menteri Yohana telah berkordinasi dengan Walikota Pontianak di Kantor Balaikota Pontianak.
“Jika ancaman hukuman dibawah 7 tahun, maka penyelesaian kasus harus diupayakan diversi. Pengalihan penyelesaian perkara anak diluar peradilan pidana. Menggunakan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) karena pelaku masih usia anak. Tidak akan sama hukumannya dengan kasus pidana orang dewasa,” ujar Menteri Yohana.
Menteri Yohana ingin kasus kekerasan pada anak bisa ditangani dengan tepat.
“Kedatangan saya di sini disebabkan oleh dua hal. Pertama untuk memastikan hak anak terpenuhi berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak. Kedua, untuk memastikan kasus ditangani secara khusus menggunakan UU SPPA dalam penyelesaiannya,” terang Menteri Yohana.
Menteri Yohana berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menangani kasus kekerasan anak di Pontianak
Di Pontianak, selain bertemu dengan Gubernur Kalimantan Barat, Menteri Yohana juga berkoordinasi dengan Walikota Pontianak Edi Rusdi, dan seluruh Aparat Penegak Hukum (APH) yang ikut menangani perkara seperti Kejaksaan Tinggi dan Polres Pontianak.
Disamping itu, Menteri Yohana didampingi Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pribudirta N Sitepu, dan Deputi Perlindungan Anak, Nahar juga bertemu ketiga anak yang berkonflik dengan hukum (ABH) dan mengunjungi korban di tempat yang berbeda.
Baca juga:
- Tagar #JusticeForAudrey Semakin Viral, Jokowi Angkat Suara
- Awal 2019, Ini 7 Kasus Bully dan Kekerasan di Lingkungan Sekolah
2. Tangis Menteri Yohana jatuh saat bertemu dengan anak yang berkonflik dengan hukum (ABH)
Saat bertemu langsung dengan ABH, Menteri Yohana tak kuasa menahan tangis saat menjelaskan maksud kedatangannya. Ia menyampaikan kesedihannya atas kejadian tersebut dan keprihatinan akan kondisi para pelaku karena harus berhadapan dengan hukum.
Menteri Yohana berjanji akan tetap menjamin hak-hak mereka sebagai anak terpenuhi.
“Kalian ini masih punya masa depan. Jadikan pelajaran kejadian ini dan jangan sampai diulangi. Mama Yo ini ibu dari seluruh anak di Indonesia, kalian juga anak-anak Mama Yo,” kata Menteri Yohana sambil menitikan air mata.
Menteri Yohana juga menambahkan, kepentingan terbaik bagi anak harus diutamakan, baik anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku. Mulai dari pemulihan psikis, hingga hak untuk tetap mendapatkan pendidikan. Di sisi lain, Menteri Yohana juga menilai perilaku ABH merupakan akibat dari penggunaan gawai berlebihan.
“Negara menjamin dan melindungi hak-hak kalian. Kalian tetap harus bersekolah. Kalau ada kampus yang menolak kalian bersekolah, laporkan ke saya. Mama Yo pesan, hindari penggunaan gadget berlebihan, ini akibat dari penggunaan gadget dan media sosial yang berlebihan. Tugas utama kalian itu belajar,” tambah Menteri Yohana sesaat sebelum akhirnya menutup pertemuan dengan pelukan kepada ketiga ABH.
3. Hasil visum menunjukkan tidak ada kekerasan berat pada fisik korban
Terkait perkembangan kasus, hasil visum menunjukkan tidak terjadi kekerasan berat yang dialami pada fisik korban. Rencannya, pihak Polres Pontianak akan melakukan mediasi dan upaya diversi ke 3, setelah 2 kali sebelumnya sempat menemui jalan buntu.
Jika upaya kembali gagal, Menteri Yohana mengharapkan pihak kejaksaan yang menangani kasus di peradilan nantinya tetap mengedepankan UU SPPA.
Menteri Yohana kemudian melanjutkan perjalanan untuk menemui korban A (14). Dikediaman keluarga A, penguatan dan semangat diberikan Menteri Yohana langsung kepada A. Mereka juga sempat bernyanyi bersama.
Menteri Yohana berharap korban bisa segera pulih dan kembali bersekolah. Saat berbincang dengan keluarga dan kuasa hokum A, Menteri Yohana mengatakan akan mengawal kasus ini hingga tuntas dan menjamin hak-hak A dapat terpenuhi, terutama upaya pemulihan.
Dalam penanganan kasus, Kemen PPPA telah mengirimkan Tim Pendamping koordinasi penanganan kasus sejak 10 April 2019, diantaranya dengan melakukan kunjungan awal kepada korban. Memantau perkembangan proses hukum dan pendampingan bagi ABH serta memastikan korban dan pelaku mendapatkan layanan yang dibutuhkan.
Semoga kasus kekerasan anak di Pontianak ini segera menjdapat titik terang. Anak bukan beban orangtua, mereka adalah perhiasan yang harus dijaga.
Semoga dukungan berbagai pihak bisa membantu kasus ini agar dapat segera diselesaikan dan anak-anak yang terkait bisa kembali bersekolah dengan tenang.