Bagaimana Cara agar Tidak Jadi Korban KDRT? Begini Kata Psikolog
Cari tahu sebelum terjebak lebih jauh yuk, Ma!
6 November 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kekerasan dalam rumah tangga menjadi salah satu pemicu keluarga tidak harmonis dan meningkatkan anak-anak dengan gangguan perkembangan secara psikologis. Terlalu sering cekcok hingga berujung kekerasan akan menjadi awal terbentuknya hubungan keluarga yang tidak sehat.
Perlu Mama ketahui bahwa ada survei terhadap kekerasan fisik atau seksual terjadi pada perempuan berusia 15-64 tahun sebagai korban telah tercatat dalam Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional Indonesia 2016 (SPHPN 2016).
Ketidaktahuan mengenai adanya kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga sendiri, nantinya akan berdampak pada pertambahan jumlah korban KDRT.
Untuk Mama yang ingin mengetahui beberapa informasi mengenai KDRT termasuk menentukan sikap sebagai cara keluar kekerasan, tak perlu khawatir karena kali ini Popmama.com dan Psikolog Alexandra Gabriella A., M.Psi, C.Ht akan membahasnya.
Wajib disimak nih, Ma!
Editors' Pick
1. Banyak korban yang masih enggan membuka suara
Menurut Alexandra Gabriella sangat disayangkan sekali bila orang-orang yang mengalami KDRT berusaha untuk bungkam dan diam saja tanpa melakukan tindakan pembelaan.
Bentuk kekerasan pun bisa sangat bermacam-macam di dalam sebuah hubungan, seperti verbal, fisik, finansial hingga seksual. Kekerasan dalam rumah tangga ini bisa terlihat ketika pasangan sudah terlalu posesif dan senang merendahkan korban secara emosional.
"Beberapa dari korban kekerasan merasa khawatir terhadap stigma dan penilaian dari orang lain bahwa mereka adalah korban KDRT. Hal inilah yang membuat mereka memilih untuk tetap berada di dalam hubungan yang penuh dengan kekerasan," ucap Alexandra dari sisi psikologi para korban kekerasan.
"Selain itu, masyarakat di Indonesia pun lebih cenderung masih beranggapan kalau KDRT merupakan masalah dapur masing-masing keluarga, sehingga orang sekitar mungkin saja akan bersikap acuh atau berpura-pura tidak tahu," lanjutnya.
2. Apa yang harus dilakukan ketika mengalami KDRT?
Ma, hubungan yang sudah didominasi dengan berbagai kekerasan perlu menjadi perhatian karena ini bisa berdampak pada kesehatan fisik dan juga mental. Bahkan tidak hanya diri sendiri saja yang menjadi korban akibat mengalami KDRT, namun keluarga terdekat bahkan anak akan merasa tidak nyaman.
Psikolog Alexandra Gabriella mengingatkan bahwa ketika Mama mengalami KDRT dan begitu sangat membahayakan kondisi diri sendiri dan orang terdekat, maka perlu melakukan beberapa hal seperti:
- Melakukan brainstorming bersama orang-orang terdekat yang dapat membantu serta memberikan dukungan selama proses penyelesaian KDRT berlangsung.
- Sadarilah kalau Mama termasuk orang yang kuat dalam arti bisa hidup mandiri tanpa bergantung dengan pasangan. Tanamkan ke dalam pikiranmu kalau setiap orang berhak hidup lebih layak dan bahagia.
- Berusaha untuk tidak menanggapi pembicaraan negatif dari orang lain di sekeliling. Mungkin memang akan ada orang-orang yang berbicara mengenai kondisi permasalahan di dalam keluarga. Walau hanya sesaat, ada baiknya untuk tetap bersabar sekaligus mencari solusi terbaik.
- Jika ada kekerasan fisik, maka lakukanlah visum ke kantor polisi untuk mendukung berbagai data-data yang dibutuhkan.
- Mintalah bantuan psikologis terkait kondisi kesehatan mental dan bantuan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
- Berusahalah untuk tinggal sementara di tempat orang-orang yang bisa melindungi mendukung secara emosional.
Itulah beberapa tindakan yang perlu dilakukan jika sudah menganggap kalau hubungan sebagai pasangan suami istri semakin tidak sehat. Ingatlah kalau Mama dan anak-anak sangat berharga, sehingga tidak pantas mendapatkan kekerasan.