Kronologi hingga Dakwaan Kasus Pengurus Gereja di Depok Cabuli Anak
Terdakwa dinyatakan bersalah dan dituntut 11 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Depok
4 Desember 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kasus pencabulan anak yang dilakukan oleh pengurus Gereja Santo Herkulanus di Depok telah memasuki tahap tuntutan.
Sebelumnya, terdakwa berinisial SPM ditangkap pada 14 Juni 2020 setelah digelar investigasi secara internal terkait kejahatan seksual yang dilakukannya terhadap sejumlah anak didiknya di gereja.
SPM sendiri sudah menjadi pembina salah satu kegiatan di gereja sejak awal 2000-an. Dan diduga, ia melancarkan aksinya semenjak 2006. Hingga saat ini, ada lebih dari 20 korban kejahatan seksual yang dilakukan olehnya.
Lebih lengkap, berikut kronologi hingga dakwaan soal kasus pencabulan anak oleh pengurus gereja di Depok yang telah Popmama.com rangkum dari berbagai sumber.
1. Kronologi kasus pencabulan anak oleh pengurus gereja di Depok
SPM yang merupakan pelaku dari kasus pencabulan anak oleh pengurus gereja di Depok, diduga telah mencabuli anak-anak yang dibina olehnya dalam sebuah kegiatan gereja sejak awal 2000-an.
Dari penyelidikan internal gereja, aksi pencabulan yang dilakukan SPM paling lama terjadi pada 2006. Namun, baru dicurigai pada Maret 2020. Pendamping hukum para korban, Azas Tigor Nainggolan, menceritakan kronologi kasus pencabulan tersebut.
Kasus ini mulai tercium semenjak Maret 2020 oleh pengurus-pengurus gereja lainnya. Para alumni misdinar (subseksi kegiatan yang dibina SPM) pun turut curiga karena melihat perilaku SPM.
"Dia suka pangku-pangku, suka peluk-peluk. Ini cerita dari teman-teman. Akhirnya mereka mencoba mendalami apa yang mereka lihat, melalui orangtua para misdinar dan teman-teman alumni misdinar," ungkap Tigor.
Dari situ, pihak gereja membentuk tim investigasi internal yang terdiri dari pengurus-pengurus lain. Mereka juga menemui Pastor Paroki Gereja, Yosep Sirilus Natet, untuk meminta pandangan karena kasus pencabulan ini dilakukan seorang pengurus senior gereja.
Natet pun berpendapat bahwa segala keburukan dalam internal mereka harus diselesaikan secara hukum. Apalagi ini menyangkut para korban yang trauma akibat kejahatan seksual yang dilakukan oleh SPM.
Penyelidikan oleh tim internal gereja berlanjut dengan mengundang satu per satu orangtua anggota misdinar. Mereka orangtua diberi pertanyaan terkait kemungkinan bahwa anak-anaknya menjadi korban pencabulan oleh SPM.
Sayangnya, sulit menerima jawaban atas penyelidikan tersebut. Sebab, menurut Tigor ada situasi di mana para korban tidak menyadari bahwa dirinya dilecehkan karena masih anak-anak. Usia paling kecil dari mereka adalah 11 tahun.
Begitu pun dengan para orangtua yang tidak tahu karena anak-anak mereka tidak menceritakannya. Di samping itu, ada pula orangtua yang takut dan malu setelah mengetahui anaknya menjadi korban kasus tersebut.
Untungnya, salah satu orangtua korban ada yang menyampaikan kepada tim investigasi internal gereja bahwa anaknya telah mengalami perlakuan tak pantas oleh SPM pada Maret lalu.
Setelahnya, investigasi terus berkembang dan para korban lainnya pun berani mengaku. Tigor mengungkap telah menerima pengakuan dari 11 anak, di mana 6 di antaranya sudah selesai, sedangkan 5 lainnya masih dibutuhkan pemeriksaan lebih dalam.
Dari pengakuan para korban, ada dugaan bahwa SPM sering kali memaksa dan mengancam untuk tidak memberikan tugas misdinar kepada anak-anak itu agar menurut saat akan dicabuli. Namun, tidak ada ancaman kekerasan dari hasil pemeriksaan.
Akhirnya, gereja sepakat bahwa kasus ini harus dibawa ke ranah hukum. Pihak gereja juga menunjuk Tigor untuk mendampingi pelapor bersama dengan psikolog, romo (pastor), dan biarawati. Dan SPM pun telah diberhentikan dari kepengurusan gereja.
Editors' Pick
2. Latar belakang kasus pencabulan anak oleh pengurus gereja di Depok
Berdasarkan keterangan dari pelaku kasus pencabulan anak oleh pengurus gereja di Depok, polisi mengungkapkan motif yang melatarbelakangi kejahatan seksual tersebut.
Kapolres Metro Depok Kombes Pol Azis Andriansyah mengatakan bahwa aksi tersebut dilakukan karena pelaku pernah mengalami hal serupa semasa kecilnya. Ditambah, pelaku juga pernah melihat aksi tak terpuji tersebut dan terbawa hingga dewasa.
Meski telah ada keterangan tersebut, pihak kepolisian masih terus mendalami kasus ini hingga tuntas.
"Dan akhirnya mungkin jadi semacam kebiasaan. Diduga sejak awal tahun 2000-an (orientasi seksnya menyimpan), tetapi apakah dia cabul atau suka sama suka tahun 2000-an ini masih kita dalami," tutup Azis.
3. Keterangan polisi terkait kasus pencabulan anak oleh pengurus gereja di Depok
Polisi menyatakan bahwa laporan kasus pencabulan anak oleh pengurus gereja di Depok, berawal dari kecurigaan pengurus gereja lainnya.
"Awalnya ada kecurigaan dari pihak pengurus, "Ada beberapa anak diajak ke ruang tertutup (perpustakaan di lingkungan gereja) dan dikunci," ucap Azis.
Azis menambahkan bahwa SPM melakukan aksinya bukan hanya di gereja, tapi juga di beberapa tempat lain.
"Saya sampaikan, tidak hanya di satu lokasi yang ada di mobil, ada yang kadang di rumah korban, di situ berapa kali, ya," ungkap Azis.
Di samping itu, polisi juga menyampaikan bahwa pelaku juga mencari kesempatan untuk melancarkan aksinya.
"Artinya, bukan dia mematok ke satu lokasi sebagai tempat, tapi dia mencari kesempatan. Ketika kesempatan ada, nah, itu dia jadi nggak mesti harus di lokasi tertentu, nggak," katanya.
4. Penangkapan pelaku kasus pencabulan anak oleh pengurus gereja di Depok
Polresta Depok akhirnya menangkap SPM, pelaku kasus pencabulan anak oleh pengurus gereja di Depok pada 14 Juni 2020.
Laporan terhadap kepolisian dilayangkan oleh pengurus gereja setelah melakukan penyelidikan internal. Setelah itu, polisi pun segera mengamankan SPM dan menetapkannya sebagai tersangka
5. Tuntutan dari JPU untuk pelaku kasus pencabulan anak oleh pengurus gereja di Depok
Pelaku kasus pencabulan anak oleh pengurus gereja di Depok telah menjalani sidang pembaca tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum Siswatiningsih di Pengadilan Negeri Depok pada Senin, 30 November 2020. Berikut tuntutan pidana dari JPU untuk SPM.
"Menyatakan terdakwa SPM bersalah melakukan tindak pidana melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, dilakukan oleh pendidik atau tenaga kependidikan, berbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan."
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SPM dengan penjara 11 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah tetap ditahan dan denda 200 juta rupiah, subsider 3 bulan kurungan."
Tuntutan tersebut mengacu pada beberapa pasal sekaligus, yaitu Pasal 82 Ayat 2 juncto Pasal 76 E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Selain itu, JPU juga memberikan pidana tambahan, seperti pembayaran ganti rugi kepada 2 anak yang menjadi korban dalam kasus yang saat ini tengah diperkarakan.
Ganti rugi korban pertama sebesar Rp 6.524.000 atau subsider 3 bulan penjara, lalu ganti rugi korban kedua senilai Rp 11.520.639 atau subsider 3 bulan penjara.
Melihat adanya kasus ini, sebagai orangtua ada baiknya selalu memantau kegiatan anak di luar rumah serta sering berbicara dari hati ke hati sehingga kita mengetahui apa yang sedang dialami anak-anak.
Baca juga:
- Penting! Cara Memberi Pemahaman pada Anak Tentang Ujaran Kebencian
- Tips Aman dari Kejahatan Ketika Menginap di Hotel saat New Normal
- 5 Hal yang Bisa Ditiru dari Orangtua Skandinavia saat Membesarkan Anak