Peneliti Ungkap Banyaknya Bakteri di Baju Tergantung Berbagai Faktor
Juga tergantung deterjen apa yang kamu pakai
29 Maret 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tanpa disadari, bakteri bersarang di kulit dan juga akhirnya menyusup ke pakaian kita setiap hari.
Namun jumlah dan jenis bakteri di pakaian kamu misalnya, akan sangat berbeda dari yang ada di pakaian anak kamu.
Dalam hal bakteri yang menempel, kita semua sangatlah berbeda satu sama lain.
Penelitian di negara Denmrak yang terbaru mengidentifikasi beberapa alasan mengapa komposisi bakteri pada sebuah T-shirt berbeda antar individu.
Penelitian tersebut dilakukan atas kerja sama peneliti dari Departemen Biologi di Universitas Kopenhagen dan Novozim.
“Bakteri di ketiak pakaian menentukan bau dan juga seberapa awet pakaian tersebut. Oleh karena itu, mengetahui faktor mana yang menentukan hal ini amat berguna bagi masyarakat luas. Dalam studi ini kami tidak hanya mengidentifikasi beberapa faktor yang memengaruhi bakteri, tetapi juga mengembangkan metode untuk menganalisisnya pada pakaian yang dikenakan,” kata seorang peneliti di balik studi baru, Mette Burmølle, Associate Professor, Department of Biology, University dari Kopenhagen.
Oke Ma, untuk bahas itu lebih jauh, yuk ikuti terus artikel Popmama.com berikut ini!
1. Sulit untuk menyelidiki bakteri pada kaus
Dalam penelitian ini, menentukan bakteri mana yang ada di kaus merupakan hal yang sulit bagi para peneliti.
Itu karena tidak mudah mengekstraksi bakteri dari kain, lalu menentukan jumlah, komposisi, serta keberagaman bakteri tersebut.
Beberapa peneliti memasukkan seluruh kaus ke dalam larutan untuk melepaskan DNA bakteri-bakteri, sementara yang lain membudidayakan bakteri dari sampel bahan di media pertumbuhan laboratorium, untuk mengetahui jumlah bakteri yang bisa dianalisis.
Namun, kedua metode tersebut memiliki keterbatasan dalam penelitian.
Menganalisis bakteri dari seluruh T-shirt tidak bisa begitu saja dilakukan, karena sulitnya membuat pengaturan laboratorium dengan banyaknya tumpukan 500 T-shirt dalam ember di sekitar laboratorium untuk nantinya diteliti.
Selain itu, ada informasi penting yang hilang tentang di mana bakteri tertentu berada di T-shirt.
Membudidayakan bakteri pada wadah penelitian, juga merupakan ide yang buruk dikarenakan beberapa akan tumbuh lebih cepat dari yang lain sehingga terjadi pembiasan informasi.
“Kami bekerja cukup lama untuk mengembangkan metodologi yang sesuai. Hingga akhirnya kami mengembangkan teknik di mana kami dapat mengambil selembar kain berukuran 10 kali 10 cm dari ketiak, llau mengekstrak bakteri dari kain tersebut dan melakukan penelitian, ”jelas Mette Burmølle.
Editors' Pick
2. Bahan baju dan siapa yang memakainya menentukan jumlah dari variasi jenis bakteri yang menempel
Proyek penelitian ini merujuk dari sebuah tesis master karya Eva Sterndorff yang bekerja sama dengan Novozymes.
Dalam pelaksanaannya melibatkan 10 laki-laki (4 pekerja kantoran, 3 mahasiswa, 2 mekanik sepeda dan 1 petugas polisi).
Kemudian masing-masing mengenakan T-shirt dan memakainya selama tiga hari lamanya, baik siang maupun malam.
T-shirt dibuat dari bahan yang berbeda, sebagian dari katun dan sebagian lagi berbahan poliester.
Selanjutnya, Eva Sterndorff dan tim peneliti menggunakan teknik yang baru dikembangkan untuk menganalisis bakteri dari kaus tersebut.
Mereka memeriksa kaus yang dikenakan kesepuluh laki-laki, juga kaus yang baru dibuka dari kemasan, dan kaus yang baru-baru ini dicuci dengan deterjen tanpa enzim.
“T-shirt dicuci di Novozymes, yang memiliki pengaturan sangat khusus untuk mencuci T-shirt dengan cara berbeda, yakni dengan atau tanpa enzim. Enzim biasanya ditambahkan ke deterjen untuk menghilangkan kotoran-kotoran dengan lebih efisien. Dalam penelitian ini, kami menggunakan deterjen ringan tanpa enzim," kata Mette Burmølle.
3. Hasil penelitian
Perbedaan antara orang yang memakai dan jenis kain yang digunakan mendapat hasil studi sebagai berikut:
- Kaus berbahan katun baru dan belum pernah dipakai sebelumnya sudah memiliki kandungan bakteri yang dapat diukur, sedangkan kaus berbahan poliester baru dan tidak pernah digunakan juga terdeteksi adanya bakteri.
- Jumlah total bakteri di ketiak kaus tidak banyak berubah saat dicuci dengan deterjen lembut tanpa enzim. Namun, komposisi komunitas bakterinya berubah, tetapi jumlah total bakterinya tidak.
- Saat dipakai, kaus poliester mengakumulasi lebih banyak bakteri daripada kaus katun. Pencucian dengan deterjen tanpa enzim mengurangi jumlah total bakteri hanya sedikit untuk kaus katun dan poliester yang telah dipakai.
Individu atau siapa yang mengenakan T-shirt merupakan faktor terpenting dalam menentukan komposisi dan keanekaragaman mikroba.
“Hasil menunjukkan bahwa faktor yang paling menentukan adalah siapa yang memakai kaus tersebut. Ini menentukan jumlah dan komposisi bakterinya,” terang Mette Burmølle.
4. Bakteri berkembang pada pakaian tergantung aktivitas seseorang
Mette Burmølle menjelaskan bahwa beberapa faktor menentukan bakteri pada ketiak seseorang, yang kemudian menjajah T-shirt yang dipakai sehari-hari.
Hal ini juga mengacu pada perbedaan tingkat aktivitas, jumlah keringat, genetika, pola makan dan di mana orang berada pada waktu siang hari.
“Penelitian ini barulah sebagian kecil karena pada dasarnya dimaksudkan untuk mengembangkan metode ekstraksi bakteri dari pakaian. Namun demikian, kami menemukan beberapa perbedaan, dan ini mungkin relevan untukmu. Kamu tidak hanya dapat memilih deterjen untuk pakaian sesuai warnanya saja tetapi yang lebih penting berdasarkan jenis kain dan bakteri yang kamu hasilkan," kata Mette Burmølle.
5. Pilih produk deterjen dengan kandungan yang mampu menghilangkan kuman dan bakteri
Sebagai ibu rumah tangga, kita perlu cermat dalam memilih produk deterjen yang tepat.
Mama perlu memerhatikan setiap komposisi dalam deterjen, apakah produk tersebut memiliki kandungan yang bukan hanya membersihkan, tapi juga menghilangkan berbagai kuman dan bakteri. Apalagi saat masa pandemi Covid-19 seperti ini, pemilihan produk harus teliti.
Ditemui dalam konferensi pers via zoom yang bertajuk "Higienitas Ditengah Lingkungan Sekitar" yang diadakan oleh Vanish Indonesia pada Kamis Kamis (25/3) lalu Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Dr. Hermawan Saputra, SKM., MARS.,CICS. mengatakan saat pandemi Covid-19 di Indonesia sejak tahun lalu, masyarakat diimbau untuk lebih memerhatikan kebersihan diri sendiri, termasuk tidak sembarangan mencuci pakaian yang dikenakan ke luar rumah karena adanya potensi menjadi sarana penyebaran penyakit. "Selain merendam pakaian dengan air panas terlebih dahulu, penggunaan deterjen yang dapat membunuh biang penyakit juga menjadi penting.” ungkapnya.
Dalam kesempatan ini Vanish Indonesia juga mengenalkan formula terbarunya yakni, Vanish Oxi Action Multi Power untuk hilangkan noda dan kuman pada pakaian sejak pertama mencuci.
Pada varian terbarunya ini terdapat kolaborasi bersama Dettol yang efektif membunuh kuman serta bakteri penyebab penyakit seperti S. aureus, P. aeruginosa, E. coli dan E. hirae.
“Vanish hadir sebagai produk penghilang noda yang efektif menghilangkan noda tanpa
merusak warna dan serat pakaian. Sebagai pelengkap atau komplemen deterjen, kandungan natrium perkarbonat pada Vanish Oxi Action Multi Power menghasilkan jutaan gelembung oksigen yang menembus hingga ke serat pakaian menghasilkan hasil cucian yang bersih dari noda sejak pertama kali cuci,” ujar Annisa Rachmawati Brand Manager Vanish. Formula Multi Power pada Vanish bubuk dapat menghasilkan jutaan gelembung Oxi yang dapat menghilangkan noda sekaligus menjaga serat pakaian sejak pertama kali cuci.
Demikian informasi mengenai pertumbuhan bakteri pada pakaian. Semoga bermanfaat ya, Ma!
Baca juga:
- 6 Rekomendasi Merk Deterjen Khusus Bayi yang Aman untuk Kulit Sensitif
- 5 Kesalahan Mencuci Handuk yang Masih Sering Dilakukan
- 7 Tips Mencuci saat Musim Hujan agar Pakaian Tidak Bau Apek