Terungkap, Siswi Tewas di Gorong-gorong Sekolah Dibunuh Ayah Kandung

Pelaku sempat menyangkal bahwa dirinya telah membunuh anaknya sendiri

28 Februari 2020

Terungkap, Siswi Tewas Gorong-gorong Sekolah Dibunuh Ayah Kandung
Kompas/Irwan Nugraha

Pelaku pembunuhan seorang siswi SMP Tasikmalaya yang jasadnya ditemukan di gorong-gorong sekolah akhirnya terungkap. Pelaku yang sudah dicurgai ialah ayahnya sendiri.

Satreskrim Polres Tasikmalaya Kota berhasil mengungkap pelaku pembunuhan dari Delis Sulistina (13), siswi SMPN 6 Tasikmalaya yang tewas pada Senin (27/1) lalu.

Polisi menyimpulkan bahwa Delis meninggal akibat dibunuh dan pelakunya adalah ayah kandungnya sendiri, Budi Rahmat (45).

Melansir dari Kompas, Kepala Polres Tasikmalaya Kota, AKBP Anom Karibianto mengatakan, "Tersangka berinisial BR yang tidak lain bapak kandungnya sendiri," ujarnya pada hari Senin (27/2).

Penetapan tersangka ini berdasarkan hasil penyelidikan, keterangan saksi-saksi, dan pengumpulan bukti-bukti. Tim Forensik Polda Jawa Barat juga telah melakukan hasil otopsi sebagai bukti ahli kepolisian.

Sesuai hasil penyelidikan, motif pembunuhan karena pelaku emosi saat korban meminta uang untuk acara studi tur ke Bandung yang akan dilaksanakan oleh sekolahnya. Korban saat itu diketahui pergi ke lokasi kerja pelaku untuk meminta uang dengan menggunakan angkutan umum.

"Pelaku pun kalap dan membunuh korban di sebuah tempat rumah kosong," tambah Anom.

Kasus ini bermula saat warga Cilembang, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya, menemukan jasad seorang perempuan yang tersembunyi di gorong-gorong sekolahnya di SMPN 6 Tasikmalaya pada Senin (27/1) sore.

Jasad tersebut ditemukan masih berseragam lengkap pakaian Pramuka berkerudung dan disampingnya ada tas sekolah berisi identitasnya serta buku-buku sekolah.

Dalam buku-buku di tas berwarna pink dekat jasad tersebut tertera nama korban, Delis Sulistina yang merupakan salah satu siswi Kelas VII SMPN 6 Tasikmalaya.

Tim Unit Identifikasi atau Inafis Polres Tasikmalaya Kota berhasil mengevakuasi jenazah dengan cara membongkar tembok beton saluran drainase tersebut.

Berikut Popmama.com rangkum kronologi kejadian dari kasus ini.

Editors' Pick

1. Kronologi pembunuhan

1. Kronologi pembunuhan
Kompas

Delis Sulistina, siswi SMPN 6 Tasikmalaya dibunuh oleh ayah kandungnya sendiri. Jasadnya ditemukan di gorong-gorong sekolahnya pada Senin (27/1) lalu.

Ia dibunuh lantaran ayahnya kesal karena korban meminta uang sebesar Rp 400.000 untuk biaya studi tour sekolah ke Bandung.

Menurut penuturan Kapolres Tasikmalaya Kota, AKBP Anom Karibianto, kronologi pembunuhan berawal saat korban datang ke tempat kerja pelaku di salah satu rumah makan di Jalan Laswi Kota Tasikmalaya, seusai sekolah dengan menggunakan angkutan umum pada hari Kamis (23/1) lalu.

Setibanya di lokasi, korban bertemu dengan ayahnya dan meminta uang sebesar Rp 400.000 untuk studi tour sekolah ke Bandung.

Pelaku sempat memberikan uang kepada korban sebesar Rp 200.000 dan meminjam kepada bosnya Rp 100.000.

"Karena korban merasa pemberian uang ayahnya kurang, korban dibawa ke rumah kosong dan sempat cek cok dengan pelaku. Lokasi rumah kosong itu dekat dengan tempat kerja pelaku sekaligus TKP pembunuhan terjadi," jelas Anom saat konferensi pers, Kamis (27/2).

Anom juga mengatakan, Pelaku yang diketahui dalam keadaan emosi langsung mencekik korban sampai meninggal dunia.

Setelah korban meninggal, pelaku sempat membiarkan jasad anaknya di rumah kosong tersebut untuk kembali bekerja sekitar pukul 4 sore. Seusai bekerja sekitar pukul 9 malam, pelaku kembali ke TKP untuk menyembunyikan jasad anaknya di gorong-gorong sekolahnya SMPN 6 Tasikmalaya.

"Tujuan pelaku menyembunyikan mayat anaknya di gorong-gorong sekolahnya supaya dikira bahwa kematian anaknya karena kecelakaan," kata Anom.

Pelaku diketahui membawa jasad anaknya dengan cara dibonceng menggunakan sepeda motor sambil tangan korban diikatkan ke tubuhnya memakai gulungan kawat telepon bekas.

Setibanya di lokasi sekolah pada pukul 10 malam, pelaku menyembunyikan jasad anaknya di gorong-gorong tanpa diketahui orang karena pada saat itu sedang turun hujan deras.

Dari penjelasan Anom, pelaku memasukkan mayat korban secara paksa ke dalam gorong-gorong sekitar dua meter menggunakan salah satu kakinya.

"Mayat korban saat dimasukan gorong-gorong dipaksakan oleh pelaku. Supaya tersembunyi ke dalam gorong-gorong itu, pelaku mendorong mayat korban pakai salah satu kaki mencapai 2 meter jaraknya dari mulut gorong-gorong itu," jelas Anom.

2. Ibu korban tidak percaya jika anaknya meninggal karena kecelakaan

2. Ibu korban tidak percaya jika anak meninggal karena kecelakaan
Kompas/Irwan Nugraha

Sebelum pelaku pembunuhan terungkap, kematian korban diduga karena kecelakaan namun ibu korban membantah dan tidak mempercayainya.

Ibu kandung korban, Wati Fatmawati, meyakini anaknya dibunuh sejak ditemukan jasadnya pada Senin (27/1) lalu.

Ia mengatakan, tak mungkin kalau anaknya kecelakaan namun jasadnya bisa masuk saluran drainase yang ukurannya sempit sampai tersembunyi.

"Alasan selain perasaan saya yang meyakini ada yang bunuh, tidak masuk akal tubuh anak saya kalau kecelakaan bisa masuk gorong-gorong sempit itu sampai ke dalam. Itu jelas ada yang menyembunyikan," jelas Wati kepada wartawan pada Rabu (26/2) malam.

Wati sempat kesal dan tidak mempercayai ucapan orang-orang yang mengatakan kalau kematian anaknya karena kecelakaan tak disengaja.

"Namanya saya ibunya, pasti ada perasaan dalam diri saya terkait anak saya. Apalagi ini jelas ditemukan anak saya meninggalnya dalam kondisi tak normal di dalam gorong-gorong. Saya sempat benci kalau ada yang bilang begitu," ungkapnya.

Meski meyakini anaknya korban pembunuhan, dirinya tidak menuduh atau menaruh curiga pada seseorang.

"Saya tak pernah curiga ke siapapun. Tapi, saya yakin anak saya dibunuh. Saya ingin pelakunya cepat ditangkap dan jangan sampai lepas," lanjutnya.

Sebelumnya ibu korban sempat melaporkan ke pihak sekolah bahwa anaknya hilang dan tidak pulang ke rumah pada Kamis (23/1) lalu. Pihak sekolah pun turut mencari keberadaan korban pada saat itu.

Pihak sekolah sempat mencari ke tempat kerja pelaku yang tak lain adalah ayahnya. Namun pelaku mengatakan kalau korban ada di rumahnya.

Mendengar keterangan tersebut, pihak sekolah saat itu langsung menghentikan pencarian dan percaya kalau korban bersama ayahnya.

Hubungan kedua orangtua korban memang diketahui sudah tidak lagi harmonis sejak bercerai.

"Jadi hubungan ayah dan ibunya korban kurang harmonis dan telah bercerai," kata Wakil Kepala Sekolah SMPN 6 Tasikmalaya Saefulloh kepada wartawan, Jumat (31/1).

3. Pelaku sempat menyangkal tuduhan membunuh anaknya

3. Pelaku sempat menyangkal tuduhan membunuh anaknya
Kompas/Irwan Nugraha

Pihak sekolah mengatakan kalau korban diketahui tak masuk kelas keesokan harinya namun malah ditemukan jenazahnya di dalam gorong-gorong depan gerbang sekolah yang hanya berdiameter 30 cm.

"Sabtu libur merah Hari Imlek, Minggu libur, Nah, hari Seninnya korban tak masuk kelas, eh, malah ditemukan di gorong-gorong depan sekolah jenazahnya," ujar Wakil Kepsek SMPN 6 Tasikmalaya.

Sementara itu, Kapolres Tasikmalaya, AKBP Anom mengatakan, pelaku sebelumnya sudah dimintai keterangan oleh pihak kepolisian sebanyak tiga kali selama sebulan ini. Namun, pelaku terus menyangkal bahwa dirinya adalah pelaku pembunuhan anaknya sendiri.

"Sebelumnya menyangkal terus, sudah tiga kali diperiksa oleh kepolisian. Sampai akhirnya kita temukan bukti-bukti lengkap dan membawa pelaku ke lokasi kejadian sampai akhirnya pelaku mengakui perbuatannya," kata Anom.

Anom melanjutkan, pengungkapan kasus ini berawal dari temuan jejak sepatu korban dan sandal pelaku di lokasi kejadian saat proses penyelidikan.

"Kasus ini terungkap berawal dari temuan jejak sepatu korban dan sandal pelaku di lokasi kejadian," jelasnya.

Saat pelaku juga mengaku bahwa telah berbohong kepada pihak sekolah bahwa anaknya bersama dirinya. Pelaku mengatakan sebenarnya korban tidak bersama dirinya saat itu. Ia hanya ingin pihak sekolah segera pergi dari tempatnya bekerja.

"Supaya cepat saja, Pak. Saya lagi sibuk kerja, dan supaya guru sekolah anak saya cepat pulang," katanya.

Pelaku juga mengaku menyesali perbuatannya karena telah membunuh anaknya sendiri.

AKBP Anom mengatakan, pelaku terancam hukuman penjara selama 20 tahun karena telah melanggar Pasal 76C Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014, tentang perubahan Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, di mana ancaman hukumannya adalah 15 tahun. Namun karena tersangka adalah ayah korban, hukuman ditambah 5 tahun.

Baca juga:

The Latest