Anak Dieksekusi, Atalarik Syach: Ini Seperti Gerebek Sarang Teroris
Atalarik Syach menganggap eksekusi paksa ini merendahkan martabatnya dan keluarga
3 Mei 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Penjemputan Tsania Marwa untuk kedua anaknya di rumah Atalarik Syach sempat gagal beberapa waktu lalu. Sebagai seorang Mama, ia pun sempat menuliskan ungkapan isi hati terdalam melalui unggahan Instagram pribadinya.
"I am trying my best. One day Syarief and Shabira, you will know, you will understand," tulis Tsania Marwa.
Dalam unggahan berbeda, Atalarik Syach merasa eksekusi yang dilakukan oleh mantan istrinya itu terkesan meresahkan bahkan terjadi tindak kekerasan pada anak.
"Alhamdulillah anak-anak yang punya hati dan perasaan masih memilih bersama saya," tulis Atalarik dalam unggahan terbarunya.
Tak hanya itu, Atalarik pun menuliskan sebuah surat terbuka yang berisikan tujuh poin. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk untuk menunjukkan kebenaran sekaligus apa yang sebenarnya terjadi.
Surat terbuka ini saya sampaikan karena masalah rumah tangga saya sudah menjadi konsumsi publik. Dimulai dari perceraian saya dengan mantan istri saya yang melakukan tindakan Nusyuz hingga saat ini berujung perebutan hak asuh anak, berlanjut keputusan KASASI yang telah memenangkan mantan istri saya. Kemudian Pengadilan Agama Cibinong Jawa Barat menetapkan eksekusi anak-anak saya pada tanggal 29 April 2021.
Alhamdulillah, anak-anak dengan kuasa Allah SWT dan atas kemauan mereka sendiri hanya mau tinggal bersama saya, Bapak mereka.
Jika Mama ingin mengetahui beberapa poin lengkap dari surat terbuka Atalarik, berikut Popmama.com telah merangkumnya.
1. Atalarik Syach sudah sampai ke titik pasrah menghadapi permasalahan ini
Sebagai orangtua, Atalarik Syach dalam poin pertama ini menjelaskan bahwa ia saat kejadian memang tidak ada di rumah. Walau sudah merasa pasrah, namun ia merasa sedih dan miris memikirkan hati anak-anaknya dalam menjalani permasalahan ini.
Saat itu, saya tidak di rumah, saya bekerja. Namun, lebih dari itu, dari diri saya sendiri sudah sampai ke titik pasrah. Sedih dan miris hati saya membayangkan anak-anak saya akan dieksekusi.
Selain istilah yang tak lazim karena lebih tepat diperuntukkan kepada benda daripada manusia. Saya juga tidak mau kehadiran saya membingungkan anak-anak untuk mengambil keputusan.
2. Atalarik Syach mengatakan bahwa eksekusi paksa ini merendahkan martabatnya dan keluarga
Tindakan Pengadilan Agama Cibinong dalam melaksanakan eksekusi terhadap anak (seharusnya dapat dibedakan, bukan seperti eksekusi tanah atau barang) dengan mengerahkan puluhan polisi dari Polres Cibinong dan PROVOS adalah tindakan yang berlebihan dan memancing kerusuhan.
Juga terlebih ketegangan dan keresahan anak-anak saya yang mendapat tindakan eksekusi selama hampir 6 jam, tanpa memperdulikan pengaruh psikologis terhadap anak-anak saya yang berusia 8 tahun dan 5 tahun. Padahal anak-anak sudah berteriak puluhan kali menolak terang-terangan ikut ibunya.
Begitu juga suasana keramaian yang ditimbulkan oleh banyaknya petugas kepolisian datang, justru merendahkan martabat saya beserta keluarga di lingkungan tempat tinggal kami.
Tindakan tersebut bagai tindakan penggerebekan sarang narkoba atau teroris. Para petugas seperti unjuk kekuatan di depan umum dan media.
Coba kita pikirkan bersama, anak-anak saya justru akan dieksekusi dari rumah mereka sendiri. Rumah yang nyaman tempat mereka tumbuh dan tetap ceria selama ini walaupun orangtuanya bercerai.
Mari lihat, bagaimana anak-anak saya tidak mau pergi saat dieksekusi. Apa yang dibutikan dari situasi tersebut? Bagaimana pandangan kita terhadap kenyamanan hati mereka?
3. Eksekusi dianggap melanggar beberapa Undang Undang Anak
Atalarik Syach merasa keberatan dengan eksekusi yang terjadi, apalagi dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental anak-anaknya.
Tindakan Pengadilan Agama Cibinong dalam melaksanakan eksekusi terhadap anak-anak saya dengan mengerahkan puluhan polisi, Polres Cibinong dan PROVOS yang berseragam lengkap adalah melanggar UU Perlindungan Anak, UU Peradilan Anak dan UU yang relavan dengan tindakan tersebut.
4. Atalarik Syach kecewa terhadap tindakan dari Pengadilan Agama Cibinong
Tindakan Pengadilan Agama Cibinong dalam melaksanakan upaya eksekusi terhadap anak dengan membiarkan kekerasan dilakukan terhadap anak dan mencoba memaksa anak dengan menyuruh anggota kepolisian membantu melakukan penekanan terhadap anak adalah tindakan melawan hukum.
Sebagai orangtua, Atalarik Syach merasa kecewa terhadap Pengadilan Agama Cibinong dalam melaksanakan eksekusi. Apalagi tindakan yang terjadi dianggap sangat memaksa dan berujung keributan.
Editors' Pick
5. Atalarik Syach mengecam tindakan dari Pemohon Eksekusi yang melakukan kekerasan terhadap anak
Atalarik Syach sebagai orangtua merasa sedih karena tindakan eksekusi terhadap anak-anaknya justru berujung kekerasan yang tanpa disadari sudah terjadi, seperti menarik tangan ketika anak sudah menolak
Tindakan Pemohon Eksekusi melakukan kekerasan terhadap anak dengan menarik-narik tangan anak saat anak meronta-ronta tidak mau ikut dengan paksaan Pemohon Eksekusi adalah sama dengan melakukan kekerasan verbal terhadap anak dan merupakan tindak pindana yang dapat diancam dengan hukuman pidana.
6. Tindakan eksekusi mengganggu kenyamanan ibadah di bulan Ramadan
Di bulan suci Ramadan seperti sekarang, Atalarik Syach mengatakan bahwa eksekusi secara paksa ini seharusnya tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan bisa menganggu kenyamanan keluarganya.
Tindakan yang paling memprihatinkan ialah Pengadilan Agama Cibinong sebagai Pengadilan Agama yang melaksanakan eksekusi pada bulan suci Ramadan, saya anggap terlalu memaksakan tanpa menunjukkan alasan-alasan yang dibenarkan dalam ajaran Islam bagi orang-orang yang sedang menjalankan ibadah puasa bulan seci Ramadan.
Tindakan tersebut tidak menghiraukan imbauan saya sebelumnya, saat saya memohon kepada Komisi Perlindungan Anak Daerah Cibinong agar menyampaikan eksekusi tersebut selepas Idul Fitri 1442H sebagai wujud Pengadilan Agama yang lebih dapat menimbang urusan beragama dengan adil demi kepentingan ibadah umat.
7. Sang Mama dibentak dan diperlakukan tak pantas
Sebagai seorang anak, Atalarik Syach merasa kecewa karena sang Mama sempat dibentak dan diperlakukan tak pantas selama proses eksekusi. Rasa kekecewaannya pun tertuang pada poin tujuh dalam surat terbuka yang dituliskan Atalarik.
Perlakuan tidak pantas berupa sikap arogan dan bentakan, juga dilakukan oleh para eksekutor Pengadilan Agama terhadap ibu saya, nenek anak-anak saya yang berusia 74 tahun.
Hal tersebut sungguh tidak pantas karena beliau dan anggota keluarga saya yang berada di rumah saat itu, justru turut berupaya membantu petugas serta tidak menghalangi anak-anak saya untuk ikut ibunya selama tidak ada paksaan.
Seperti itukah layaknya tindakan eksekusi terhadap anak-anak di negeri kita ini?
Seperti itukah tindakan yang patur dilakukan oleh aparat sebagai pelindung warga?
Di mana kepatutan tingkah laku kita sebagai masyarakat yang berakhlak mulia?
Atalarik Syach Ungkap Maksud dan Tujuan dari Surat Terbuka Ini
Sebagai orang yang terlibat dalam permasalahan ini, Atalarik Syach sebagai orangtua mempunyai maksud dan tujuan tersendiri menuliskan beberapa poin dalam surat terbuka.
Oleh karena itu berdasarkan penilaian-penilaian tersebut di atas, saya merasa perlu menulis surat terbuka ini agar kita sama-sama dapat menilai dan melakukan segala sesuatu di negara kita yang berlandaskan hukum dan nilai-nilai tinggi budaya serta sebagai bangsa yang halus budi dan hati untuk dapat memperhatikan kondisi anak-anak dan memperhatikan tindakan kita berdasarkan nilai-nilai agama, nilai kehidupan dan aturan hukum yang mendasari segala tindak tanduk kita.
Menurut Atalarik Syach, Kekerasan pada Anaknya Terjadi dari Para Petugas
Dari kejadian yang telah terjadi pada keluarganya, Atalarik Syach merasa kecewa dan geram terhadap aksi kekerasan yang terjadi pada anak-anaknya. Ia pun berharap ada keadilan yang terjadi dari sang Pencipta.
Kekerasan pada anak-anak saya justru terjadi oleh petugas yang datang. Untuk hal itu, saya, dunia akhirat tidak ikhlas dan ridho terhadap tindakan pihak terkait yang terlibat langsung dan menjalani aksi tersebut. Semoga Allah SWT menunjukkan keadilan dan rahmat-Nya. Amin.
Kiranya Allat SWT menjadikan para aparat bertindak lebih baik demi kebaikan rakyat dan nama harum bangsa Indonesia sebagai negara yang menjunjung Agama dan Budaya tinggi. Amin.
Atalarik Syach Ingin Adanya Keadilan
Rasa kecewa memang sedang dirasakan oleh Atalarik Syach, apalagi ia menganggap bahwa eksekusi yang terjadi benar-benar telah mengganggu keluarga dan kondisi mental anaknya.
Apa yang terjadi pada anak-anak saya dapat juga terjadi pada anak-anak lain. Sebenarnya yang terpenting ialah bagaimana kita bersama tidak menciptakan generasi lemah karena masalah rumah tangga seperti yang saya alami ini.
Selayaknya, solusi kondusif dan perbaikan situasi diupayakan dengan melakukan tindakan yang berlandaskan segala pertimbangan tingkah laku sebagai manusia bermatabat.
Bukankah keluarga yang kuat akan membentuk negara yang kuat juga. Sudah sepatutnya tiap keluarga di Republik Indonesia kita ini lebih diperhatikan dan dijaga spirit, jiwa dan raganya.
Harapan saya, pemerintah dapat melakukan perbaikan dalam mewujudkan jalannya sistem yang lebih baik dan sehat. Terima kasih.
Nah Ma, itulah beberapa poin-poin dari surat terbuka Atalarik Syach sekaligus beberapa harapan lain agar kejadian ini tidak kembali terulang. Walau konflik yang terjadi antara Atalarik Syach dan Tsania Marwa semakin memanas, semoga keduanya bisa menyelesaikan permasalahan yang ada dengan baik serta secara kekeluargaan.
Baca juga:
- Demi Keluarga Bahagia dan Utuh, Ketahui 9 Cara Menghindari Perceraian
- Jangan Sampai Terjadi, Ini Penyebab Perceraian di Indonesia Era Modern
- 10 Pesan Berharga Pasca Perceraian untuk Temukan Kebahagiaan