Hukum Perselingkuhan dalam Islam, Disebut sebagai Zina Muhsan
Hukuman perselingkuhan sudah tertuang di dalam Al-Qur'an surah An-Nur ayat 2
9 Oktober 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Perselingkuhan merupakan suatu hubungan antara laki-laki maupun perempuan yang sudah menikah dengan orang lain yang bukan pasangannya. Tindakan selingkuh sendiri merupakan salah satu hal yang dilarang dalam ajaran agama Islam.
Karena pada dasarnya, hubungan antara suami dan istri dianggap suci dan harus dijaga dengan sungguh-sungguh. Selain itu, seseorang yang menikah memiliki tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menjaga diri dari segala godaan setan.
Apabila seorang suami atau istri tergoda dengan orang lain dan melakukan perselingkuhan, maka artinya salah satu dari mereka telah mengingkari komitmen pernikahan.
Meskipun dilarang keras, namun kenyataannya tindakan perselingkuhan masih sering terjadi di kehidupan sehari-hari, baik di kalangan masyarakat umum maupun di kalangan selebriti.
Lantas bagaimana jadinya apabila seorang yang beragama Islam melakukan perselingkuhan? Berikut Popmama.com telah merangkum informasi selengkapnya mengenai hukum perselingkuhan dalam Islam secara lebih detail.
Disimak, ya!
1. Agama Islam melarang keras tindakan mengganggu rumah tangga orang lain
Agama telah mengatur sedemikian rupa kehidupan dan etika rumah tangga.
Oleh karena itu, agama Islam memandang penting keharmonisan pasangan suami istri dalam membangun rumah tangga yang kondusif untuk tercapainya tujuan rumah tangga itu sendiri, yakni kebahagiaan.
Dilansir dari NU Online, Rasulullah SAW melarang keras seseorang yang mengganggu keharmonisan rumah tangga orang lain sebagaimana hadis berikut ini:
عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِها أو عَبْدًا عَلَى سَيِّدِه
Artinya:
"Dari Abu Hurairah ra ia berkata, Rasulullah bersabda: "Bukan bagian dari kami, orang yang menipu seorang perempuan atas suaminya atau seorang budak atas tuannya." (HR Abu Dawud)
Pada hadis tersebut, agama Islam jelas menilai buruk tindakan tipu daya yang dilakukan seorang laki-laki untuk menjauhkan perempuan dari suaminya.
Islam juga sangat mengecam berbagai upaya seseorang dengan cara memperdaya perempuan dalam rangka merusak hubungan rumah tangganya bersama suami.
Editors' Pick
2. Pihak ketiga dalam rumah tangga orang lain tidak dianggap sebagai pengikut Rasulullah SAW
Kecaman agama Islam soal perselingkuhan tidak hanya menyasar pada laki-laki sebagai pihak ketiga dalam rumah tangga.
Agama juga mengecam keras perempuan yang melakukan upaya serupa dalam rangka merebut hati suami orang lain. Berikut penjelasan berdasarkan hadis, yakni:
(لَيْسَ مِنَّا) أي من أتباعنا (مَنْ خَبَّبَ) بتشديد الباء الأولى بعد الخاء المعجمة أي خدع وأفسد (امْرَأَةً عَلَى زَوْجِها) بأن يذكر مساوىء الزوج عند امرأته أو محاسن أجنبي عندها (أَوْ عَبْدًا) أي أفسده (عَلَى سَيِّدِه) بأي نوع من الإفساد وفي معناهما إفساد الزوج على امرأته والجارية على سيدها قال المنذري وأخرجه النسائي
Artinya:
"(Bukan bagian dari) pengikut (kami, orang yang menipu) melakukan tipu daya dan merusak kepercayaan (seorang perempuan atas suaminya) misalnya menyebut keburukan seseorang lelaki di hadapan istrinya atau menyebut kelebihan lelaki lain di hadapan istri seseorang (atau seorang budak atas tuannya) dengan cara apa saja yang merusak hubungan keduanya. Semakna dengan ini adalah upaya yang dilakukan untuk merusak hubungan seorang laki-laki terhadap istrinya atau merusak hubungan seorang budak perempuan terhadap tuannya. Al-Mundziri mengatakan, hadis ini juga diriwayatkan An-Nasai.” (Lihat Abu Abdirrahman Abadi, Aunul Ma‘bud ala Sunan Abi Dawud, [Yordan: Baitul Afkar Ad-Dauliyyah, tanpa catatan tahun], halaman 967)
Keterangan dalam hadis tersebut cukup menjelaskan bahwa pihak ketiga dalam sebuah rumah tangga tidak dianggap sebagai pengikut Rasulullah SAW dan umat Islam.
Upaya merusak keharmonisan rumah tangga orang lain juga bukanlah hidup yang disyariatkan oleh agama Islam.
3. Islam melarang keras seorang perempuan yang menuntut laki-laki menceraikan istrinya
Pada hadis riwayat Imam At-Tirmidzi, Rasulullah SAW dengan lugas melarang perempuan untuk menuntut laki-laki menceraikan istrinya dengan tujuan ingin menguasai apa yang menjadi hak istrinya selama ini.
Berikut hadis riwayat Imam At-Tirmidzi, yakni:
عن أبي هريرة يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم قال لَا تَسْأَلِ المَرْأَةُ طَلَاقَ أُخْتِهَا لِتَكْفِئَ مَا فِي إِنَائِهَا
Artinya:
"Dari Abu Hurairah yang sampai kepada Rasulullah SAW, ia bersabda: Janganlah seorang perempuan meminta perceraian saudaranya untuk membalik (agar tumpah isi) nampannya."
Imam An-Nawawi berkata bahwa makna hadis ini adalah larangan bagi seorang perempuan (pihak ketiga) untuk meminta seorang laki-laki menceraikan istrinya agar laki-laki itu menalak istrinya dan menikahi pihak ketiga tersebut.
Kesimpulannya, agama mengharamkan upaya seorang perempuan merebut suami dengan maksud menguasai harta atau dengan maksud menikah dengan suami orang lain, meskipun tanpa syarat menceraikan istri sebelumnya (poligami).
4. Perselingkuhan dalam Islam disebut sebagai perbuatan zina muhsan
Dalam sebuah buku Fiqih Keluarga Terlengkap karya Rizem Aizid dijelaskan bahwa perselingkuhan merupakan penyebab paling utama perceraian dalam hubungan suami-istri.
Perselingkuhan dalam Islam disebut sebagai perbuatan zina muhsan, yakni zina yang dilakukan oleh seseorang yang sudah menikah, mencakup suami, istri, janda, atau duda yang pernah menikah secara sah, kemudian melakukan hubungan intim dengan orang yang bukan mahramnya secara sadar dan tanpa paksaan.
Dalam Al-Qur'an surah An-Nur ayat 2, Allah SWT telah menetapkan hukuman keras bagi para pelaku zina melalui ayat berikut ini:
ٱلزَّانِيَةُ وَٱلزَّانِى فَٱجْلِدُوا۟ كُلَّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا مِا۟ئَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِى دِينِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَآئِفَةٌ مِّنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ
Artinya:
"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang beriman."
5. Orang yang melakukan perselingkuhan dihukum dengan hukuman rajam dan lemparan batu
Dalam pandangan Islam, seseorang yang melakukan perselingkuhan akan dihukum dengan hukuman rajam dan dilempari batu sebagai penebus dosa-dosanya.
Hal ini bersandar pada sebuah hadis dari Abu Hurairah RA, bahwa ada seorang laki-laki bernama Maiz bin Malik al-Aslam mendatangi Nabi SAW saat beliau sedang di masjid.
Ia berkata, "Rasulullah, saya telah berzina."
Mendengar pengakuan tersebut, Rasulullah SAW langsung berpaling padanya. Namun, orang itu selalu mengulangi perkataannya sampai bersumpah. Maka Nabi langsung memanggilnya dan bertanya, "Apakah engkau gila?"
"Tidak," kata Maiz.
Nabi SAW membahas tentang perbuatan zina muhsan yang dilakukan laki-laki tersebut dan memutuskan untuk merajamnya.
Jabis berkata, "Saya termasuk orang yang merajamnya. Kami merajamnya di tempat salat Id, tetapi setelah ia kena batu, orang itu lari. Kami mengejarnya dan sampai di tempat yang banyak batu ia kami dapatkan dan kami rajam ia di san." (HR Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian hukum perselingkuhan dalam Islam jelas diharamkan karena termasuk dalam perbuatan zina muhsan. Semoga informasi tersebut bermanfaat serta menambah pengetahuan Mama dan Papa tentang perselingkuhan, ya.
Baca juga:
- 5 Alasan Perlu Menyimpan Bukti Perselingkuhan Pasangan
- Cara Membuktikan Perselingkuhan di Pengadilan
- 11 Ciri Suami Mulai Selingkuh Ini Perlu Diwaspadai