Dalam agama Islam terdapat banyak solusi atas berbagai masalah yang terjadi kepada para umat muslim, termasuk mengenai pernikahan dan kehamilan. Berjalannya waktu, kini tidak sedikit ditemukan perempuan yang hamil di luar nikah atau saat mengandung ditinggalkan oleh suami, baik karena meninggal dunia atau bercerai.
Kondisi tersebut tentunya menjadi hal yang tidak diinginkan terjadi oleh perempuan mana pun. Lalu, solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan tersebut yaitu dengan menikah, hidup bersama laki-laki untuk menjadi papa dari calon anaknya.
Seperti yang kita ketahui, dalam Islam pernikahan merupakan bagian dari ibadah. Namun, bagaimana hukumnya dalam Islam jika perempuan dalam keadaan hamil memutuskan untuk menikah?
Berikut ini Popmama.com telah merangkum informasi mengenai hukum menikah saat hamil, haramkah?
Mari kita simak bersama penjelasannya, Ma!
Hukum Perempuan Menikah saat Hamil Diperbolehkan Apabila dengan Laki-Laki yang Menghamilinya
Freepik/Freepic.diller
Berdasarkan beberapa dasar hukum Islam yang berlaku, perempuan yang hamil atas melakukan zina diperbolehkan menikah dengan laki-laki yang menghamilinya
Hal ini berdasarkan pada Q.S An-Nur Ayat 3 yang berbunyi:
“Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin”(Q.S An Nur Ayat 3).
Hukum pernikahan perempuan saat hamil juga disebutkan dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) dengan menimbang segala manfaat dan mudhratnya. Berikut ini bunyi Pasal 53, yang mengatur pernikahan perempuan hamil akibat zina:
Seorang perempuan hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya.
Perkawinan dengan perempuan hamil yang disebut pada Ayat 1 dapat dilansungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat perempuan hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Hamil di luar nikah menjadi salah satu permasalahan yang selalu terjadi dengan berkembangnya zaman. Meskipun hal ini dalam agama Islam telah dijelaskan hukumnya haram, akan tetapi perzinahan masih belum bisa teratasi.
Maka dari itu, tak heran jika kini banyak ditemukan perempuan yang menikah pada saat dirinya tengah mengandung besar. Menikah dengan laki-laki yang menghamilinya menjadi solusi terakhir dan tertepat untuk mengatasi kecelakaan tersebut.
Editors' Pick
Kehamilan Hasil dari Perzinaan yang Hukumnya Haram Tidak Menghalangi Pernikahan
Pexels/Hussein Almeemi
Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan baik yang disengaja ataupun tidak. Namun, mereka juga pasti memiliki kesadaran untuk memperbaiki kesalahan tersebut, terlebih jika ia melakukan hal yang telah dilarang keras oleh agama.
Begitupun dengan pernikahan saat hamil, perempuan dan laki-laki dewasa yang sadar betul bahwa perbuatannya berakibat fatal, berhak untuk menyelesaikannya secara bijak dan sesuai dengan syariat agama.
Hal ini dijelaskan dalam Hadis Riwayat Ibn Majah, bahwa hukum perempuan yang menikah saat hamil sah karena perbuatan zina yang haram hukumnya tidak menghalangani perbuatan halal yaitu menikah.
Perbuatan yang haram (zina) itu tidak menyebabkan haramnya perbuatan yang halal," (HR. Ibn Majah).
Hukum Perempuan Menikah saat Hamil setelah Bercerai dengan Suami, Diperbolehkan
Freepik/atlascompany
Selain disebabkan oleh perbuatan zina, pernikahan yang dilakukan saat kondisi hamil juga bisa terjadi karena sang perempuan ditinggalkan oleh suaminya baik dengan bercerai atau meninggal dunia.
Namun, untuk melaksanakan pernikahan tersebut tentunya ada syarat yang harus dipatuhi terlebih dahulu. Menurut Ustazah Lailatas Syarifah, Lc, MA, pernikahan perempuan hamil setelah berpisah berlaku apabila sudah melewati masa iddahnya.
Hal ini berdasarkan pada firman Allah SWT dalam Q.S Ath-Thalaq Ayat 65 yang berbunyi:
"Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya," (Q.S Ath-Thalaq Ayat 65).
Perbedaan Pandangan Ulama Mengenai Hukum Perempuan Menikah saat Hamil
Pexels/Muhammad Adil
Selain mengacu pada Al-Qur'an dan hadis, hukum menikah pada saat hamil juga dijelaskan oleh beberapa ulama. Masing-masing dari mereka memiliki pendapat yang berbeda sesuai dengan mazhab yang dianut.
Ulama Syafi'iah
Menurut ulama Syafi'iah, hukum perempuan yang menikah disaat hamil adalah sah selama tidak ada dalil yang melarangnya. Bahkan ia menjelaskan bahwa perempuan yang hamil boleh menikah dengan laki-laki yang menghamilinya atau tidak, selama pernikahan tersebut memenuhi syarat nikah dan terdapat ijab kabul. Lalu ulama Syafi'iah juga menyatakan kalau tidak ada masa iddah bagi perempuan yang ingin menikah ketika dirinya tengah mengandung.
Ulama Hanabilah
Menurut ulama Hanabilah, tidaklah sah pernikahan perempuan dalam keadaan hamil dan seharusnya ia baru diperbolehkan menikah setelah melewati masa iddahnya. Apabila perempuan tersebut memaksa keadaan saat hamil lalu menikah, maka menurut ulama tersebut pernikahannya tidak sah.
Ulama Malikiyah
Menurut ulama Malikiyah, perempuan yang hamil memiliki massa iddah atau yang dikenal dengan sebutan istibra. Masa tersebut berlaku sejak perempuan tersebut hamil sampai ia melahirkan anaknya. Jadi, pernikahan perempuan hamil dengan laki-laki yang menghamiliki atau bukan, tidak akan sah sampai perempuan tersebut melahirkan.
Ulama Hanafiyah
Menurut ulama Hanafiyah, pernikahan perempuan saat hamil hukumnya sah apabila ia menikah dengan laki-laki yang menghamilinya dan memenuhi syarat maupun akad nikah. Pendapat ulama tersebut berdasarkan pada ayat Q.S An-Nisa Ayat 23 bahwa perempuan yang hamil bukan salah satu sosok yang haram untuk dinikahi.
"Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang," (QS. An-Nisa Ayat 23).
Nah, Ma itulah penjelasan mengenai hukum menikah saat hamil. Semoga informasi tersebut dapat memperluas wawasan Mama ya.