Dilarang Agama, Pernikahan Sedarah di Indonesia Bahaya untuk Anak
Selain dilarang agama dan tidak sah dalam hukum, pernikahan sedarah bisa berbahaya untuk anak
16 Juli 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pernikahan sedarah masih banyak dilakukan di beberapa daerah di Indonesia. Indonesia sebagai negara hukum yang mengatur segala bentuk larangan dalam perkawinan.
Salah satunya perkawinan antara dua orang yang masih berhubungan darah, berhubungan sesusuan, berhubungan semenda, atau hal lainnya yang dianggap tidak memenuhi syarat pernikahan yang sah dalam hukum.
Setiap pernikahan dua insan harus berdasarkan perkawinan yang sah. Pernikahan sedarah bisa disebut juga inses.
Inses adalah hubungan saling mencintai yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan dari rantai keluarga yang sama memiliki ikatan keluarga yang dekat.
Biasanya hubungan inses tersebut antara papa dengan anak perempuan, mama dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri.
Berikut Popmama.com berikan informasi mengenai pernikahan sedarah di Indonesia secara lebih detail.
Yuk, disimak penjelasannya!
Editors' Pick
Dilarang Agama dan Hukum Positif di Indonesia
Pernikahan sedarah atau incest ini sudah sangat melanggar hukum yang ada, adat serta agama. Dalam Pasal 8 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan dilarang antara dua orang, antara lain:
a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas;
b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan seorang saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri;
d. berhubungan susuan, anak susuan, saudara dan bibi/paman susuan;
e. berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau keponakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang;
f. yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.
Pernikahan sedarah sangat tidak memenuhi syarat dan bisa dibatalkan oleh pejabat yang ditunjuk, sehingga bisa mencegah berlangsungnya perkawinan.
Pegawai pencatat perkawinan tidak diperbolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan apabila terdapat pernikahan yang dapat melanggar hukum.
Bagi pihak yang mengetahui adanya pelanggaran terhadap ketentuan perkawinan tersebut, maka wajib memberi tahu kepada keluarga serta instansi yang berwenang. Dalam hal ini pengadilan Agama untuk selanjutnya diproses sesuai aturan yang ada, sehingga didapat posisi hukum yang sah.
Sesuai dengan Pasal 90 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ditentukan pembatalan segala perkawinan yang berlangsung dengan menyalahi ketentuan-ketentuan termuat dalam Pasal 30, 31, 32, dan 33.
Pernikahan tersebut boleh dituntut atau dimintakan pembatalan oleh suami istri itu sendiri, orangtua, keluarga sedarah mereka dalam garis keturunan ke atas, oleh mereka yang berkepentingan atas pembatalan tersebut atau dari kejaksaan.
Masih Banyak Pernikahan Sedarah di Daerah yang Perlu Menjadi Perhatian Pemerintah
Pernikahan di Indonesia masih kental dengan adat yang dilakukan di setiap daerah. Termasuk pernikahan sedarah yang kerap dilakukan masyarakat disebabkan minimnya edukasi dan pengetahuan seberapa bahayanya pernikahan sedarah.
Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy dalam suatu kesempatan mendatangi daerah yang masih banyak terjadi pernikahan sedarah.
Pemerintah menyoroti tradisi pernikahan sedarah yang kerap terjadi di berbagai daerah salah satunya di Kabupaten Ponorogo yang harus dituntaskan hingga akarnya.
Pernikahan sedarah tersebut bisa disebabkan karena kemiskinan yang ekstrem, kehidupan yang tidak layak membuat mereka kurang mendapat edukasi dan perhatian yang lebih dari pemerintah dan lingkungan sekitar.
Pernikahan sedarah juga terjadi di Kecamatan Belopa Utara, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Diketahui pernikahan sedarah dilakukan oleh seorang kakak dan adik kandung hingga memiliki dua anak.
Pernikahan ini tidak boleh dibiarkan turun-temurun hingga menjadi kebiasan dalam suatu masyarakat.
Pentingnya perhatian lebih yang diberikan pemerintah setempat terhadap masyarakatnya yang masih menerapkan pernikahan sedarah.