Ria Ricis Bagikan 11 Penyebab Hancurnya Rumah Tangga
Sebagian besar poin menyebut suami yang terlalu berpihak pada keluarga dibanding istrinya sendiri
6 April 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Ria Ricis mengunggah foto berisikan 11 poin penyebab hancurnya rumah tangga yang ia ambil dari sebuah akun TikTok. Unggahan yang dibagikan lewat Instagram pribadinya itu langsung dihapus dan membuat netizen berasumsi negatif soal pernikahan Ria Ricis.
Penyebab hancurnya rumah tangga yang tertulis dalam unggahan Ria Ricis, antara lain:
- Suami selalu membela keluarganya dibanding istrinya
- Selalu dengar omongan keluarganya
- Mertua selalu mau terlibat dalam urusan rumah tangga
- Lebih memilih ribut dengan istri daripada ribut sama orangtua dan saudaranya
- Suami selalu diam kalau mama dan saudaranya menjelek-jelekkan istrinya
- Walaupun orangtua dan saudaranya salah tetap dibela, istri disalahkan
- Suami tidak jujur soal keuangan
- Lebih royal ke orang lain daripada istrinya
- Suami yang selalu selingkuh
- Meminjamkan barang yang ada di rumah tanpa bicara dulu sama istri
- Sembunyi-sembunyi memberi uang kepada orangtuanya
Lantas hal ini menjadi tanda tanya besar soal rumah tangga Ria Ricis dan Teuku Ryan. Pasalnya, pasangan ini selalu terlihat harmonis saat di depan kamera.
Kali ini Popmama.com telah merangkum lebih jelas terkait Ria Ricis bagikan 11 penyebab hancurnya rumah tangga.
Disimak, yuk!
1. Suami selalu berpihak pada keluarga dibandingkan istrinya sendiri
Sebagian besar dari poin yang dibagikan, sosok suami yang selalu berpihak pada keluarga dibandingkan istrinya sendiri menjadi penyebab hancurnya rumah tangga. Inilah yang sering menjadi dilema seorang suami, memilih istri atau orangtuanya.
Dalam Al-Qur'an Surah Luqman ayat 14 telah disebutkan agar manusia selalu berbuat baik pada orangtuanya, terutama sosok mama. Sementara itu, dalam hadis Rasulullah SAW, sosok mama disebut sebanyak tiga kali yang berarti harus diperlakukan dengan baik.
Pada saat yang bersamaan seorang suami juga harus berbuat baik pada istrinya. Hal itu tertuang pada Surat Al-Baqarah ayat 233 yang mengamanahkan seseorang untuk memberikan makanan dan pakaian yang layak sebagai nafkah untuk istrinya.
Melansir dari NU Online, Prof Quraish mengungkapkan kalau menghargai istri sama pentingnya dengan menghormati mama sendiri. Keduanya harus sama-sama dicintai dan diutamakan.
Selanjutnya, Prof Quraish memberi nasihat kepada para suami untuk selalu berdiskusi dan melibatkan istri ketika hendak mengambil keputusan yang berkaitan dengan orangtua kedua belah pihak.
Intinya, seorang laki-laki harus bisa bersikap bijak dan tidak mempertentangkan antara posisi istri dan seorang mama karena dua-duanya sama penting.
Editors' Pick
2. Tidak jujur soal keuangan hingga memberi uang ke orangtua secara sembunyi-sembunyi
Melanjutkan dari NU Online yang mengutip dari perkataan Prof Quraish, soal keuangan juga perlu didiskusikan karena pada dasarnya orangtua suami adalah orangtua istri.
Misalnya ketika sepasang suami istri hendak memberikan hadiah kepada orangtua, lakukan kesepakatan bersama pasangan. Bahkan kalau suami ingin memberi hadiah kepada mamanya, usahakan melalui tangan istri agar terjalin tali kasih antar keduanya.
Amalan untuk memperlakukan orangtua dan istri dapat dilakukan sekaligus tanpa harus mengabaikan salah satunya. Imam An-Nawawi pernah diminta fatwanya soal seseorang yang memiliki istri dan seorang mama.
Apakah boleh mengutamakan istri daripada mamanya?
لا يأثم بذلك إذا قام بكفاية الأم إن كانت ممن يلزمه كفايتها بالمعروف، لكن الأفضل أن يستطيب قلب الأم وأن يفضلها، وإن كان لا بد من ترجيح الزوجة فينبغي أن يخفيه عن الأم
Artinya:
“Seseorang tidak berdosa dengan tindakan itu ketika ia mencukupi (nafkah) ibunya jika ibunya adalah salah seorang yang wajib dinafkahi dengan baik. Tetapi yang utama adalah membahagiakan (menjaga perasaan) dan mengutamakan ibunya. Jika memang harus mengutamakan nafkah istri daripada ibu, maka seseorang suami harus menyembunyikan tindakan tersebut dari ibunya.” (Al-Imam An-Nawawi, Fatawal Imamin Nawawi, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2018/1439], halaman 150)