Tidak Bisa Sembarangan, Begini Hukum Istri Minta Cerai Menurut Islam
Apa saja yang perlu diperhatikan sebelum mengambil keputusan besar ini?
11 November 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Setiap pasangan suami istri tentu akan dihadapkan pada berbagai masalah. Apabila tidak menemukan jalan keluar, perceraian sering dijadikan sebagai jalan keluar.
Bukan hanya dari pihak suami, pada kasus tertentu pun istri juga kerap punya keinginan untuk menggugat cerai terlebih dahulu. Namun apakah hal ini berlaku dalam Islam? Atau adakah ketentuan lain yang perlu dipatuhi terlebih dahulu?
Secara hukum negara, pihak istri maupun suami bisa mengajukan perceraian ke pengadilan. Namun dalam Islam, tetap ada rambu-rambu yang perlu diamati, Ma.
Salah satunya tentang khuluk. Khuluk menjadi bagian penting saat seorang istri memutuskan hendak meminta cerai pada suami.
Berikut Popmama.com rangkum informasinya untuk Mama dari berbagai sumber:
1. Apa itu khuluk dalam proses cerai Islam?
Dikutip dari situs resmi Nahdlatul Ulama (NU) Online, saat sesudah turunnya syariat Islam, perempuan diberikan hak bicara. Salah satu kewenangan perempuan untuk menyuarakan suaranya di dalam bab nikah ialah berhak mengajukan khuluk atau biasa disebut juga sebagai ‘tebus talak’.
Khuluk ini memiliki legalitas hukum dalam Al-Quran sebagaimana yang disebutkan dalam Surat al-Baqarah ayat 229.
“Maka apabila kalian khawatir bahwa keduanya tidak dapat menegakkan aturan-aturan hukum Allah, maka tidaklah mereka berdosa mengambil bayaran (tebus talak) yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya (dan mengenai pengambilan suami akan bayaran itu).”
Secara definitif, khuluk adalah pengajuan talak oleh istri, sebagaimana diungkapkan oleh Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha dalam al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syâfi’i (Surabaya: Al-Fithrah, 2000), juz IV, hal. 127.
“Khuluk ialah talak yang dijatuhkan sebab keinginan dan desakan dari pihak istri, hal semacam itu disyariatkan dengan jalan khuluk, yakni pihak istri menyanggupi membayar seharga kesepakatan antara dirinya dengan suami, dengan (standar) mengikuti mahar yang telah diberikan.”
Editors' Pick
2. Hukum istri mengajukan khuluk
Khuluk secara syariat hukumnya boleh diajukan jika memenuhi persyaratan. Selain itu, dalam khuluk harus terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, baik suami maupun istri. Hal ini terutama yang berkaitan tentang nominal tebusan.
Kesepakatan ini sekaligus menunjukkan bahwa dalam akad khuluk, harus ada kerelaaan dari pihak suami untuk menerima tebusan. Selain itu, harus ada kesanggupan dari pihak istri juga untuk membayar tebusan tersebut.
Yang utama, nominal tebusan tidak boleh melebihi nominal maskawin pada saat pernikahan.
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa hukum asal khuluk ini ialah mubah jika memenuhi persyaratan. Persyaratan tersebut di antaranya telah disebutkan oleh Imam Abu Ishak Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Fairuzzabadi al-Syairazi dalam al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam al-Syafi’i (Damaskus: Dar al-Qalam, 1992), juz II, hal. 489.
“Apabila seorang perempuan benci terhadap suaminya karena penampilannya yang jelek, atau perlakuannya yang kurang baik, sementara ia takut tidak akan bisa memenuhi hak-hak suaminya, maka boleh baginya untuk mengajukan khuluk dengan membayar ganti rugi atau tebusan.”