Hukum Menggabungkan Harta Suami dan Istri di Dalam Pernikahan
Penggabungan harta antara suami dan istri disebut harta bersama
15 November 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Dalam Islam, kedudukan dari harta adalah sebagai tonggak kehidupan rumah tangga. Harta yang diserahkan kepada suami dan istri harus dengan akal sehat serta harta yang mereka kuasai harus dijadikan pokok kehidupan.
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Qur'an surat An-nisa ayat 5 yang berbunyi:
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan-Nya) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah pada mereka kata-kata baik.” (Surat An-nisa: 32)
Ketika suami istri menikah, mereka akan otomatis menggabungkan harta atau biasa disebut harta bersama. Harta bersama didapat ketika setelah menikah harta tersebut dihasilkan dari kerja sama suami dan istri.
Seperti apa hukum menggabungkan harta suami dan istri di dalam pernikahan? Nah, kali ini Popmama.com akan merangkumnya sebagai informasi bagi Mama dan Papa.
Apa Itu Harta Bersama?
Harta bersama adalah penggabungan harta yang didapat suami istri selama diikat oleh tali sebuah pernikahan. Dalam segi bahasa, harta artinya barang-barang, uang, dan hal lainnya yang menjadi sumber kekayaan.
Sedangkan menurut istilah, harta adalah sesuatu yang dapat dikuasai dan diambil manfaatnya. Maksud dari harta bersama ialah harta yang dipergunakan secara bersama-sama, atau disebut harta gana-gini.
Nama penyebutan harta bersama yang familiar dengan masyarakat Indonesia adalah harta gana-gini. Penyebutan istilah harta bersama dalam keluarga atau gana-gini secara implisit memang tidak dijumpai dalam Al-Qur'an atau hadis. Dikarenakan istilah ini berasal dari hukum adat (‘urf) pada masyarakat yang mengenal pencampuran harta kekayaan dalam keluarga, salah satunya masyarakat Indonesia.
Editors' Pick
Penggabungan Harta dan Aturannya
Sesuai dengan Pasal 36 ayat 1 Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 baik suami maupun istri mempunyai hak untuk mempergunakan harta bersama yang telah diperolehnya tersebut. Selagi untuk kepentingan rumah tangga tentunya dengan persetujuan kedua belah pihak.
Berbeda dengan harta bawaan yang keduanya mempunyai hak untuk mempergunakannya tanpa harus ada persetujuan dari keduanya. Artinya masing-masing berhak menguasai harta bawaan sepanjang para pihak tidak punya ketentuan lain, sebagaimana yang diatur dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 35.
Umumnya dalam hukum Islam, baik itu dari Al-Qur'an, sunah, dan fiqih tidak melihat adanya harta bersama. Hukum Islam lebih memandang adanya keterpisahan antara harta suami dan istri.
Sebagai kewajibannya, suami memberikan sebagian hartanya itu kepada istri atas nama nafkah. Dengan begitu, istri dapat mempergunakannya untuk keperluan rumah tangga mereka.
Tidak ada penggabungan harta, kecuali bentuk akad perjanjian kerja sama untuk itu dilakukan dalam suatu akad khusus untuk syirkah. Tanpa akad tersebut, maka harta suami istri tetap terpisah.