Kawin Tangkap Ada Ancaman Pidananya, Komnas Perempuan Beri Penjelasan

Sudah terjadi di Indonesia, Komnas Perempuan beri penjelasan soal kawin tangkap dan hukumnya

13 Januari 2023

Kawin Tangkap Ada Ancaman Pidananya, Komnas Perempuan Beri Penjelasan
Pexels/RODNAE Productions

Apakah kamu sebelumnya pernah mendengar istilah kawin tangkap? Istilah yang satu ini mungkin bisa saja terdengar asing bagi beberapa orang yang belum pernah mendengarnya.

Melalui unggahan di akun Instagram pada Kamis (12/1/2023), Komnas Perempuan memberikan penjelasan secara lengkap mengenai kawin tangkap.

Dikutip dari unggahan tersebut, Komnas Perempuan menjelaskan bahwa kawin tangkap adalah praktik pemaksaan perkawinan yang berakar pada diskriminasi berbasis gender terhadap perempuan.

Tak banyak orang yang menyadari, kawin tangkap sebenarnya sudah terjadi di salah satu daerah di Indonesia, yakni di Sumba, Nusa Tenggara Timur.

Tidak hanya membahas soal pengertian dari kawin tangkap, Komnas Perempuan melalui unggahannya juga turut menjelaskan mengenai ancaman pidana yang mengintai di balik tindakan tersebut.

Untuk mengetahui lebih jelas, berikut Popmama.com telah merangkum informasi tentang Komnas Perempuan beri penjelasan soal kawin tangkap secara lebih detail.

1. Kawin tangkap terjadi saat perempuan "diambil" secara paksa

1. Kawin tangkap terjadi saat perempuan "diambil" secara paksa
Pexels/MART PRODUCTION

Meski sudah terjadi sejak lama di salah satu wilayah di Indonesia, sebagian orang mungkin baru saja mendengar istilah kawin tangkap.

"Dalam masyarakat patriarkis yang menempatkan perempuan dalam posisi subordinat, persetujuan dari perempuan pada perkawinan kerap diabaikan," jelas Komnas Perempuan dalam unggahannya.

Komnas Perempuan melalui unggahannya juga menjelaskan bahwa kawin tangkap terjadi saat perempuan "diambil" secara paksa ke lokasi yang telah disiapkan oleh pihak laki-laki.

Penangkapan tersebut biasanya dilakukan oleh beberapa orang laki-laki di tempat umum, seperti pasar, jalan, atau bahkan di rumah korban.

Sayangnya, meski pihak perempuan memberontak atau berteriak minta tolong, jarang ada yang mau membantu kecuali dari kalangan keluarganya sendiri.

Setelah berhasil "menculik", pihak laki-laki akan memberitahukan keluarga korban tentang penangkapan, sekaligus menyerahkan pinangan. Apabila tidak ada yang berhasil "menyelamatkan", pihak perempuan kerap terpaksa menerima.

Editors' Pick

2. Kawin tangkap punya dampak terhadap korban

2. Kawin tangkap pu dampak terhadap korban
Pexels/Kat Smith

Melalui unggahannya, Komnas Perempuan menjelaskan kondisi kawin tangkap dapat menyebabkan perempuan terperangkap di lingkar kekerasan dalam rumah tangga, baik secara fisik, psikis, dan juga seksual.

"Komnas Perempuan mengenali bahwa perempuan korban kawin tangkap mengalami kerugian hak konstitusionalnya, terutama hak atas rasa aman dan untuk tidak takut berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasinya (Pasal 28G Ayat 1), yaitu hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (Pasal 28B Ayat 1)," tulis Komnas Perempuan dalam unggahan.

Komnas Perempuan menjelaskan, selain melanggar hak konstitusional, Komitmen Negara memastikan perempuan dapat memasuki perkawinan dengan persetujuan atau kehendak bebas adalah bagian dari CEDAW (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) (UU No. 7 Tahun 1984).

3. Komnas Perempuan jelaskan kawin tangkap adalah tindakan melawan hukum

3. Komnas Perempuan jelaskan kawin tangkap adalah tindakan melawan hukum
Pexels/Sora Shimazaki

Masih dalam unggahannya, Komnas Perempuan menjelaskan bahwa kawin tangkap merupakan suatu tindakan yang termasuk melawan hukum. Dalam unggahannya, Komnas Perempuan turut mengutip pasal dari UU TPKS Pasal 10 Ayat 1 dan 2.

"Setiap orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah)."

Pasal 10 Ayat (2) termasuk pemaksaan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. Perkawinan anak;
b. Pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya; atau
c. Pemaksaan perkawinan korban dengan pelaku perkosaan

4. Kawin tangkap yang terjadi selama ini sudah melenceng jauh dari budaya Sumba

4. Kawin tangkap terjadi selama ini sudah melenceng jauh dari budaya Sumba
Pexels/Jeremy Wong

Menurut berbagai informasi yang tersebar, kawin tangkap memang sudah menjadi tradisi dalam budaya Sumba.

Merujuk pada buku Masyarakat Sumba dan Adat Istiadatnya yang ditulis Oe. H. Kapita, kawin tangkap merupakan tahap awal dari proses peminangan perempuan dalam adat Sumba.

Dalam istilah adat, cara peminangan ini dinamakan piti rambang atau ambil paksa. Dalam hal ini, calon mempelai laki-laki akan 'menangkap' calon mempelai perempuan untuk kemudian dilamar dan dinikahi.

Dalam tradisi aslinya, kawin tangkap sebenarnya telah direncanakan dan disetujui terlebih dahulu oleh kedua belah pihak. Prosesnya juga melibatkan simbol-simbol adat, seperti kuda yang diikat atau emas di bawah bantal sebagai simbol bahwa prosesi adat tengah dilakukan.

Perempuan yang akan ditangkap pun sudah mempersiapkan diri dengan berdandan dan mengenakan pakaian adat lengkap. Dengan pakaian adat juga, calon mempelai laki-laki akan menunggang kuda dan menangkap mempelai perempuannya di lokasi yang sudah disepakati.

Usai ditangkap, pihak orang tua laki-laki akan memberikan satu ekor kuda dan sebuah parang Sumba sebagai permintaan maaf dan mengabarkan bahwa anak perempuannya sudah berada di rumah pihak laki-laki.

Proses resmi peminangan baru dimulai setelah calon mempelai perempuan setuju untuk menikah. Hal tersebut kemudian disusul dengan penyerahan belis (mahar perkawinan).

Sangat amat disayangkan, tradisi tersebut telah berjalan melenceng jauh beberapa tahun terakhir. Banyak terdengar kabar bahwa kawin tangkap disertai dengan paksaan, intimidasi, dan kekerasan terhadap perempuan.

Dengan mengatasnamakan tradisi, pelaku merasa bahwa dirinya berhak menculik dan membawa paksa perempuan di mana pun dan kapan pun mereka mau. Padahal tindakan tersebut sudah melenceng dari adat sebenarnya.

Melencengnya praktik tersebut bisa dilihat dari hilangnya kesepakatan sebelum dilangsungkan prosesi tersebut, bahkan dalam beberapa kasus, pelaku membawa senjata layaknya peristiwa penculikan sebenarnya.

Jadi, itulah rangkuman informasi mengenai Komnas Perempuan beri penjelasan soal kawin tangkap. Dari penjelasan di atas, kamu tentu jadi mengetahui tentang kawin tangkap dan ancaman hukuman yang mengintai.

Bagaimana menurut tanggapanmu terkait hal ini?

Baca juga:

The Latest